Lantas
bagaimana sejarah Sintang? Sejarah Sintang tidak berdiri sendiri, tetapi
terhubung dengan sejarah Melawi. Pada jaman kuno, ketika kerajaan Melawi masih
ditulis kerajaan Laue, letaknya bukan berada di pedalaman (lokasi sekarang)
tetapi justru di muara sungai Kapuas (dekat pantai). Saat itu sungai Kapuas
yang sekarang justru bernama sungai Laue. Bagaimana bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Nama Laue di Muara Sungai
Kapuas
Kesampingkan
dulu Pontianak dan pikirkan jaman sebelum era Pontianak. Pusat perdagangan
jaman kuno, bukan di lokasi Pontianak yang sekarang, tetapi di muara sungai
Kapuas. Bukan muara sungai Kapuas di kecamatan Sungai Kakap, tetapi di
kecamatan Terentang. Lho, bagaimana bisa? Di kecamatan Terentang yang sekarang adalah hilir
sungai Kapuas bercabang. Tepatnya di desa Teluk Empening dan desa Teluk Bayur
(mengapa disebut teluk?). Yang jelas satu
cabang menuju ke Kota Pontianak dan cabang lainnya menuju ke kecamatan Sungai
Kakap. Lantas, maksudnya apa?

berbeda dengan yang sekarang. Bentuknya tidak ‘sebulat’ yang sekarang. Pada
jaman dulu banyak teluk telah menjadi daratan akibat proses sedimentasi. Tidak
hanya area di sekitar muara sungai Kapuas, tetapi juga area muara sungai Barito
dan sungai Mahakam serta banyak muara sungai lainnya dimana terdapat teluk.
Pulau Sebatik dan pulau Nunukan (Kalimantan Utara) adalah pulau-pulau yang
terbentuk baru akibat proses sedimentasi. Kota Koetai Lama (Kota Samarinda)
jaman dulu posisi GPS-nya berada di pantai, demikian juga posisi GPS Kota Banjarasin
berada di pantai. Nah, Kota Pontianak yang sekarang jaman dulu berada di laut
(teluk). Dengan kata lain sebagian wilayah kabupaten Kubu Raya (termasuk Kota
Pontianak) yang sekarang adalah daratan yang terbentuk baru karena proses
sedimentasi. Sebelum terbentuk sedimentasi, muara sungai Kapuas tepat berada di
desa Teluk Empening-Teluk Bayur, kecamatan Terentang, kabupaten Kubu Raya.
Mengapa nama desa disebut Teluk (Empening-Bayur)?
Pada
jaman kuno, kerajaan Laue diduga kuat lokasinya berada di desa Teluk Empening-Teluk
Bayur yang sekarang. Ini dapat diperhatikan pada peta Portugis (Peta 1601
dan Peta 1619), kerajaan Laue berada di pantai. Di sebelah utara kerajaan Laue
adalah kerajaan Hermata. Namun kemudian kerajaa Laue menghilang.

kerajaan Hermata telah menghilang. Bagaimana? Di dalam Peta 1657 kerajaan besar
yang muncul adalah kerajaan Soecadana. Nama Laue hanya tinggal sebagai nama
sungai Lauwe (kini sungai Kapuas). Dalam peta ini sudah diidentifikasi
nama-nama Mempawa, Matan dan Sintang. Hal yang menarik dui sekitar muara sungai
Laue/Lauwe,
pulau-pulau sedimen tempo doeloe semakin besar dan semakin menyatu dengan
daratan. Meski peta-peta tersebut tidak terlalu akurat dalam hal teknis, tetapi
secara umum tampak pola yang konsisten diantara Peta 1601 dan Peta 1657 jika
diperbandingkan bahwa garis ekuator dan pulau Karimata sebagai patokan
navigasi. Nama Kariata ditulis sebagai Crimataja. Dalam peta ini juga sudah
diidentifikasi nama Sintang (di pedalaman).
Yang
tetap menjadi pertanyaan adalah bagaimana kerajaan Laue/Lauwe? Apakah
benar-benar menghilang atau relokasi karena suatu sebab? Boleh jadi relokasi
karena sudah kembali muncul kekuatan besar kerajaan Soecadana (kerajaan lama
pengaruh Madjapahit (pada peta lama kerajaan Soecadana ini masih berada di
pantai selatan). Kemana relokasinya diduga telah (kembali) ke pedalaman yang besar
dugaan adalah (nama) Melawi yang sekarang.
