Sejarah

Sejarah Kalimantan (61): Sejarah Kesehatan dan Dokter di Kalimantan; Lulusan Pertama Docter Djawa School di Weltevreden, 1855




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini
 

Kapan
introduksi dokter di Kalimantan untuk pengembangan kesehatan masyarakat.
Pertanyaan ini haruslah dikaitkan dengan keberadaan sekolah kedokteran untuk
pribumi yang disebut Docter Djawa School. Dokter Eropa untuk orang
Eropa-Belanda dan dokter pribumi untuk penduduk pribumi. Lulusan Docter Djawa
School inilah yang menjadi ujung tombak pengembangan kesehatan yang sebenarnya
di Hindia Belanda.

Sekolah kedokteran pribumi yang disebut Docter
Djawa School didirikan pada tahun 1851 di Weltevreden (Batavia). Upaya ini
dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam dua hal. Pertama untuk membantu
pemberantasan epidemik di berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil yang
dapat menjangkiti orang Eropa. Kedua untuk membantu militer baik dalam damai
maupun dalam perang. Dalam struktur pasukan militer Pemerintah Hindia Belanda
terdapat dalam jumlah besar pasukan pribumi penduduk militer Pemerintah Hindia
Belanda. Oleh karena itu dokter-dokter pribumi yang disiapkan ada juga yang
disertakan dalam perang. Sekolah Docter Djawa School ini dikelola oleh Militer
Hindia Belanda yang penyelenggaraannya diadakan di rumah sakit militer Weltevreden
(kini RSPAD).

Lantas
bagaimana sejarah dokter dan pengembangan kesehatan penduduk di pulau
Kalimantan
? Yang jelas, tidak lama setelah Docter Djawa
School meluluskan dokter pertama, terjadi perang di Bandjarmasin yang dipimpin
oleh Pangeran Antasari. Lulusan Docter Djawa School yang dikirim ke tempat
epidemik, beberapa orang disertakan dalam perang. Lalu bagaimana itu semua
bermula
? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Docter Djawa School dan Perang
Banjar (1859-1864)

Setelah
beberapa dekade Pemerintah Hindia Belanda menata cabang-vabang pemerintahan di
berbagai pulau, termasuk di pulau Kalimantan, pemerintah mulai mengintroduksi
guru dan dokter untuk mendukung pengembangan infrastruktur dan pembangunan
pertanian. Program ini tentu normal dalam suatu pemerintahan. Pertanian mendukung
perekonomian, infrastruktur, mendukung pertanian dan perekonomian. Penduduk
yang lebih sehat akan lebih produktif dan penduduk yang memiliki pengetahuan
literasi (aksara Latin) akan memudahkan pemerintah mengkomunikasikan
pembangunan. Untuk mengintroduksi dokter ini pemerintah menginisiasi pendirian
sekolah kedokteran di Weltevreden.

Proposal pengajuan ini dilakukan oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1846. Namun baru pada akhir tahun 1849 proposal
itu diterima dan dikeluarkan berslit No. 22 tanggal 2 Januari 1849 (lihat Arnhemsche
courant, 19-02-1852). Disebutkan anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah
sebasar f5.400 per tahun. Dalam beslit ini juga ditetapkan antara lain: ‘bahwa
sekitar tiga puluh pemuda penduduk Jawa, di rumah sakit militer negara, akan
diberi kesempatan untuk melatih diri mereka secara gratis untuk profesi medis
dan vaksin penduduk pribumi; Untuk memenuhi tujuan ini lebih disukai memenuhi
syarat, orang-orang muda dari keluarga Jawa yang baik yang dapat membaca dan
menulis bahasa Melayu dan lebih disukai juga bahasa Jawa, memiliki
kecenderungan yang baik dan memiliki keinginan untuk dididik dan setelah empat
tahun bersedia untuk ditempatkan sebagai pemberi vaksinasi, setelah melatih
diri mereka sendiri sebanyak mungkin untuk memberikan bantuan medis kepada
populasi di daerah terpencil dan dari mana mereka berasal. Lalu pada tahun 1850
dikeluarkan beslit 12 Juni 1850 untuk penyelenggaraan sekolah kebidanan untuk
perempuan pribumi yang ditempatkan di belakang rumah sakit militer di
Weltevreden (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en
advertentieblad, 01-11-1852). Program ini tidak disebutkan berapa tahun.

