Sejarah

Sejarah Jambi (2): Kota Jambi, Kota Tua, Kota Terbesar di Jambi; Posisi GPS Kota Jambi Zaman Kuno di Muara Batanghari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Seperti pada serial artikel kota-kota lainnya
di blog ini, untuk memahami sejarah Jambi ada baiknya dimulai dari kota besar
yang ada, biasanya kota yang menjadi ibu kota. Nama Jambi sendiri sudah disebut
sejak zaman kuno, namun bagaimana Kota Jambi yang sekarang bermula kurang
terinformasikan. Satu yang penting kota Jambi itu dari masa ke masa berada di
daerah aliran sungai Batanghari.


Kota
Jambi adalah sebuah kota yang berada di pulau Sumatra dan sekaligus merupakan
ibukota dari provinsi Jambi. Kota ini dibelah oleh sungai terpanjang di Sumatra
yang bernama Batang Hari, kedua kawasan tersebut terhubung oleh jembatan Aur
Duri. Hari jadi Kota Jambi ditetapkan pada tanggal 28 Mei 1401 berdasarkan
peraturan daerah Kota Jambi nomor 3 tahun 2014. Dalam pertimbangan disebutkan
bahwa penetapan hari jadi tersebut tidak lepas dari momentum sejarah
ditemukannya tanah pilih oleh Putri Selaras Pinang Masak bersama sepasang angsa
yang terjadi pada tanggal 28 Mei 1401 Masehi,
berlokasi disepanjang rumah dinas komandan resort militer sampai ke Masjid
Agung Al-Falah. Kota Jambi dibentuk sebagai pemerintah daerah otonom kotamadya
berdasarkan ketetapan Gubernur Sumatra nomor 103/1946, tanggal 17 Mei 1946.
Kemudian ditingkatkan menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang nomor 9
tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah
provinsi Sumatra Tengah. Kemudian kota Jambi resmi menjadi ibukota provinsi
Jambi pada tanggal 6 Januari 1957 berdasarkan Undang-undang nomor 61 tahun
1958. Wilayah administratif pemerintah kota Jambi adalah ± 205.38 km², secara
geomorfologis kota ini terletak di bagian barat cekungan Sumatra bagian selatan
yang disebut sub-cekungan Jambi, yang merupakan dataran rendah di Sumatra
bagian timur. Dari topografinya, kota Jambi relatif datar dengan ketinggian
0–60 m di atas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di utara dan
selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Batanghari (1.700
km; 11 km yang berada di wilayah kota Jambi dengan lebar sungai ± 500 m),
sungai ini berhulu pada Danau Di atas di provinsi Sumatra Barat
(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kota Jambi? Seperti yang disebut di atas, nama Jambi sudah disebut di zaman kuno di
muara sungai Batanghari yang pada masa ini hari jadinya ditetapkan tanggal 28
Mei 1401. Seperti kota-kota lainnya, penetapan hari jadi kota adalah suatu hal.
Dalam hal ini bagaimana kota Jambi tumbuh dan berkembang adalah hal lain lagi. Lalu
bagaimana sejarah Kota Jambi?
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Kota Jambi, Kota Tua, Kota Terbesar di Jambi; Posisi
GPS Kota Jambi Era Zaman Kuno di Muara Sungai Batanghari

Kota Jambi sebagai kota tua, merujuk pada zaman masa
lampau. Kita mulai saja di suatu teluk dimana sungai Batanghari bermuara. Pada
sisi selatan muara terbentuk kampong Jambi. Seperti kita lihat nanti, dalam
perkembangannya di kampong Jambi ini terbentuk pos perdagangan yang dari waktu
ke menjadi penting yang pada akhirnya terbentuk kerajaan. Di muara sungai
ini
  terbentuk pulau, akibat proses
sedimentasi jangka panjang. Wilayah daratab semakin meluas dan pulau tersebut
(dan pulau-pulau lainnya di teluk) juga semakin meluas mengakibatkan sungai Batanghari
mencari jalannya sendiri menuju laut.


