*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini
Nama
Kandangan adakalanya dihubungkan dengan nama Lambung Mangkurat, suatu nama
universitas di Kalimantan Selatan. Kandangan pada masa ini adalah ibu kota Kabupaten
Hulu Sungai Selatan di provinsi Kalimantan Selatan, Posisi GPS kota ini berada
di sisi sungai Amandit sekitar 135 km di arah utara Kota Banjarmasin. Sungai
Amandit bermuara ke sungai Nagara. Pada masa lampau nama tempat Kandangan juga
ditemukan di pulau Jawa.

Nagara Dipa yang dipimpin oleh Radja Lambung Mangkurat, Di wilayah Nagara
inilah terbentuk kampong Kandangan. Nama Kandangan oleh Pemerintah Hindia
Belanda dijadikan menjadi nama afdeeling (menggantikan nama Amoentai). Dalam
perkembangannya afdeeling Kandangan disatukan dengan lanskap lainnya dengan
membentuk afdeeling baru dengan nama Afdeeling Hoeloe Soengai dengan ibu kota
di Kandangan. Afdeeling Hoeloe Soengai terdiri dari dari Onderffdeling: Tandjoeng, Amoentai,
Barabai, Rantau dan Kandangan.
Lantas
apa hebatnya kota Kandangan? Kota terbesar di wilayah hulu sungai Barito.
Sehubungan dengan perkembangan ekonomi yang pesat di afdeeling Kandangan
ditugaskan seorang dokter hewan Dr Tarip ke Kandangan (1912). Lalu bagaimana
sejarah Kandangan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*. Peta 1909
Nama Kandangan dan Dr Tarip
Sejak
awal pembentukan cabang pemerintahan di Zuid en Oostkust van Borneo pada tahun
1826 di wilayah hulu sungai Barito dibentuk satu afdeeling yang disebut
Afdeeling Amoentai (sesuai nama kampong-kota) terbesar di wilayah hulu. Namun
ketika Perang Bandjar meletus pada tahun 1859 (yang dipimpin) Pangeran
Antasari, wilayah hulu menjadi menjadi pusat pertahanan para pengikut Pangeran
Antasari. Situasi dan kondisi yang sulit dicapai, setelah Kandangan dapat
direbut lalu dijadikan salah satu garnisun militer. Sejak inilah nama Kandangan
mencuat,
Pada tahun 1898 dilakukan reorganisasi
pemerintahan di Zuid en Oostkust van Borneo yang mana di dalamnya dibentuk
adfdeeling baru yakni Afdeeling Kandangan dimana ibu kota berada di Kandangan (Staatblaad
tahun 1898 No. 178), Afdeeling Kandangan terdiri dari tiga onderafdeeeling
dengan enam district: Amandit, Nagara, Banoea Ampat, Margasari Batang Alei dan
Laboean Amas. Di Onderafdeeling Amandit en Negara yang beribukota di Kandangan
tempat kedudukan Asisten Residen dan juga Controleur. Controleur juga
ditempatkan di Rantau (Onderafdeeling Benoea Ampat en Margasari) dan di Barabai
(Onderafdeeling Batang Alei en Laboean Amas).
Dengan penempatan Asisten Residen di Kandangan, maka babak baru
pengembangan wilayah dan pembangunan kota Kandangan dimulai. Oleh karena
fasilitas yang menyertai fungsi Asisten Residen maka dengan sendirinya rencana
desain kota dimulai di mana ditempatkan kantor-gedung pemerintah, bisnis,
pemukiman penduduk dan sebagai. Ssehubungan dengan itu dikembangkan jalan yang
ada dan membangun jalan baru yang diperlukan termasuk sistem drainase dan
sebagainya. Seperti biasanya, di berbagai tempat, pola ini bersifat umum, yang
menjadi cikal bakal kota-kota yang sekarang.

