Sejarah

Sejarah Kalimantan (59): SingkAwang, Kota Kuno Hermata di Pantai Barat Pulau Borneo Nama SingkUwang di Pantai Barat Sumatra




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini
 

Kota
Singkawang adalah satu dari dua status Kota di provinsi Kalimantan Barat. Kota
ini bera di utara khatulistiwa (utara Kota Pontianak). Kota ini dapat dikatakan
yang bersifat mix population (beragam etnik dan beragam agama). Sebelum
terbentuk Sambas, Singkawang sudah ada dengan nama yang disebut orangPortugis
sebagai Hermata. Kota Singkawang dalam hal ini dapat dikatan kota kuno.

Kota Singkawang berjarak 145 km di sebelah
utara Kota Pontianak. Kota Singkawang mendapat status Kota Singkawang awalnya (pada
era Republik Indonesia) adalah ibu kota kabupaten Sambas. Pada tahun 1981 kota
Singkawang dan kota Padang Sidempuan (ibu kota Tapanuli Selatan) dijadikan
sebagai kota adnministratif. Pada tahun 1999 kabupaten Singkawang dimekarkan
dengan membentuk kabupaten Bengkayang. Kabupaten baru (tetap) beribukota di
Singkawang, sedangkan ibu kota kabupaten induk (kabupaten Sambas) dipindahkan
ke kota Sambas. Pada tahun 2001 kota Singkawang ditingkatkan menjadi Kota. Ibu
kota kabupaten Bengkayang di Bengkayang (ke arah pedalaman Singkwang).

Lantas
bagaimana sejarah Singkawang
? Kota Singkawang terkesan kota kembar (sister city)
dengan Kota Padang Sidempuan (ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan). Dua kota
ini mendapat status Kota pada tahun 2001. Tentu saja tidak hanya itu, di kabupaten Tapanuli Selatan
terdapat nama kota pantai yang dikenal sejak dulu dengan nama Singkuwang (hanya
beda satu huruf u). Lantas apakah ada kaitannya antara Singkawang dan
Singkuwang
? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Singkawang di Pantai Barat
Borneo dan Singkuwang di Pantai Barat Sumatra

Sambas
sudah ada sejak lama. Menurut satu sumber pada tahun 1407 sudah ada komunitas
Islam di Sambas, komunitas Islam yang berasal dari Tiongkok. Komunitas ini
menjadi penting ketika Laksamana Haji Sam Po Bo menjadi Gubernur di Nang King
pada era Dinasti Ming (1368-1645). Laksamana Haji Sam Po Bo kemudian menjadi Gubernur
di Nan Yang (Asia Tenggara) menjadikan nama Sambas juga penting. Pada era
inilah awal pengembangan Islam di Jawa (setelah berakhirnya Madjapahit).
Singkat kata: Sambas bukanlah kota baru, tetapi terbilang kota kuno. Haji Sam
Po Bo juga dikenal sebagai Cheng Ho.

Pada era Hindoe di pulau Kalimantan sudah
terbentuk dua kerajaan yakni Nagara dan Koti. Kerajaan Nagara diduga berada di
pantai selatan dan kerajaan Koti di pantai timur (Koetai). Pada tahun 1299
didirikan Kesultanan Aroe di sungai Baroemoen (Padang Lawas, Tapanuli Selatan).
Kesultanan Aroe memiliki hubungan yang baik pada era Dinasti Ming (1368-1645).
Pada 1336-1361 Kesultanan Aroe di Sumatra (Islam) memiliki armada laut di bawah
komando Hang Tuah dan Hang Lekir yang head to head dengan Gajah Mada dari
Madjapahit di Jawa (Hindoe).

Tidak
diketahui secara pasti apakah penyebaran agama Islam ke pantai selatan atau
pantai timur Kalimantan berasal dari Jawa atau dari pantai barat Kalimantan.Sebelum
pengaruh Islam dari Tiongkok, agama Islam di Sumatra bagian utara dan Malaka
sudah lebih dulu berkembang (dari Jazirah Arab) yang awalnya berpusat di Baroes
(Tapanuli).