Arus besar (sungai) Batanghari melewati sisi utara pulau dan arus kecil
(sungai) Batanghari melewari sisi selatan pulau. Pada ujung pulau itu kemudian
terbentuk kampong baru yang disebut kampong Tanjoeng. Di kawasan dua arus
sungai ini terjadi sedimentasi jangka panjang sehingga sehingga sungai kecil di
selatan pulau (disebut sungai Kampeh) kemudian bermuara (bertemu) kembali ke
arus besar sungai (sungai Batanghari) di Tanjung (kampong Muara Kampeh). Tanjong
atau nama tempat di tanjong inilah di masa lampu terbentuk kampong, yang mana
nama tanjong disebut Tandjong Jaboeng. Dengan bergesernya muara sungai
Batanghari, terkesan kampong/kota Jambi berada jauh di pedalaman.

Pada peta-peta Portugis sudah diidentifikasi nama
Jambi (ditulis: Sabi), tepat berada di muara sungai Batanghari. Nama Jambi
sendiri sudah disebut dalam teks Negarakertagama (1365 M). Ini mengindikasikan
nama Jambi sudah lama eksis, namun dimana posisi GPS tidak diketahui secara
pasti. Nama Jambi, berdasarkan catatn Tiongkok bahkan lebih tua dari yang dicatat
dalam teks Negarakertagama.


Dalam teks Negarakertagama juga ada disebut nama Kampei. Namun sulit
menyimpulkan apakah nama Kampei berada di teluk Jambi, di teluk Deli atau
wilayah lain. Nama Kampei di (teluk) Jambi dihubungkan dengan nama sungai di
hilir kampong/kota Jambi (sungai Kampeh). Di wilayah selatan Jambi, hanya nama
Palembang satu-satunya yang disebut dalam teks. Sedangkan nama-nama lain banyak
disebut di wilayah utara Jambi, seperti Kampar, Siak, Rokan (kini masuk Riau) serta
Panai, Mandailin dan (Padang) Lawas (Sumatra Utara). Nama-nama lain yang disebut
dalam teks Negarakertagama di daerah aliran sungai Batanhari adalah (Muara)
Tebo dan Dharmasraya. Jika mundur ke zaman sebelum Jambi, boleh jadi muara
sungai Batanghari masih berada di (muara) Tebo. Hal itu diduga kuat karena di
zaman kuno, di wilayah Merangin di Karang Brahi ditemukan prasasti yang berasal
dari abad ke-7 (sejaman dengan prasasti di Kedoekan Boekit, Talawang Tuwo dan
Talaga Batu di Palembang).

Jika mengacu pada yang disebut dalam kutipan di atas
bawah dasar pertimbangan hari jadi kota Jambi 28 Mei 1401 dimana ditemukannya
tanah pilih oleh Putri Selaras Pinang Masak bersama sepasang angsa. Awal abad
ke-15 ini juga di dalam artikel lain bahwa salah satu pangeran Palembang
membentuk kerajaan baru di Semenanjung Malaya (kerajaan Malaka). Apakah hal ini
ada kaitannya dengan invasi Jawa (era Singhasari dan era Majapahit)? Satu yang
pasti dalam hal ini nama Jambi sudah disebut pada abad ke-14 (1365), suatu nama
yang sama yang diidentifikasi dalam peta-peta Portugis di suatu teluk.


Wilayah teluk (Jambi) pada peta-peta Belanda (VOC) tampak lebih lengkap
dan presisinya lebih baik. Di belakang teluk di muara sungai Batanghari
diidentifikasi nama (kota) Jambi. Di Kawasan teluk digambarkan dua pulau, yang
mana pulau yang lebiih kecil di sebut pulau Trin dan tanjong yang berada di
selatannya disebut Tanjong Jaboeng (ditulis: Tanjong Bon).

