*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Kalimantan Timur di blog ini Klik Disini
Hingga
kini memang belum pernah ditemukan candi di provinsi Kalimantan Timur. Ada apa
atau mengapa. Sebab candi ditemukan di Kalimantan Selatan dan Kalimanta Barat.
Tidak hanya di Kalimantan Timur, di Borneo Utara (wilayah Brunai dan Malaysia)
juga tidak ditemukan adanya candi. Namun, di provinsi Kalimantan Timur justru
ditemukan prasasti dari zaman kuno, bahkan dianggap tanda-tanda sejarah zaman
kuno tertua di Indonesia, Prasasti-prasati tersebut berada di muara sungai
Kaman (Muara Kaman).

tertua di (wilayah) Indonesia ditemukan di Batujaya, Karawang, Jawa Barat yang
diperkirakan pusat Kerajaan Tarumanegara yang dibangun pada abad ke-4. Lalu
candi tua berikutnya candi Gedong Songo di Semarang, Jawa Tengah yang dibangun
pada abad ke-9. Candi tua lainnya adalah candi Simangambat, Siabu, Tapanuli
Selatan, provinsi Sumatra Utara. Sementara prasasti tertua seperti disebut
prasasti Muara Kaman (prasasti Mulawarman). Prasasti ini juga disebut prasasti
Yupa aksara Pallawa bahasa Sanskerta zaman Hindoe. Prasasti tua lainnya ditemukan
di Cilincing, Jakarta Timur yang dikenal sebagai prasasti Tugu. Prasasti Tugu
diduga terkait dengan keberadaan Kerajaan Tarumanaga (candi Batujaya). Di
Sumatra Utara juga terdapat prasasti tua yakni yang terdapat pada makam kuno
Islam di Barus (665 M). Prasasti tua lainnya di Sumatra, prasasti Kedukan Bukit
yang ditemukan di Palembang bertahun 682 M.
Lantas
bagaimana sejarah prasasti Yupa atau prasasti Muara Kaman atau prasasti
Mulawarman? Seperti disebut di atas, memang tidak selalu ada hubungan antara
keberadaan pasasti dengan benetuk bangunan seperti candi atau makam tua.
Prasasti Mulawarman di Kalimantan sangatlah tua (tertua di Indonesia) tetapi candi-candi
di temukan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat terbilang sangat muda
(jauh lebih tua di Sumatra dan di Jawa). Lalu apakah peradaban tua di Indonesia
bermula di Kalimantan Timur? Nah itu dia. Itulah pertanyaannya. Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Prasasti Mulawaran dan
Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur
Candi
adalah satu hal, sedangkan prasasti hal lain lagi. Candi menubuh (melekat) di
tanah ditemukan candi. Namun prasasti bisa dibuat di satu tempat kemudian dapat
berpindah ke tempat lain. Prasasti dengan wadah (batu) besar sulit dipindahkan
tetapi prasasti yang ukuran relatif kecil mudah dibawa dan ditempatkan di
tempat lain. Seperti halnya candi Padang Roco di hulu sungai Batanghari
candinya dibangun di daerah aliran sungai Batanghari tetapi stupa (arca Amoghapasa)
yang ditemukan dikirim dari Jawa (Singhasari). Kesimpulannya ada peradaban di
hulu sungai Batanghari karena keberadaan candi (dan didukung penemuan arca dan
prasasti). Lantas bagaimana dengan di muara sungai Kaman di Kalimantan Timur?
Sampai sejauh ini di (pulau) Kalimantan hanya
ditemukan candi di Kalimantan Selatan (Amuntai dan Tapin) era Hindoe dan
Kalimantan Barat (Ketapang) era Hindoe Boedha. Tidak ada penemuan candi di
Borneo Utara (Brunai dan Malaysia), demikian juga tidak ada penemuan candi di
pulau-pulau Filipina. Sampai sejauh ini tidak ditemukan candi di (pulau)
Sulawesi.
Prasasti
yang ditemukan di Muara Kaman pada era Hindoe yang beraksara Pallawa dan bahasa
Sanskerta yang diduga berasal dari abad ke-4. Jika digabungkan semua pengaruh
di Kalimantan berasal dari Hindoe Boedha itu berarti arah kehadarian kebudayaan
berasal dario barat (India) seperti halnya penmuan candi dan prasasti di
Sumatra, Semenanjung dan Jawa. Penemuan situs zaman kuno di Muara Kaman
kira-kira sezaman dengan penemuan candi di Batujaaya (Jawa Barat). Dengan kata
lain bahwa perkembangan kebudayaan di dua lokasi ini kira-kira sejaman.
Di Sumatra tidak ada candi dan prasasti setua
yang ditemukan di Kalimantan Timur dan Jawa Barat. Ada penemuan candi di
Semenanjung (Kedah) meski masih diragukan tetapi diperkirakan candi (Boedha)
tersebut berasal dari abad ke-5. Catatan tertua di Sumatra hanya berdasarkan
tulisan Ptolomeus abad ke-2 yang menyatakan pulau Sumatra bagian utara sebagai
penghasil utama kamper (kapur barus). Dalam catatan Eropa kemudian disebutkan
bahwa pelabuhan Barus (pantai barat Sumatra) tempat dimana kamper diekspor.