Dalam laporan Tiongkok disebutkan ada
ekspedisi Tiongkok ke negeri-negeri di Samudera Barat dibawah pimpinan
Laksamana Cheng Ho. Samudra Barat adalah lautan Hindia (pantai barat Sumatra). Eskpedisi
ini jauh dari motif penaklukan, melainkan untuk tujuan hubungan politik
internasional Tiongkok. Ekspedisi Cheng Ho ini sendiri dilakukan tujuh kali
antara tahun 1405-1433) yang meliputi 20 tempat penting. Dalam laporan Ma Huan
yang mengikuti ekspedisi Cheng Ho berjudul Ying Ya Sheng Lan (ditulis 1451)
disebutkan bahwa Kesultanan Aru dan Kesultanan Lamuri (cikal bakal Kesultanan
Aceh), raja dan semua penduduknya beragama Islam. Masih dalam laporan Tiongkok
disebutkan lokasi Kerajaan Aru ini berada di muara sungai air tawar (fresh
water estuary). Karakteristik sungai ini hanya sesuai dengan muara sungai
Baroemoen.

Dalam
tujuh kali ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) yang meliputi 20 tempat penting
diduga salah satunya adalah pelabuhan yang menghasilkan banyak kayu dan emas di
pantai barat Sumatra di selatan Baros. Pelabuhan ini diduga kuat pelabuhan yang
kemudian dikenal dengan nama Singkuang (kini di Tapanuli Selatan). Pada saat
ini jika memperhatikan peta satelit, kota Singkuang (kabupaten Tapanuli Selatan)
dan kota Singkawang (kabupaten Sambas) entah kebetulan berada pada garis
lintang utara yang sama.

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Singkawang: Era VOC hingga Era
Pemerintah Hindia Belanda

Nama
Sambas sudah lama ada, Lalu bagaimana dengan nama Singkawang (dan tentu saja
Singkuang). Pada peta-peta Portugis nama kerajaan penting di pantai barat
Borneo diidentifikasi adalah Hermata (lihat Peta 1601). Tidak ada nama Sambas.

Nama Hermata diduga adalah nama Singkawang
versi Portugis. Kerajaan ini berada di pantai barat Borneo. Kerajaan Hermata
ini kira-kira setara dengan kerajaan Taniampoera (Tandjongpoera di pantai
selatan pulau Borneo) dan kerajaabn Broenai di pantai utara. Orang-orang
Portugis mengunjungi Boernai pada tahun 1524 yang sejak itu orang Portugis
menyebut nama pulau dengan pulau Borneo (dari Boernai).

Satu
abad kemudian di pantai barat Borneo dua diantara kerajaan yang eksis adalah
kerajaan Hermata dan kerajaan Sambas (lihat Peta 1724). Lokasi kerajaan Sambas
telah berpindah lebih ke pedalaman jika dibandingkan sebelumnya. Besar dugaan sebelumnya
kerajaan Hermata promosi sementara kerajaan Sambas degradasi (Oud Sambas) yang
kemudian relokasi ke tempat yang baru (Nieuw Sambas) yang kembali setara dengan
kerajaan Hermata.

Pada Peta 1724 kerajaan Sambas (lama dan baru)
berada di sungai Sambas. Kerajaan Hermata berada tepat di pantai. Kerajaan
Hermata diduga adalah pusat perdagangan yang menghubungkan berbagai tempat
termasuk dengan kerajaan Sambas di pedalaman. Tentu saja masih ada pertanyaan
yang tersisa. Apakah kerajaan Sambas sebelummnya berada di tempat dimana
terbentuk kerajaan Hermata, Lalu kerajaan Hermata mengalahkan kerajaan Sambas
dan kemudian kerajaan Sambas relokasi lebih ke pedalaman.

Pasang
surut kerajaan-kerajaan dalam kurun waktu lama. Surut atau pasang karena faktor
perdagangan atau karena menang atau kalah dalam perang. Pengaruh asing (sebut
misalnya Eropa-Portugis) dapat menyebabkan terjadinya kerajaan mengalami pasang
surut apakah karena hubungan koperatif atau non koperatif.