Pada peta-peta era Pemerintah Hindia Belanda,
wilayah Jambi sudah digambarkan dengan situasi dan kondisi yang mendekati
dengan yang sekarang, Tentu saja, bahkan hari ini proses sedimentasi terus
berlangsung di wilayah pesisir/pantai (yang menyebabkan pantai timur wilayah
Jambi yang sekarang terus meluas ke arah laut. Nama-nama kampong (muara) Simpang
dan Muara Sabak adalah muara-muara sungai Batanghari sebelum yang sekarang. Di Muara
Sabak bermuara sungai Sabak di sungai Batanghari. Dengan kata lain pada masa
ini (sejak era Pemerintah Hindia Belanda) kota Jambi seakan berada jauh di
pedalaman.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Posisi GPS Kota Jambi Era Zaman Kuno di Muara Sungai
Batanghari: Bagaimana Kota Tumbuh dan Berkembang?

Posisi nama tempat Jambi tampaknya tidak berubah untuk waktu yang sangat
lama hingga di masa lampau. Nama (kampong/kota) Jambi berada diantara berbagai
era. Kota Jambi berada di sisi selatan sungai Batanghari, di suatu area yang
lebih tinggi dari kawasan sekitar tidak jauh dari danau Sipin. Pada Peta 1901
masih tampak rawa-rawa di area sebelah hulu sungai.


Berdasarkan gambaran Peta 1901, sungai Batanghari mengalir tepat di
tepian sungai Batanghari. Namun dalam perkembangannya di suatu waktu di masa
lampau arus sungai bergeser ke arah timur membentuk arus baru. Bekas sungai
Batanghari yang melalui tepian kampong Jambi kemudian menajadi sungaii mati yang
membentuk suatu danai (danau Spin). Di seberang Jambi di sisi utara sungai
diidentifikasi (kampong) Petjinan (yang mana di arah hulu terdapat kampong
Penyinget). Sementara di arah hulu kampong/kota Jambi diidentifikasi kampong
Menalo. Boleh jadi nama Menalo ini merujuk pada orang-orang Batak (marga
Manaloe). Hal itu dapat dikaitkan dengan laporan seorang Portugis, Mendes Pinto
yang mengunjungi ibu kota Kerajaan Aru Batak Kingdom tahun 1537 menyebut Kerajaan
Aroe (di Padang Lawas) memiliki kekuatan 15.000 pasukan dimana delapan ribu
orang Batak dan sisanya didatangkan dari Jambi, Indragiri, Minangkabau, Broenai
dan Luzon.

Pada permulaan pembentukan cabang Pemerintah Hindia
Belanda di Jambi, area (kota) Jambi dimana Residen berkedudukan. Kota Jambi
bermula dari sejumlah kampong/kota, yakni: Jambi dan kampong-Batak di selatan
sungai dan
  kampong Cina, dan (kepulauan)
Riau sebelah utara sungai.


Pada era VOC/Belanda pedagang-pedagang Belanda dan pedagang-pedagang
Inggris mnembangun pos perdagangan (logi) di sebelah utara sungai. Sementara
area kerajaan berada di selatan sungai di dekat danau Sipin (lihat Peta 1695).
Pada tahun 1707 VOC/Belanda mulai membangun benteng/logi yang baru di sisi
selatan sungai di arah timun paseban (di sekitar jalan Wahidin dan jalan
Supratman). Sementara eks pemukiman/pos perdagangan Eropa (Belanda dan Inggris)
tersebut kemudian menjadi Petjinan (lihat Peta 1901)

Sejak VOC/Belanda membangun benteng di sisi selatan
sungai (sejak 1707), diduga menjadi awal perkembangan kota Jambi yang
sebenarnya. Pemindahan pos perdagangan VOC/Belanda dan mulai membangun benteng
diduga karena VOC/Belanda telah memenangkan hati raja Jambi (ini menjadi
ancaman bagi pedagang Inggris di seberang sungai).


