*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini
Sejarah
zaman kuno kerap bersifat misteri. Itu semua karena minimnya data yang ada.
Semakin tua semakin sulit menemukan data. Sumber data Maluku baru terkoleksi
sejak era Portugis. Meski demikian ada beberapa sumber data yang berasal dari
zaman kuno yang masih eksis seperti prasasti dan candi. Namun sayang, sejauh
ini belum ditemukan prasasti atau bentuk-bentuk peradaban zaman kuno. Satu-satunya
sumber tertulis dari zaman kuno mengenai (kepulauan) Maluku hanya teks
Negarakertagama 1365 M. Di dalam teks tersebut beberapa nama disebut seperti
Ceram dan Muar.

pulau-pulau mulai dari utara pulau Halmahera hingg selatan di pulau Aru. Hal
itulah yang menjadi salah satu faktor mengapa penduduk Maluku sangat beragam.
Meski demikian ada satu ciri yang memiliki kemiripan satu sama lain yakni
bentuk pemerintahan tradisional. Dalam hal ini penduduk Maluku hidup
berkelompok sesuai dengan garis keturunan ayah dan kekerabatan. Kelompok-kelompok
ini menjadi satuan politik membentuk semacam republik desa aristokrasi yang
kini ada dalam bentuk negeri. Di Maluku Tengah dan Maluku Tenggara, kelompok
masyarakat berdasarkan kekerabatan membentuk matarumah/ub yang kini menjadi fam
di pedalaman atau pegunungan. Beberapa matarumah ini membentuk sebuah kampung
kecil atau soa/rahanjam yang akan menyatu dengan soa lainnya membentuk hena
atau aman (kini disebut sebagai negeri lama/ohoiratun). Negeri-negeri lama ini
membentuk uli atau persekutuan negeri. Di Maluku Utara yang menerapkan bentuk
kerajaan, terdapat dua uli, yaitu Uli Lima di bawah Ternate dan Uli Siwa di
bawah Tidore. Sementara itu, di Maluku Tengah, uli disebut sebagai pata;
terdiri dari Pata Lima yang terdiri dari lima negeri dan Pata Siwa yang terdiri
dari sembilan negeri. Di Maluku Tenggara, keduanya disebut berturut-turut
sebagai Lor Lim dan Ur Siu. Meskipun Uli Lima dan Uli Siwa berasal dari Maluku
Utara, pengaruhnya meluas hingga Maluku, misalnya Kerajaan Huamual yang
meliputi Seram Barat dan Buru termasuk dalam Uli Lima. Selain di Maluku Utara,
di Maluku Tengah pernah terdapat beberapa kerajaan kecil seperti Tanah Hitu dan
Iha.
Lantas
bagaimana sejarah zaman kuno di di Kepulauan Maluku? Seperti disebut di atas sumber sejarah zaman kuno
sangatlah minim. Meski demikian sistem pmerintahan yang berhasil didokumentasi
sejak era Portugis diduga sebagai warisan zaman kuno. Dalam hal ini upaya penggalian
sejarah zaman kuno masih diperlukan, karena sejarah zaman kuno adalah pendahulu
sejarah berikutnya (era Portugis). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Zaman Kuno Maluku: Sejak
Kapan?
Seperti
disebut di atas, identifikasi nama tempat di Maluku terdapat pada teks
Negarakertagama 1365. Selain nama Muar dan Ceran dalam teks ini yang
didentifikasi Prof Kern (1919) dalam peta adalah Ambwan yang diduga Ambon, Wandan
yang diduga Banda, Hutankadali yang diduga Buru, Maloko atau Maluku yang diduga
Ternate dan Gurun yang diduga pulau Gorom di kepulauan Gorong di tenggara pulau
Seram. Prof Kern juga menyebut nama Gurun untuk pulau Penida dan nama Muar
untuk nama pekan di pantai barat Semenanjunng Malaka. Hanya nama Ceran dan Wanda
yang tidak diragukan untuk nama-nama tersebut pada masa ini.