Semuaa tentang peradaban zaman kuno dilihat dari arah barat (India, Arab dan
Eropa).
Dari
keterangan zaman kuno seperti dirangkum di atas, Sumatra, Semenanjung, Jawa dan
Kalimantan begitu penting dalam konteks peradaban zaman kuno di Indonesia.
Peradaban tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan yang lebih tinggi yakni Boedha
Hindoe (India) melalui navigasi pelayaran perdagangan. Tentulah aspek
perdagangan ini menjadi faktor terpenting mengapa muncul navigasi pelayaran.
Aspek-aspek kebudayaan (plus politik) mengikuti arah navigasi pelayaran. Lantas
mengapa tanda-tanda peradaban kuno (prasasti Muara Kaman) jauh lebih tua dibandingkan
di Jawa bahkan di Sumatra, faktanya prasasti Muara Kaman mengindikasikan
kebudayaan dari arah barat di India (akasara Pallawa dan bahasa Sanskerta).
Prasasti tertua di Sumatra adalah prasasti
Kedukan Bukit yang bertarik 682 M yang ditemukan di Palembang. Namun jika
memperhatikan teks prasasti justru mengindikasikan dua lokasi yang berbeda di
pantai timur Sumatra bagian utara (Binanga) dan Hulu Upang (yang diduga kuat di
pulau Bangka). Dalam hal ini prasasti Sriwijaya pada teks prasasti Kedukan Bukit
yang ditemukan di Palembang mengindikasikan Sriwijaya bermula di Bangka (baru
kemudian Jambi di muara sungai Batanghari dan selanjutnya ke sungai Musi di
Palembang). Kesimpulan ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti Kota Kapur di
Bangka bertarih 686 (Sriwijaya menyerang kerajaan-kerajaan di Jawa).
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Candi di Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Barat: Munculnya Kerajaan-Kerajaan Melayu
Candi-candi
di Kalimantan Selatan disebutkan pengaruh Hindia yang berasal dari Jawa era
Kerajaan Majapahit. Sementara candi Kalimantan Barat sejaman dengan Kalimantan
Selatan tetapi pengaruhnya berasal dari Majapahit dan Sriwijaya. Candi di
Kalimantan Selatan diperkirakan berasal dari abad ke-14, sedangkan candi di
Kalimantan Barat berasal dari abad ke-13 atau abad ke-14. Dalam berbagai
sumber, lepas dari ditemukannya dari prasasti Muara Kaman (bertarih abad ke-4),
disebutkan di Kalimantan Timur di daerah aliran sungai Koetai muncul kerajaan
Kutai Martadipura dan kerajaan Kuta Kertanegara pada abad ke-16.
Ada perbedaan waktu antara tanda-tanda
peradaban pada teks prasasti Muara Kaman (aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta)
abas ke-4 dengan ditemukannya keberadaan kerajaan Kutai (Kertanegara dan
Martadipura) pada abad ke-16. Perbedaan waktu itu sekitar 1,200 tahun.
Candi-candi
di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat (abad ke-14) seakan pendahulu
munculnya keberadaan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur abad ke-16. Kerajaan Banjarmasin baru muncul
pada era Portugis (abad ke-16) demikian juga kerajaan Tandjung Pura atau Sukadana
di Kalimantan Barat pada abad ke-16. Prasasti yang ditemukan di Muara Kaman
yang berasal dari abad ke-4 adalah suatu hal dan keberadaan kerajaan Kutai di
Kalimantan Timur adalah hal lain lagi. Posisi waktu prasasti Muara Kaman dapat
dipastikan tetapi posisi spasialnya menimbulkan pertanyaan. Rentang waktu 1.200
tahun bukanlah waktu yang singkat.
Hingga abad ke-16 (era Portugis) meski
orientasi navigasi perdagangan dunia mengarah ke Maluku tetapi intensitas
perdagangan di Sumatra, Semenanjung dan Jawa tidak berkurang dari era ke era.
Pada era Portugis positioning perdagangan di bagian selatan Kalimantan dan
bagian barat Kalimantan serta bagian utara Boerneo lebih penting dari pada
bagian timur Kalimantan. Demikian juga pada awal era VOC (Belanda). Pada peta-peta
VOC (era awal kehadiran Belanda) hanya mengidentifikasi tiga titik perdagangan
yang penting yakni Bandjarmasin, Soekadana dan Broenai. Perdagangan di muara
sungai Koetai (sungai Mahakam) baru intens pasca Perang Gowa (di bagian selatan
Sulawesi) 1669. Pada era ini, intensitas perdagangan di pantai utara Sulawesi
(Manado) bahkan lebih penting daripada perdagangan di muara sungai Koetai.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.