Untuk
memulai program sekolah kedokteran ini dilakukan persiapan dan rekrutmen yang
penyelenggaraannya dimulai pada tahun 1851 di rumah sakit militer di
Weltevreden. Kawasan ini sudah beberapa dekade didirikan sekolah dasar Eropa,
sekolah militer dan sekolah-sekolah lain untuk orang Eropa. Di kawasan ini
(bahkan di Batavia dan Weltevreden) belum ada sekolah dasar untuk pribumi.
Sekolah kedokteran pribumi ini adalah sekolah pribumi pertama di Weltevreden. Dalam
perkembangan sekolah kedokteran ini mulai menerima dari luar Jawa yang pertama
yakni dari Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli.

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-,
handels-, nieuws-en advertentieblad, 18-01-1855: ‘Batavia,  25 November 1854. Satu permintaan oleh kepala
(pemimpin) Mandailing (Bataklanden) dan didukung oleh Gubernur Sumatra’s
Westkust, beberapa bulan yang lalu, ditetapkan oleh pemerintah, bahwa kedua
anak kepala suku asli terkemuka [di afdeeling Mandailing Angkola], yang telah
menerima pendidikan dasar dibawa untuk akun negara ke Batavia dan akan
mengikuti pendidikan kedokteran, bedah dan kebidanan. Para pemuda yang disebut bernama
Si Asta dan Si Angan di rumah sakit militer di sana (di Batavia), dua murid ini
baru saja tiba melalui pelabuhan Padang disini, dan akan disertakan di
pelatihan perguruan tinggi (kweekschool) dokter pribumi’.

Pada
bulan Desember 1855 diberitakan bahwa di sekolah kebidanan perempuan pribumi
dan sekolah kedokteran untuk pribumi di Weltevreden lulus ujian (lihat De
Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad,
06-02-1856). Para bidan dan dokter pribumi besar dugaan adalah lulusan yang
pertama. Ini adalah era baru bagi penduduk pribumi dalam dunia kesehatan
modern. Catatan: sekolah guru pertama (kweekschool) yang dibuka di Soeracarta
tahun 1850 telah menghasilkan lulusan. Sekolah guru ini programnya tiga tahun.

De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en
commercieel nieuws- en advertentieblad, 06-02-1856: ‘Pada tanggal 17 Desember
1855, lima wanita Jawa ujian kebidanan, yang dilatih di rumah sakit militer di
Weltevreden. Mereka adalah: Rombon dari Pattie (Japnra), Maniesem (Banjoemaas),
Rnbinah dan Mardipah (Pekalongan) dan Ritna (Tjiamis, Cherihon). Semua
menunjukkan tanda-tanda keterampilan yang cukup untuk diterima di praktik
kebidanan. Semuanya pada tanggal 12 ini, kembali ke rumah mereka untuk
mempraktikkan profesinya. Pada tanggal 21 Desember 1855, delapan siswa pertama dari
Jawa mengikuti ujian sekolah kedokteran di rumah sakit militer di Weltevreden
sebagai dokter djawa. Mereka adalah: Mas Soedjono dari Japara. Radhen Lanang (Soerakarta).
Mas Kartodrono (Tagal), Hadjo-dhi-Kromo (Bagelen), Wiro Widjoijo (Bagelen), Prawiro
Sentono, (Kedirie) Kamiso (Kediri), Mas Soero-dhi-Kromo (Rembang). Nama yang disebut
pertama memberikan banyak dalam penelitian dan yang lainnya menunjukkan bukti
keahlian yang cukup. Nama yang disebut terakhir meninggal di rumah sakit pada
tanggal 13 tahun ini. Para peserta ujian sudah kembali ke tempat lahir mereka.