Sumber data lainnya yang berasal dari zaman
kuno tentang Maluku adalah prasasti Watu Tunti di Bima pulau Sumbawa. Di pulau
Sumbawa dalam teks Negarakertagama disebut empat nama tempat yakni Bhima,
Dompo, Sanghyang Api dan Sapi di sebelah timur dan Taliwang di sebelah barat.
Sebagai tambahan di timur pulau Sumbawa disebut nama Sumba, Solor dan Timor.
Prasasti Watu Tunti tidak diketahui tarihnya apakah sebelum atau sesuah
Negarakertagama 1365. Pada teks ini teridentifikasi nama Sapalu, nama Hanipuh
dan nama Nira. Saya menginterpretasi tiga nama ini ada di Maluku yakni Saparua
dan Manipa serta Neira. Nama Nira ini terkesan lebih tepat jika dibandingkan
dengan indentifikasi Prof Kern tentang nama Wanda.
Pada
dasarnya sangat umum bahwa nama tempat kemudian dijadikan sebagai nama wilayah
atau nama pulau. Nama pulau Seram awalnya diduga kuat adalah nama tempat di
pulau bersama dengan nama tempat Ambon. Nama Ambon sebagai tempat tetap eksis
(hing ini hari) sedangkan nama Seram sebagai nama tempat (tampaknya perlu
diidentifikasiu dimana). Demikian juga denga nama Maluku dijadikan sebagai nama
wilayah sedangkan nama Ternate di pulau muncul kemudian. Hal serupa dengan nama
tempat Neira yang menjadi bandar (Banda) yang kemudian Banda sendiri dijadikan
sebagai nama wilayah. Satu-satunya yang sedikit diragukan adalah nama tempat
Hutankadali, apakah benar-benar pulau Buru. Lalu bagaimana dengan Muar?

yang mana Prof Kern mengidentifikasi pulau Saparua dan pulau di tenggara pulau
Seram, saya menginterpretasi bahwa di pulau terdapat dua nama tempat yakni
Saparua dan Muar yang mana pada satu masa lebih populer Muar dan pada masa yang
lain adalah Saparua. Nama tempat di pulau tetangganya adalah (pulau) Haruku.
Sedangkan nama Gurun (kini Goram) lebih sesuai jika dibandingkan nama yang sama
juga menyebut pulau Penida (Bali). Sebab pulau Penida baru berkembang sebagai
pemukiman pada era VOC (Belanda). Untuk nama Ambwan yang diidentifikasi Prof
Kern berbeda dengan Maloko (di Ternate), dalamn teks Negarakertagama justru
dinyatakan Ambwan atau Maloko. Saya lebih setuju pada teks itu yang
mengindikasikan tempat yang sama (Ambwan atau Maloko) atau paling tidak dua nama
tempat yang berbeda tetapi berdekatan di pulau. Dengan mengabaikan Maloko
adalah (pulau) Ternate, sesungguhnya pada teks Negarakertagama pada dasarnya hanya
mengenal (sejauh) nama-nama tempat yang saling berdekatan di sekitar pulau
Seram, yakni Ceran sendiri, Ambwan, Maloko, Muar, Wandan dan Gurun. Yang masih
menjadi pertanyaan adalah nama yang disebut dalam Negarakertagama sebagai
Wwanin dan Seran. Prof Kern menidentifikasidua nama tempat ini berada di pantai
barat daya Papua. Saya menginterpretasi dua nama tempat ini tidak di Papua
tetapi masih di sekitar kepulauan Maluku yakni Tanimbar dan Kei atau Aru. Hal
ini dalam teks Negarakertagama di catat sebagai Wwanin ri Seran i Timür. Nama
Timur ini sendiri adalah pulau Timut Laut yang tidak lain adalah pulau Tanimbar
yang diarah timur Tanimbar sekarang ini dikenal pulau Kei dan pulau Aru.