Ahli geografi Belanda, Prof PJ Veth
pernah menganalisisnya yang dipublikasikan pada tahun 1827. PJ Veth menduga
bahwa kerajaan pertama yang muncul setelah gelombang migran (dari Indo-China
seperti Chiampa, Siam, Laos dan lainnya) adalah kerajaan Taja atau Tajan suatu
nama yang kemudian merujuk pada penyebutan orang luar terhadap penduduk asli
sebagai Orang Taja dan bergeser menjadi Orang Daja(k). Nama Taja ini Pada Peta
1657 masih melekat pada nama pulau Karimata yang ditulis dengan Crimataja. PJ
Veth menyatakan kerajaan Sekadau (Succadow) di sungai Lawai (Laue/Lauwe). Namun
menurut Veth kerajaan ini masuk Islam (menjadi Melayu). Nama atau Laue atau
Lauwe atau Lawai berasal dari Lao atau Law (Laos). PJ Veth sangat yakin bahwa penduduk
asli Daijak awalnya migrasi dari sepanjang sungai besar Kamboja.
Nama Laue,
Lauwe, Lawai atau Law yang kemudian diduga menjadi Melawi adalah nama besar di
jaman kuno. Prof PJ Veth juga mencatat bahwa orang Tiongkok menulis nama pulau
dengan nama Zualamontan
(Kalimantan) yang diartikan Veth sebagai Zua-law-mon-tai, suatu nama awal pulau
Borneo. Zua adalah pulau, sementara Law-Mon, Tai saya tabahkan disini sebagai
pulau dari tiga kerajaan kuno (Law dari Laue atau Lauwe; Mon dari Amontai). Dua
kerajaan ini digeser oleh kerajaan Taniampura (Bandjar[masin] dan Soecadana).
Kerajaan Bandjarmasin menggeser kerajaan Amontai ke pedalaman dan kerajaan
Soecadana menggeser kerajaan Laue atau Lauwe ke pedalaman.
Di daerah aliran sungai Lauwe (singai Kapuas) sejaman
dengan lahiranya kerajaan Laue dan Amontai, juga sudah eksis kerajaan-kerajaan
Taja[n], Sanggau, Sekadau dan Sintang. Setelah kerajaan Laue relokasi ke
pedalaman, kerajaan penduduk asli (Dajak) yang terdekat ke pantai adalah
kerajaan Taja[n] yang menjadi asal-usul nama penduduk asli sebagai Orang Taja
atau Orang Daja atau Orang Dajak. Kerajaan-kerajaan yang kemudian berkembang di
pantai adalah kerajaan Dajak (Islam) yang kemudian disebut Melayu, seperti
Bandjarmasin dan Soecadana dan Sambas. Sementara kerajaan-kerajaan Dajak di
pedalaman tetap pagan (kepercayaan lama) namun sebagian masuk Islam seperti
Sekadau sebagaimana dinyatakan PJ Veth.
Kerajaan
Sintang diduga kuat adalah kerajaan Dajak terjauh ke pedalaman di sungai Lauwe.
Posisi GPS kerajaan ini berada di muara sungai. Besar dugaan setelah kerajaan besar
Laue ‘terusir’ dari pantai (oleh kerajaan Soecadana-Tandjong Poera), relokasi
jauh ke hulu sungai Lauwe (di arah hulu kerajaan Sintang). Kerajaan Luuwe atau
kemudian dikenal kerajaan Lawai atau Melawi yang tempo doeloe kerajaan besar
menjadi kerajaan kecil, terpencil jauh di pedalaman pulau Borneo.
Pada saat pergeseran kerajaan-kerajaan tersebut
nama sungai besar tetap disebut sungai Lauwe. Pemilik nama sungai Lauwe tetap
kerajaan Lauwe, yang tempo doeloe berada di muara, namun kemudian relokasi ke
hulu sungai Lauwe. Pada awal Pemeriintah Hindia Belanda ekspedisi-ekspedisi ke
padalaman Borneo dilakukan. Sehubungan dengan diidentifikasinya sungai Lauwe
sangat panjang, maka nama sungai Lauwe digantik dengan nama sungai Kapoeas.
Nama sungau Lauwe atau sungai Melawi direduksi hanya dari (kerajaan) Sintang
hingga kerajaan Melawi. Dengan demikian posisi GPS kerajaan Sintang yang baru
adalah di sungai Kapoeas di muara sungai Melawi.
Sintang dan Melawi di
Pedalaman Borneo
Posisi
strategis kerajaan Sintang (di muara sungai Melawi) menjadi faktor penting
kerajaan Sintang tumbuh dan berkembang pesat, lebih-lebih pada era Pemerintah
Hindia Belanda. Dalam permbentukan cabang pemerintah Hindia Belanda di Westkust
der van Borneo, keutamaan kerajaan Sintang menjadi patokan dan kerajaan Melawi
menjadi subordinat. Sementara pusat pemerintahan di Westkust der van Borne
belum menentu apakha di Mempawa atau Pontianak.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.