Tunggu
deskripsi lengkapny
a

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Sejarah

Sejarah Kalimantan (59): SingkAwang, Kota Kuno Hermata di Pantai Barat Pulau Borneo Nama SingkUwang di Pantai Barat Sumatra




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Barat di blog ini Klik Disini
 

Kota
Singkawang adalah satu dari dua status Kota di provinsi Kalimantan Barat. Kota
ini bera di utara khatulistiwa (utara Kota Pontianak). Kota ini dapat dikatakan
yang bersifat mix population (beragam etnik dan beragam agama). Sebelum
terbentuk Sambas, Singkawang sudah ada dengan nama yang disebut orangPortugis
sebagai Hermata. Kota Singkawang dalam hal ini dapat dikatan kota kuno.

Kota Singkawang berjarak 145 km di sebelah
utara Kota Pontianak. Kota Singkawang mendapat status Kota Singkawang awalnya (pada
era Republik Indonesia) adalah ibu kota kabupaten Sambas. Pada tahun 1981 kota
Singkawang dan kota Padang Sidempuan (ibu kota Tapanuli Selatan) dijadikan
sebagai kota adnministratif. Pada tahun 1999 kabupaten Singkawang dimekarkan
dengan membentuk kabupaten Bengkayang. Kabupaten baru (tetap) beribukota di
Singkawang, sedangkan ibu kota kabupaten induk (kabupaten Sambas) dipindahkan
ke kota Sambas. Pada tahun 2001 kota Singkawang ditingkatkan menjadi Kota. Ibu
kota kabupaten Bengkayang di Bengkayang (ke arah pedalaman Singkwang).

Lantas
bagaimana sejarah Singkawang
? Kota Singkawang terkesan kota kembar (sister city)
dengan Kota Padang Sidempuan (ibu kota kabupaten Tapanuli Selatan). Dua kota
ini mendapat status Kota pada tahun 2001. Tentu saja tidak hanya itu, di kabupaten Tapanuli Selatan
terdapat nama kota pantai yang dikenal sejak dulu dengan nama Singkuwang (hanya
beda satu huruf u). Lantas apakah ada kaitannya antara Singkawang dan
Singkuwang
? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Singkawang di Pantai Barat
Borneo dan Singkuwang di Pantai Barat Sumatra

Sambas
sudah ada sejak lama. Menurut satu sumber pada tahun 1407 sudah ada komunitas
Islam di Sambas, komunitas Islam yang berasal dari Tiongkok. Komunitas ini
menjadi penting ketika Laksamana Haji Sam Po Bo menjadi Gubernur di Nang King
pada era Dinasti Ming (1368-1645). Laksamana Haji Sam Po Bo kemudian menjadi Gubernur
di Nan Yang (Asia Tenggara) menjadikan nama Sambas juga penting. Pada era
inilah awal pengembangan Islam di Jawa (setelah berakhirnya Madjapahit).
Singkat kata: Sambas bukanlah kota baru, tetapi terbilang kota kuno. Haji Sam
Po Bo juga dikenal sebagai Cheng Ho.

Pada era Hindoe di pulau Kalimantan sudah
terbentuk dua kerajaan yakni Nagara dan Koti. Kerajaan Nagara diduga berada di
pantai selatan dan kerajaan Koti di pantai timur (Koetai). Pada tahun 1299
didirikan Kesultanan Aroe di sungai Baroemoen (Padang Lawas, Tapanuli Selatan).
Kesultanan Aroe memiliki hubungan yang baik pada era Dinasti Ming (1368-1645).
Pada 1336-1361 Kesultanan Aroe di Sumatra (Islam) memiliki armada laut di bawah
komando Hang Tuah dan Hang Lekir yang head to head dengan Gajah Mada dari
Madjapahit di Jawa (Hindoe).

Tidak
diketahui secara pasti apakah penyebaran agama Islam ke pantai selatan atau
pantai timur Kalimantan berasal dari Jawa atau dari pantai barat Kalimantan.Sebelum
pengaruh Islam dari Tiongkok, agama Islam di Sumatra bagian utara dan Malaka
sudah lebih dulu berkembang (dari Jazirah Arab) yang awalnya berpusat di Baroes
(Tapanuli).

