Sejarah

Sejarah Kota Ambon (7): Sejarah Tual Beragama Islam, Melawan Belanda di Pulau Kei; Kampong Tual 1824 Kini Jadi Kota




false
IN



























































































































































*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Tual adalah
sejarah yang sangat jarang diungkapkan. Padahal catatan (data) sejarah Tual (di
Pulau Kei) bahkan terbilang cukup lengkap. Boleh jadi itu karena posisi wilayah
Tual jauh berada di lingkar orbit perjalanan sejarah lokal (yang berpusat di
Ambon) dan sejarah nasional (yang berpusat di Jakarta). Wilayah Tual dalam hal
ini berada di tengah lautan, terpencil, di arah tenggara Kota Ambon.
Meski demikian, ternyata
Kota Tual memiliki sejarah tersendiri.

Pelabuhan Tual (1862-1888)

Kampong Tual adalah kampong paling strategis di wilayah
bupati (Regent) Dullah di pulau Kei (Kecil). Kampong ini kali pertama didatangi
oleh asing (Belanda) pada tahun 1824. Kampung Tual yang awalnya dihuni oleh
pedagang-pedagang Bugis yang berniaga dengan penduduk Dullah yang sudah
beragama Islam, lambat-laun dijadikan Belanda sebagai pusat perdagangan di seputar
pulau Kei (Kecil dan Besar). Tual yang dulu kampong kecil kini menjadi kota
besar. Kota Tual sejak 2007 telah menjadi kota otonom, yang mana sebelumnya
Kota Tual sebagai ibukota Kabupaten Maluku Tenggara.

Lantas bagaimana sejarah Tual? Artikel ini
mendeskripsikan sejarah Tual sejak 1824. Suatu sejarah yang dapat dikatakan
sejarah yang jauh di masa lampau, suatu kurun waktu yang dapat dikelompokkan ke
dalam sejumlah kota-kota di Indonesia. Untuk menambah perspektif wilayah,
keberadaan Tual dapat disandingkan dengan tetangga terdekatnya Merauke. Mari
kita telusuri berdasarkan data dan informasi masa lampau.

Dalam sejarah navigasi
pelayaran, pelaut-pelaut Portugis yang menemukan pulau Kei. Pelaut-pelaut
Pottugis menandai pulau tersebut dengan nama Cayos (Portugis: cayos=terumbu).
Namun dalam perjalanan waktu pelaut-pelaut Inggris dan Belanda merusaknya
sesuai lafal yang mudah bagi mereka dengan Keij atau Key dan kemudian menjadi
Kei. Nama pulau Kei Besar dan pulai Kei Kecil cukup lama eksis hingga para
pelancong Jerman dan pelancong Italia menemukan fakta bahwa pulau Kei Kecil
terbagi dua yakni pulau Kei Kecil dan pulau Doellah yang dipisahkan oleh selat
sempit (disebut selat Rosenberg sesuai penemunya). Di selat ini mereka temukan sebuah
kampong bernama Toeallah yang berada di sisi barat pulau Doellah yang sering
dikunjungi oleh pedagang-pedagang Makassar dan Bugis. Para pelancong tersebut menulis
di dalam laporan mereka bahwa kampong Toeallah sebagai pelabuhan strategis,
luas dan tertutup dari semua arah angin. Keutamaan pulau Doellah sebagai pusat
perdagangan di sekitar munculnya penyebutan nama pulau dekat pulau Doellah
sebagai pulau Doellah Laoet. Dalam perkembangannya nama kampong Doellah tetap
eksis, tetapi nama kampong Toeallah dikorting pemerintah Belanda hanya ditulis
dengan Toeal saja.

.