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Pengembangan Kesehatan di
Kalimantan

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Sejarah

Sejarah Kalimantan (61): Sejarah Kesehatan dan Dokter di Kalimantan; Lulusan Pertama Docter Djawa School di Weltevreden, 1855




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Selatan di blog ini Klik Disini
 

Kapan
introduksi dokter di Kalimantan untuk pengembangan kesehatan masyarakat.
Pertanyaan ini haruslah dikaitkan dengan keberadaan sekolah kedokteran untuk
pribumi yang disebut Docter Djawa School. Dokter Eropa untuk orang
Eropa-Belanda dan dokter pribumi untuk penduduk pribumi. Lulusan Docter Djawa
School inilah yang menjadi ujung tombak pengembangan kesehatan yang sebenarnya
di Hindia Belanda.

Sekolah kedokteran pribumi yang disebut Docter
Djawa School didirikan pada tahun 1851 di Weltevreden (Batavia). Upaya ini
dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dalam dua hal. Pertama untuk membantu
pemberantasan epidemik di berbagai daerah, termasuk wilayah terpencil yang
dapat menjangkiti orang Eropa. Kedua untuk membantu militer baik dalam damai
maupun dalam perang. Dalam struktur pasukan militer Pemerintah Hindia Belanda
terdapat dalam jumlah besar pasukan pribumi penduduk militer Pemerintah Hindia
Belanda. Oleh karena itu dokter-dokter pribumi yang disiapkan ada juga yang
disertakan dalam perang. Sekolah Docter Djawa School ini dikelola oleh Militer
Hindia Belanda yang penyelenggaraannya diadakan di rumah sakit militer Weltevreden
(kini RSPAD).

Lantas
bagaimana sejarah dokter dan pengembangan kesehatan penduduk di pulau
Kalimantan
? Yang jelas, tidak lama setelah Docter Djawa
School meluluskan dokter pertama, terjadi perang di Bandjarmasin yang dipimpin
oleh Pangeran Antasari. Lulusan Docter Djawa School yang dikirim ke tempat
epidemik, beberapa orang disertakan dalam perang. Lalu bagaimana itu semua
bermula
? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Docter Djawa School dan Perang
Banjar (1859-1864)

Setelah
beberapa dekade Pemerintah Hindia Belanda menata cabang-vabang pemerintahan di
berbagai pulau, termasuk di pulau Kalimantan, pemerintah mulai mengintroduksi
guru dan dokter untuk mendukung pengembangan infrastruktur dan pembangunan
pertanian. Program ini tentu normal dalam suatu pemerintahan. Pertanian mendukung
perekonomian, infrastruktur, mendukung pertanian dan perekonomian. Penduduk
yang lebih sehat akan lebih produktif dan penduduk yang memiliki pengetahuan
literasi (aksara Latin) akan memudahkan pemerintah mengkomunikasikan
pembangunan. Untuk mengintroduksi dokter ini pemerintah menginisiasi pendirian
sekolah kedokteran di Weltevreden.

Proposal pengajuan ini dilakukan oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1846. Namun baru pada akhir tahun 1849 proposal
itu diterima dan dikeluarkan berslit No. 22 tanggal 2 Januari 1849 (lihat Arnhemsche
courant, 19-02-1852). Disebutkan anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah
sebasar f5.400 per tahun. Dalam beslit ini juga ditetapkan antara lain: ‘bahwa
sekitar tiga puluh pemuda penduduk Jawa, di rumah sakit militer negara, akan
diberi kesempatan untuk melatih diri mereka secara gratis untuk profesi medis
dan vaksin penduduk pribumi; Untuk memenuhi tujuan ini lebih disukai memenuhi
syarat, orang-orang muda dari keluarga Jawa yang baik yang dapat membaca dan
menulis bahasa Melayu dan lebih disukai juga bahasa Jawa, memiliki
kecenderungan yang baik dan memiliki keinginan untuk dididik dan setelah empat
tahun bersedia untuk ditempatkan sebagai pemberi vaksinasi, setelah melatih
diri mereka sendiri sebanyak mungkin untuk memberikan bantuan medis kepada
populasi di daerah terpencil dan dari mana mereka berasal. Lalu pada tahun 1850
dikeluarkan beslit 12 Juni 1850 untuk penyelenggaraan sekolah kebidanan untuk
perempuan pribumi yang ditempatkan di belakang rumah sakit militer di
Weltevreden (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en
advertentieblad, 01-11-1852). Program ini tidak disebutkan berapa tahun.