Nama-nama
tempat yang disebut dalam teks Negarakertagama 1365 adalah nama-nama tempat di
kepulauan Maluku yang saling berdekatan di pulau Seram yang sekarang. Nama-nama
yang secara geografis jauh dari Seram di selatan seperti Banda, Goran, Kei, Aru
dan Tanimbar pada dasarnya begitu dekat dari Jawa (dengan asumsi arah navigasi
pelayaran dari Jawa ke arah timue di kepulauan Maluku, Dalam hal ini, nama Muar
saling menggantikan dengan nama Saparua. Lantas mengapa begitu penting dua nama
tempat ini di kepulauan Maluku pada era peradaban awal dan navigasi pelayaran
perdagangan zaman kuno? Dua nama ini diduga kuat terkait dengan Kerajaan Aru
dan pedagang-pedagang Moor.
Seorang Moor adalah Tunisia Ibnu Batutah
berkunjung ke selat Malaka dan juga ke Tiongkok pada tahun 1345. Ini
mengindikasikan populasi pedagang-pedagang Moor di selat Malaka sudah begitu
banyak. Pedagang-pedagang Moor adalah pelaut-pelaut beragama Islam yang handal
dari Afrika Utara dan Eropa Selatan (Spanyol). Ibnu Batutah ke Tiongkok di
seputar Canton juga sudah sejak lama eksis pedagang-pedagang Arab dan juga
pedagang-pedagang Moor. Komunitas pedagang-pedagang Moor di selat Malaka
terutama di pantai barat Semenanjung di muara sungau Muar. Dalam teks
Negarakertgama nama Muar juga dicatat sebagai Pekan Muar. Nama Muar di Semenanjung
inilah yang menjadi asal usul nama Muar di Maluku. Dalam hal ini navigasi
pelayaran pedagang-pedagang sudah mencapai Maluku. Nama Maloko juga diduga kuat
merujuk pada nama Malaka (di utara Muara di Semenanjung(). Nama Wanda merujuk
pada terminologi bahasa Melayu bandar (pelabuhan).
Kerajaan
Aru berada di pantai timur Sumatra di pertemuan sungai Panai dan sungai Barumun
dengan ibu kota di Binanga. Sebelum kehadiran pedagang-pedagang Moor, navigasi
pelayaran ke Maluku sudah terlebih dahulu dirintis oleh pedagang-pedagang Kerajaan
Aru. Hubungan timbal balik antara Kerajaan Aru dan pedagang-pedagang Moor sudah
terjadi sejak lama, bahkan jauh sebelum kedatangan Ibnu Batutah pada tahun
1345. Hubungan yang era ini bahkan masih eksis hingga kehadiran Portugis.
Seorang utusan Portugis di Malaka Mendes Pinto yang berkunjung ke Kerajaan Aru
di ibukota Panaju pada tahun 1537 melaporkan militer Kerajaan Aru diperkuat
oleh pedagang-pedagang Moor. Juga disebutnya kekuatan militer Kerajaan Aru
didatangkan dari Minangkabau, Indragiri, Jambi, Boernai dan Luzon, sedangkan
orang-orang Mandarin menjadi pengawal di wilayah pantai Kerajaan Aru.

Aru di Maluku diduga jauh sebelum Majapahit mencapai Maluku (Negarakerragama
1365). Nama Maloko dan nama Muar jelas merujuk pada navigasi pelayaran
perdagangan dari selat Malaka. Gunung tertinggi di Maluku berada di (pulau)
Seram yang disebut gunung Binaia. Gunung adalah salah satu penanda navigasi
pelayaran yang penting. Dalam hal ini nama gunung Binaia mirip dengan nama ibu
kota Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra yakni Binanga. Seperti dilihat nanti
nama-nama pulau Haruku, nama pulau Saparua dan nama pulau Aru merujuk pada nama
Kerajaan Aru.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Era Kehadiran Eropa: Portugis,
Spanyol dan Belanda
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis
artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang,
utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi
ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.