Pembentukan Awal Pemerintahan
di
Toeal, 1890

Pemerintahan di
pulau-pulau selatan paling tidak sudah ada pada tahun 1890 (lihat
Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 13-11-1890). Disebutkan
Pemerintah telah menempatkan Controleur yang berkedudukan di Toeal. Beberapa
tahun sebelumnya sudah mulai ada aktivitas misionaris Katolik di Toeal dan
membangun rumah (peribadatan) pertama di Linggoer (dekat Toeal) pada tahun
1888. Dari pos misionaris ini disebutkan akan diperluas ke beberapa tempat.
Disebutkan di pasar Toeal sendiri Islam telah mengakar sejak lama.
Rumah Imam (pemimpin) di Toeal, 1824
Kampong Toeal kali pertama didatangi oleh orang
Eropa/Belanda pada tahun 1824 (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en
volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1863). Komisaris yang dikirim ingin
menjalin komunikasi terutama dengan Bupate (Regent) Dullah. Pada tahun 1836
kembali datang komisi pemerintah. Namun Bupati enggan bertemu karena beberapa
waktu sebelumnya anak berselisih dengan orang Eropa/Belanda. Komisaris
mengajukan tuntutan yang ditulis dalam bahasa Arab. Lalu setelah itu dilakukan
perjanjian damai dan bendera tri color mulai berkibar. Gubernur Jenderal Pahud pernah
berkunjung pada tahun 1860.

Namun permasalahan tidak
pernah selesai. Pada tahun 1883 salah satu penjaga pos di (pulau) Kei Mr. A
Langen di Toeal melaporkan orang Eropa/Belanda diusir (lihat Bataviaasch
handelsblad, 03-10-1883). Orang Eropa/Belanda tersebut sebelumnya sebanyak
tujuh orang telah diberikan izin untuk menetap untuk membeli dan mengumpulkan
kopra dan kayu. Petugas pos tersebut menerima pemberitahuan dari orang-orang
Eropa/Belanda tersebut bahwa keamanan orang-orang Eropa yang hadir diToeal
diancam oleh penduduk Muslim. Sebuah ekspedisi dengan menggunakan kapal perang
pada tanggal 23 bulan sebelumnya telah dikirim dari Samarang untuk menyelidiki
masalah ini dan untuk mengambil tindakan. Perselisihan ini kemudian dapat
diselesaikan pada bulan Oktober 1883
(lihat De
locomotief, 30-10-1884). Sejak perselisihan yang terakhir inilah diduga
perjanjian diperbarui dan dimulainya pembentukan pemerintahan dengan
menempatkan Controleur di Toeal.