Untuk
memulai program sekolah kedokteran ini dilakukan persiapan dan rekrutmen yang
penyelenggaraannya dimulai pada tahun 1851 di rumah sakit militer di
Weltevreden. Kawasan ini sudah beberapa dekade didirikan sekolah dasar Eropa,
sekolah militer dan sekolah-sekolah lain untuk orang Eropa. Di kawasan ini
(bahkan di Batavia dan Weltevreden) belum ada sekolah dasar untuk pribumi.
Sekolah kedokteran pribumi ini adalah sekolah pribumi pertama di Weltevreden. Dalam
perkembangan sekolah kedokteran ini mulai menerima dari luar Jawa yang pertama
yakni dari Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli.

Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-,
handels-, nieuws-en advertentieblad, 18-01-1855: ‘Batavia,  25 November 1854. Satu permintaan oleh kepala
(pemimpin) Mandailing (Bataklanden) dan didukung oleh Gubernur Sumatra’s
Westkust, beberapa bulan yang lalu, ditetapkan oleh pemerintah, bahwa kedua
anak kepala suku asli terkemuka [di afdeeling Mandailing Angkola], yang telah
menerima pendidikan dasar dibawa untuk akun negara ke Batavia dan akan
mengikuti pendidikan kedokteran, bedah dan kebidanan. Para pemuda yang disebut bernama
Si Asta dan Si Angan di rumah sakit militer di sana (di Batavia), dua murid ini
baru saja tiba melalui pelabuhan Padang disini, dan akan disertakan di
pelatihan perguruan tinggi (kweekschool) dokter pribumi’.

Pada
bulan Desember 1855 diberitakan bahwa di sekolah kebidanan perempuan pribumi
dan sekolah kedokteran untuk pribumi di Weltevreden lulus ujian (lihat De
Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad,
06-02-1856). Para bidan dan dokter pribumi besar dugaan adalah lulusan yang
pertama. Ini adalah era baru bagi penduduk pribumi dalam dunia kesehatan
modern. Catatan: sekolah guru pertama (kweekschool) yang dibuka di Soeracarta
tahun 1850 telah menghasilkan lulusan. Sekolah guru ini programnya tiga tahun.

De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en
commercieel nieuws- en advertentieblad, 06-02-1856: ‘Pada tanggal 17 Desember
1855, lima wanita Jawa ujian kebidanan, yang dilatih di rumah sakit militer di
Weltevreden. Mereka adalah: Rombon dari Pattie (Japnra), Maniesem (Banjoemaas),
Rnbinah dan Mardipah (Pekalongan) dan Ritna (Tjiamis, Cherihon). Semua
menunjukkan tanda-tanda keterampilan yang cukup untuk diterima di praktik
kebidanan. Semuanya pada tanggal 12 ini, kembali ke rumah mereka untuk
mempraktikkan profesinya. Pada tanggal 21 Desember 1855, delapan siswa pertama dari
Jawa mengikuti ujian sekolah kedokteran di rumah sakit militer di Weltevreden
sebagai dokter djawa. Mereka adalah: Mas Soedjono dari Japara. Radhen Lanang (Soerakarta).
Mas Kartodrono (Tagal), Hadjo-dhi-Kromo (Bagelen), Wiro Widjoijo (Bagelen), Prawiro
Sentono, (Kedirie) Kamiso (Kediri), Mas Soero-dhi-Kromo (Rembang). Nama yang disebut
pertama memberikan banyak dalam penelitian dan yang lainnya menunjukkan bukti
keahlian yang cukup. Nama yang disebut terakhir meninggal di rumah sakit pada
tanggal 13 tahun ini. Para peserta ujian sudah kembali ke tempat lahir mereka.

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Pengembangan Kesehatan di
Kalimantan

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top