Dalam laporan Tiongkok disebutkan ada
ekspedisi Tiongkok ke negeri-negeri di Samudera Barat dibawah pimpinan
Laksamana Cheng Ho. Samudra Barat adalah lautan Hindia (pantai barat Sumatra). Eskpedisi
ini jauh dari motif penaklukan, melainkan untuk tujuan hubungan politik
internasional Tiongkok. Ekspedisi Cheng Ho ini sendiri dilakukan tujuh kali
antara tahun 1405-1433) yang meliputi 20 tempat penting. Dalam laporan Ma Huan
yang mengikuti ekspedisi Cheng Ho berjudul Ying Ya Sheng Lan (ditulis 1451)
disebutkan bahwa Kesultanan Aru dan Kesultanan Lamuri (cikal bakal Kesultanan
Aceh), raja dan semua penduduknya beragama Islam. Masih dalam laporan Tiongkok
disebutkan lokasi Kerajaan Aru ini berada di muara sungai air tawar (fresh
water estuary). Karakteristik sungai ini hanya sesuai dengan muara sungai
Baroemoen.

Dalam
tujuh kali ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) yang meliputi 20 tempat penting
diduga salah satunya adalah pelabuhan yang menghasilkan banyak kayu dan emas di
pantai barat Sumatra di selatan Baros. Pelabuhan ini diduga kuat pelabuhan yang
kemudian dikenal dengan nama Singkuang (kini di Tapanuli Selatan). Pada saat
ini jika memperhatikan peta satelit, kota Singkuang (kabupaten Tapanuli Selatan)
dan kota Singkawang (kabupaten Sambas) entah kebetulan berada pada garis
lintang utara yang sama.

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Singkawang: Era VOC hingga Era
Pemerintah Hindia Belanda

Nama
Sambas sudah lama ada, Lalu bagaimana dengan nama Singkawang (dan tentu saja
Singkuang). Pada peta-peta Portugis nama kerajaan penting di pantai barat
Borneo diidentifikasi adalah Hermata (lihat Peta 1601). Tidak ada nama Sambas.

Nama Hermata diduga adalah nama Singkawang
versi Portugis. Kerajaan ini berada di pantai barat Borneo. Kerajaan Hermata
ini kira-kira setara dengan kerajaan Taniampoera (Tandjongpoera di pantai
selatan pulau Borneo) dan kerajaabn Broenai di pantai utara. Orang-orang
Portugis mengunjungi Boernai pada tahun 1524 yang sejak itu orang Portugis
menyebut nama pulau dengan pulau Borneo (dari Boernai).

Satu
abad kemudian di pantai barat Borneo dua diantara kerajaan yang eksis adalah
kerajaan Hermata dan kerajaan Sambas (lihat Peta 1724). Lokasi kerajaan Sambas
telah berpindah lebih ke pedalaman jika dibandingkan sebelumnya. Besar dugaan sebelumnya
kerajaan Hermata promosi sementara kerajaan Sambas degradasi (Oud Sambas) yang
kemudian relokasi ke tempat yang baru (Nieuw Sambas) yang kembali setara dengan
kerajaan Hermata.

Pada Peta 1724 kerajaan Sambas (lama dan baru)
berada di sungai Sambas. Kerajaan Hermata berada tepat di pantai. Kerajaan
Hermata diduga adalah pusat perdagangan yang menghubungkan berbagai tempat
termasuk dengan kerajaan Sambas di pedalaman. Tentu saja masih ada pertanyaan
yang tersisa. Apakah kerajaan Sambas sebelummnya berada di tempat dimana
terbentuk kerajaan Hermata, Lalu kerajaan Hermata mengalahkan kerajaan Sambas
dan kemudian kerajaan Sambas relokasi lebih ke pedalaman.

Pasang
surut kerajaan-kerajaan dalam kurun waktu lama. Surut atau pasang karena faktor
perdagangan atau karena menang atau kalah dalam perang. Pengaruh asing (sebut
misalnya Eropa-Portugis) dapat menyebabkan terjadinya kerajaan mengalami pasang
surut apakah karena hubungan koperatif atau non koperatif.

Tunggu
deskripsi lengkapny
a

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top