Sejarah

Sejarah Kalimantan (45): Sejarah Murung Raya di Jantung Pulau Kalimantan; Dayak Ot Danum, Siang Murung dan Orang Ot




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Tengah di blog ini Klik Disini

Pada
masa ini Kabupaten Murung Raya (provinsi Kalimantan Tengah) termasuk salah satu
kabupaten di pedalaman jantung pulau Kalimantan. Kekhususan kabupaten Murung
Raya karena sumber air terjauh dari tiga sungai besar di pulau Borneo (Kapuas,
Barito dan Mahakam). Di wilayah jantung ini sejak jaman kuno telah berdiam penduduk
asli Borneo yang terbilang masih relatif murni (bahkan ini hari).

Pada peta-peta lebih awal, beberapa wilayah di
pulau Borneo diidentifikasi sebagai wilayah (penduduk) Dayak seperti Poenan,
Katingan, Ot Danum, Siang Moerong dan sebagainya, Namun nama-nama itu lambat
laun dihapus dengan nama baru. Di satu sisi wilayah pedalaman Borneo masih
dominan penduduk Dayak, namun seiring dengan semaraknya perdagangan dari pantai
ke pedalaman nama-nama Dayak dihilangkan. Demikian juga nama-nama sungai
sebagai penanda jalur navigasi diubah seperti sungai Laue atau Melawi menjadi
sungai Kapuas, sungai Poenan menjadi sungai Koetai lalu sungai Mahakam; dan
sungai Doesoen menjadi sungai Bandjarmasin kemudian menjadi sungai Barito.
Namun bargaining position penduduk Dayak (penduduk asli) yang lemah di era
Belanda (VOC dan Pemerintah Hindia Belanda) nama-nama yang sudah eksis dari
jaman kuno harus terkubur. Hal ini berbeda dengan di Jawa seperti sungai
Tjisadane vs sungai Tangerang, sungai Tkiliwong ve sungai Jacatra, sungai
Tjilengsi vs sungai Bekasi dan sungai Tjitaroem vs sungai Karawang.

Lantas
apa pentingnya sejarah kabupaten Murung Raya? Itu tadi, wilayah ini di jaman
kuno tempat dimana berada penduduk asli, seperti halnya penduduk asli Borneo di
kabupaten Kapuas Hulu (Kalimantan Barat) dan di kabupaten Mahakam Ulu
(Kalimantan Timur). Lalu bagaimana sejarah kabupaten Murung Raya? Seperti kata
ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Dayak Ot Danum, Siang Murung
dan Orang Ot

Dengan
memperhatikan peta satelit, kabupaten Murung Raya tidak hanya bisa diakses
melalui sungai Barito dari Banjarmasing (ibu kota provinsi Kalimantan Selatan)
tetapi juga bisa diakses melalui jalan darat dari Samarinda di muara sungai
Mahakam (ibu kota provinsi Kalimantan Timur). Akan tetapi kabupaten Murung Raya
yang masuk wilayah provinsi Kalimantan Tengah tidak bisa diakses dari Palangkaraya
(ibu kota provinsi). Apakah karena itu penduduk menyebut nama kabupaten mereka
sebagai Murung Raya, murung melihat Palangka Raya? Tentu saja tidak. Nama
Murung sudah ada sejak jaan kuno, jauh sebelum Palangkaraya didirikan tahun
1957. Sekarang orang di kabupaten Murung Raya tidak perlu murung lagi: Lihatlah
ibu kota Republik Indonesia (Jakarta Baru).

Pada awal Republik Indonesia jalur darat
dirintis untuk menghubungkan empat kota ibu kota provinsi di pulau Kalimantan:
Samarinda, Banjarmasin, Palangkaraya dan Pontianak. Namun jalan Trans-Kalimantan
ini dibangun seakan menjadi simpul kota-kota yang dekat pantai. Jauh di masa
lampau pada era Pemerintah Hindia Belanda sudah terbentuk jalur darat dari
Samarinda hingga ke Muara Teweh. Jalur darat ini terbentuk tidak sengaja.
Awalnya adalah jalur militer dari Koetai-Samarinda hingga ke Moeara Teweh untuk
menjepit pengikut Pangeran Antasari yang bergerak (bergeser dari Bandjarmasin)
ke pedalaman Borneo dalam Perang Banjar (1859-1864). Dari Muara Teweh pada masa
kini jalur darat diperluas hingga ke Puruk Cahu (ibu kota kabupaten Murung Raya,
Kalimantan Tengah). Jalan darat inilah kelak yang menjadi terangkat sebagai
jalur trans-Kalimantan yang baru menuju ibu kota Republik Indonesia (Jakarta
Baru).

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Dari Doesoenlanden Hingga
Murung Raya

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top