reorganisasi wilayah administrasi pemerintahan di Zuid en Oostkust van Borneo
ditata kembali dengan mereduksinya menjadi lebih efisien (biaya yang lebih
murah) dan memiliki efektifitas dalam menkoordinasikan satu kawasan yang sama
dalam upaya untuk pertumbuhan ekonomi (perdagangan, pertanian dan produksi) dan
perkembangan sosial penduduk (kesehatan dan pendidikan). Yang sebelumnya
terdirri sembilan afdeeling direduksi menjadi enam afdeeling: Bandjarmasin,
Oeloe Soengai, Doesoenlanden, Koeala Kapoeas, Zuid Oostkust van Borneo dan
Samarinda. Afdeeling Oeloe Soengai beribukota di Kandangan, Asisten Residen
yang sebelunya terdapat di Amoentai diturunkan statusnya hanya ditempati
seorang Controleur. Dengan penataan kembali ini, kota Kandangan semakin
populer, tumbuh dan berkembang lebih cepat di wilayah hulusungai Barito karena
telah menjadi pusat pemerintahan, perekonomia dan pusat pendidikan. Peta 1916
Setelah
diberlakukannya wilayah administrasi pemerintahan yang baru di Zuid Oostkust
van Borneo, berbagai pembangunan dilaksanakan seperti pengadilan (landraad),
pengembangan kesehatan masyarakat, pengembangan pendidikan penduduk tiba
gilirannya untuk pengembangan pertanian dan peternakan. Sehubungan dengan bidang
pengembangan yang terakhir, pada tahun 1924 seorang dokter hewan ditempatkan di
Afdeeling Oeloe Soengai di Kandangan sebagai kepala dinas peternakan dan
kesehatan ternak Dr Tarip.
Dr Tarip Siregar adalah lulusan sekolah
kedokteran hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg (kini Bogor) pada tahun 1814
(lihat De Preanger-bode. 08-08-1914). Dr
Tarip ditempatkan di Padang. Setahun kemudian Dr Tarip dipindahkan ke Painan (lihat
d Sumatra-bode, 25-05-1915). Pada tahun 1918
dipindahkan lagi ke Padang (lihat De Preanger-bode, 16-07-1918). Setahun
kemudian tugas Dr Tarip diperluas hingga ke Fort de Kock (lihat De
Preanger-bode, 13-08-1919). Pada tahun 1920 Dr Tarip dipindahkan dari Padang
dan Fort de Kock ke Padang Sidempoean (lihat De Preanger-bode, 18-11-1920). Afdeeling
Padang Sidempoean adalah kampong halaman Dr Tarip. Setelah dua tahun di kampong
halaman, Dr Tarip dari Padang Sidempoean akan dipindahkan ke Medan (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 31-07-1922). Dua tahun di Medan, Dr Tarip diperbantukan
ke Kandangan sebagai kepala dinas yang pertama (dinas peternakan dan kesehatan
ternak yang baru).
Setelah
satu tahun di Kandangan, Dr Tarip diperbantukan ke Lhok Soemawe (Atjeh). Dr
Tarip dengan kapal Marchior Treub berangkat dari Batavia ke Medan (lihat De
Sumatra post, 14-08-1925). Di dalam manifest kapal Dr Tarip bersama istri dan
tiga orang anak. Pada tahun 1927 terjadi wabah penyakit kelenjar hewan di
Medan. Untuk menangani didatangkan dua dokter yang kompeten yakni Dr CJ
Schroots di Soerakarta yang harus berdiskusi lebih dahulu dengan pusat di
Buitenzorg dan Dr Tarip dari Lhok Soeawe (lihat Deli courant, 04-05-1927). Dalam
tempo singkat dua dokter khusus kelenjar ini berhasil menangani wabah di Medan.
Atas prestasi Dr Tarip selama ini, termasuk mendesain program kerja dinas di
Kandangan dan penanganan wabah di Medan baru-baru ini, Dr Tarip mendapat apresisasi
dari pemerintah. Dr Tarip diberikan beasiswa untuk melanjutkan studi ke Belanda
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-07-1927). Disebutkan
Dr Tarip untuk mengikuti pendidik di Rijks Universiteit te Utrecht paling tidak
sudah harus berangkat pada bulan September 1927.