Di dalam laman Wikipedia disebut pada tahun 1615 kerajaan Jambi menjadi
kesultanan. Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatra
setelah Aceh, dan pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya
seperti Johor dan Palembang. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun
1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang
dengan Johor. ambi sebagai pusat pemukiman dan tempat kedudukan raja terus
berlangsung. Istana yang dibangun di Bukit Tanah Pilih disebut sebagai istana
tanah pilih yang terakhir sebagai tempat Sultan Thaha Saifuddin dilahirkan dan
dilantik sebagai sultan tahun 1855. Istana Tanah Pilih ini kemudian di bumi
hanguskan sendiri oleh Sultan Thaha tahun 1858 menyusul serangan balik tentara
Belanda karena Sultan dan Panglimanya Raden Mattaher menyerang dan berhasil
menenggelamkan 1 kapal perang Belanda Van Hauten di perairan Muaro Sungai
Kumpeh. Setelah Istana Tanah Pilih Kota Jambi di hancurkan Belanda, dan Sultan
Thaha mundur ke pedalaman Jambi. Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat,
keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah kepada Belanda. Jambi
digabungkan dengan keresidenan Palembang. Dari puing – puing Istana Tanah Pilih
oleh Belanda dikuasai dan dijadikan tempat markas serdadu Belanda. Praktis
setelah Sultan Thaha Saifuddin gugur tangga 27 April 1904 Belanda secara utuh
menempatkan wilayah kerajaan Jambi sebagai bagian wilayah kekuasaan Kolonial Hindia
Belanda. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1906. Jambi kemudian berstatus onderafdeling di bawah Afdeling Palembang.
Pada Tahun 1906 onder Afdeling Jambi ditingkatkan sebagai Afdeling Jambi
kemudian di tahun 1908 Afdeling Jambi menjadi Kerisidenan Jambi dengan
residennya O.L. Helfrich berkedudukan di Jambi. Peta 1910. 

Hingga tahun 1906 Kota Jambi masih terbilang suatu
kumpulan kampong-kampong. Meski demikian sudah ada rintisan jalur darat dari
Palembang ke Jambi (jalan raya yang ada sekarang). Seiring dengan peningkatan
status pemerintahan di Jambi dari Afdeeling menjadi Residentie, pembangunan
kota Jambi mulai berlangsung cepat. Jalan-jalan raya lalu lintas jarrah jauh
dan jalan-jalan kota sudah mulai terbentuk. Begitu lebarnya sungai Batanghari
tidak dimungkinkan membangun jembatan. Lalu lintas antar tepian suangai
dilakukan dengan perahu.


Oleh karena akses yang paling mudah ke kota Jambi, pelayaran sungai
menjadi pilihan utama. Hanya saat perang terjadi jalur darat antara Palembang
dan Jambi dimungkinkan oleh para pasukan/militer. Pembangunan jalan raya di
wilayah provinsi Jambi, justru yang pertama dilakukan di wilayah Kerintji,
jalur darat yang terhubung ke utara hingga ke kota Padang dan ke pantai barat
di Inderapura. Pembangunan jalan darat dari Sungai Penuh, Kerinci ke arah bawah
di timur hingga ke Pangkalan Djambi (Merangin). Peta 1877

Di Merangin berpusat di Bangko. Pada tahun 1920
jaringan jalan dari Bangko sudah terhubung ke utara di Muara Bungo dan di
selatan di Sarolangoen serta ke timur di Muara Tebo. Sementara itu pembangunan
jaringan jalan dari Jambi sudah mencapai Muara Tembesi. Meski demikian sudah
ada rintisan jalan antara Muara Tebo ke Muara Tembesi.


Pada Peta 1927 selain Kota Jambi, yang sudah terbentuk kota adalah
Saroelangoen dan Moeara Boengo. Bangko, Muara Tebo dan Muara Tembesi serta
Koeala Tongkal masih berupa kota kecil.

Pada Peta 1936 Kota Jambi sudah mencerminkan kota
besar (bandingkan dengan Peta 1910). Hingga berakhirnya Pemerintah Hindia
Belanda semua kota-kota di wilayah Residentie Jambi sudah terhubung satu sama
lain (kecuali Koeala Toenggal yang terpisah).

Tunggu deskripsi lengkapnya


 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top