Sangat jarang dokter hewan pribumi mendapat
kesempatan dengan beasiswa untuk studi lebih lanjut ke Belanda. Yang pertama
adalah Dr Sorip Tagor, asisten dosen di Veeartsenschool di Buitenzorg pada
tahun 1913 (sebelum Dr Tarip lulus). Dr Sorip Tagor menyelesaikan pendidikannya
di Utrecht pada tahun 1920 dengan mendapat gelar dokter hewan penuh (setara
dokter Eropa). Seperti halnya Dr Tarip, Dr Sorip Tagor juga kelahiran Padang
Sidempoean. Dr Sorip Tagor, pendiri dan ketua Sumatranen Bond di Belanda 1917,
kembali ke tanah air pada tahun 1921 dan ditempatkan di Istana Gubernur
Jenderal. Dr Sorip Tagor Harahap adalah dokterr hewan pribumi pertama studi ke
Belanda dan mendapat gelar dokter setara Eropa. Dr Sorip Tagor adalah kakek
buyut dari Inez/Risty
Tagor. Pada tahun 1920 menyusul Dr JA Kaligis melanjutkan studi ke Belanda. Dr
JA Kaligis sendiri adalah lulusan pertama Veeartsenschool te Buitenzorg (1911).
Dr
Tarip tidak menemui kesulitan studi di Belanda. Oleh karena dokter hewan
berpengalaman (sudah banyak melakukan studi lapangan), Dr Tarip tidak mengikuti
program pendidikan di Belanda dari bawah (seperti yang harus ditempuh Dr Sorip
Tagor). Dr Tarip lulus ujian akhir dokter hewan tahun 1930 di Veeartsenij
Hoogeschool di Utrecht (lihat De Sumatra post, 07-10-1930).
Dr. Tarip kembali ke tanah air dan atas
permintaannya sendiri untuk ditempatkan di tanah kelahirannya di Padang
Sidempuan (Residentie Tapanoeli). Dr Tarip Siregar diangkat menjadi kepala
dinas di Residentie Tapanoeli yang berkedudukan di Padang Sidempoean. Untuk
menjabat kepala dinas di Residentie persyaratannya adalah harus lulusan Eropa.
Pada tahun dimana Dr Tarip sebagai kepala dinas di Residentie Tapanoeli, Dr
Sorip Tagor menjadi kepala dinas di Provinice West Java di Bandoeng. Sementara
itu teman sekampongnya Dr Alimoesa Harahap yang sama-sama lulus dari
Veeartsenschool di Buitenzorg tahun 1914 sebagai kepala dinas di Siantar
(Afdeeling Simanloengoen en Karo). Pada tahun 1927 Dr Alimoesa terpilih menjadi
anggota Volksraad dari dapil Residentie Tapanoeli (hanya satu wakil per
provinsi/residentie.
Yang terpilih dari dapil province Oostkust Sumatra adalah Abdoel Firman Siregar
gelar Mangaradja Soeangkoepon (juga kelahiran afdeeling Padang Sidempoean). Mangaradja
Soeangkoepon studi ke Belanda tahun 1910.
Program
pertama Dr Tarip adalah merintis cabang di Taroetong (Residentie Tapanoeli).
Tugas ini mirip yang dilakukan oleh Dr Tarip pada tahun 1924 di Kandangan
(afdeeeling Oeloe Soengei, Residentie Zuid en Oostkust van Borneo). Ruang
lingkup tugas Dr Tarip juga hingga ke (pulau) Nias (Residentie Tapanoeli).
Dr. Tarip adalah peneliti terbaik di bidang
kesehatan hewan. Ini bermula pada saat Dr Tarip dipindahkan ke Padang
Sidempoean pada tahun 1920. Dr Tarip dalam melakukan tugasnya ke Padang Lawas, melakukan
penelitian dan hasilnya dipublikasikan. Hasil penemuannya adalah metode
membasmi cacing pita pada kerbau. Sejak inilah nama Dr Tarip harum manis di
pusat yang menyebabkan dirinya ditunjuk untuk merintis cabang-cabang baru
seperti di Kandangan dan Lhok Soemawe hingga mendapat beasiswa studi lebih
lanjut ke Belanda. Kini, Dr Tarip di Padang Sidempoean tengah merinstis cabang
baru di Taroetoeng. Dr Tarip adalah kakek (pihak ibu) dari Prof Dr Sangkot Marzuki, Ph,D, Direktur
Lembaga Eijkman di Jakarta, Dr Sangkot Marzuki adalah peneliti terbaik
Indonesia. Like (grand)father, like son. Nenek Dr Sangkot Marzuki (Batubara)
adalah kakak perempuan tertua sastrawan besar Sanusi Pane dan Armijn Pane serta Prof. Lafran Pane
(Pendiri HMI di Jogjakarta 1947).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Mengapa Universitas di
Banjarmasin Disebut Lambung Mangkurat?
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.