Sebelum misionaris Katolik masuk, penduduk di Kepulauan Kei
belum semuanya beragama Islam. Di Toeal terdapat komunitas Bugis yang memiliki
hubungan perdagangan dengan pedagang yang datang dari Singapoera. Pedagang
Singapoera ini adakalanya membayar barang dagangan dengan menukar senjata, Orang-orang
Bugis memiliki kerjasama yang baik dengan penduduk asli baik yang beragama
Islam maupun yang belum beragama. Di sejumlah tempat penduduk masih pagan
(menganut kepercayaan tradisi). Deskripsi Kepulauan Kei pada tahun 1840 sebagai
berikut:
Pulau Kei Kecil terdiri
dari empat distrik, yaitu: Distrik Doelah, yang diperintah oleh Regent atau
biasa disebut Raja, kepadanya ditambahkan seorang jabatan OrangKaja dan seorang
Kapten . Di sdistrik Doelah terdapat sebelas kampung yakni Lepta, Timdalam,
Nengeriet Doeroa, Letman, Ringiar, Taniel, Hoetahijd, Hoetiel dan Wattivan. Pulau-pulau,
yang terletak di sebelah barat Doelah adalah Romadan, Ranan, Mewa Oeimaas, Bayer,
Soewa, Tiaar, Jerowa, Toehoemeo, Liek, Urbal, Waha dan Dablilien, sebagian
besar tidak berpenghuni dan hanya dikunjungi oleh penduduk lokal untuk mengumpulkan
tripang. Penduduknya hampir seluruhnya Islam dimana terdapat sebuah masjid di
kampung bernama Raja.
Distrik kedua, yang
disebut Toeal, adalah, seperti Doelan, di bawah seorang Rgent/Bupati, kepada
siapa seorang Kapten dan seorang Orang Kaija telah ditambahkan. Distrik ini
berisi sepuluh kampung, yaitu: Toeal, Linggoer Kilsur, Taar, Yuan, Heilok,
Romdian, Geelgofo, Hadier dan Hilwiek dengan populasi 1000 jiwa. Pulau-pulau yang
termasuk dalam regent ini adalah: Erij, Godang, Naaf, Oeter, Oeboer, Krain,
Kaijgen dan Watteloos, yang semuanya tidak berpenghuni. Terdapat sebuah masjid
di Negorij Toeal dimana ditemukan komunitas Boegis. Imam Mohammaden sebelumnya
pernah di Toela tetapi sudah menetap di Papua dengan keluarganya.
Distrik ketiga disebut
Waijen. Distrik ini tidak belum memiliki Bupati setelah meningggalnya bupati
mereka. Distrik ini terdiri dari delapan kampung, yakni Wasso, Abbeen Lakielo,
Laar, Dannaar, Oedier, Waijraa, dan Somlaijen. Hampir semua penduduk asli adalah
pagan. Distrik keempat adalah Toetoaat juga belum memiliki kepala pemerintahan,
karena Regent telah meninggal baru-baru ini. Distrik ini terdiri dari dua belas
kampung yakni Dabaet, Dian, Le toe, Warwoet, Waal, Sethian, Mabo, Aijwu, Abraa,
Eomaat, Aijtum dan Eawaab. Distrik ini termasuk pulau-pulau: Naij, Amoet,
Varkilkon, Tangoran, Waihoe, Jarriese, Heuvaa Watokmaas, Hawat, Goetetier,
Vanbes dan Odioen. Populasi distrik ini juga umumnya pagan.
Pulau Kei Besar juga
terbagi ke dalam beberapa distrik. Pulau Kei Besar terbilang padat penduduknya.
Penduduk Distrik Ellat sebagian besar adalah Muslim yang berada di bawah Bupati
Mohammedan. Distrik di selatan pulau Nierong masih pagan. Distrik Feer dibawah
Bupati Mohammedan yang ditambahkan Orang-kaija dan Iman Hassan. Imam ini memiliki
pengaruh besar. Distrik di utara yang dipimpin bupati sebagian Muslim dan
sebagian masih pagan. Distrik Ettie berpenduduk Muslim.
Para pemimpin Islam di kedua pulau mengerti bahasa Melayu
dengan sangat baik dan berbicara bahasa itu dengan cakap. Oleh karena itu tidak
sulit bagi para pedagang yang datang. Para pedagang, yang datang berasal dari
Banda dan Makasser dan umumnya berlabuh di Toeal. Selain komoditi perdagangan, Groot
dan Klein Kei terbilang subur dan memasok beras, jagung, oebie, tembakau, dan
sagu, cukup untuk semua populasi.
Peta Kepulauan Kei (1600-1640)
Kampong Toeal pada dasarnya kampong baru, namun tidak
diketahui sejak kapan kampong ini ada. Komunitas penduduk yang ada di Kampong
Toeal adalah penduduk yang berasal dari Makassar. Mereka ada pedagang yang
sudah lama menetap di kampong Toeal. Berdasarkan peta-peta kuno, pulau Kei
Besar lebih dikenal daripada pulau Kei Kecil. Pada Peta 1600-1640 nama-nama
kampong di pulau Kei Besar sudah diidentifikasi seperti Ellat, Elli, Haar, Laer
dan lainnya, sementara di pulai Kei Kecil belum ada nama kampong yang diidentifikasi.
Dalam peta yang lebih muda Peta 1695 nama Kampong Elat saja yang
teridentifikasi.

.
Peta Kepulauan Kei 1836

Dalam peta dua abad kemudian, Peta 1836 di pulau-pulai
Kei Kecil hanya kampong Doellah yang diidentifikasi, sementara di pulau Kei
Besar ada tiga kampong yang diidentifikasi yakni Haer, Elli dan Feer. Ini
mengindikasikan bahwa setiap kampung yang ada di pulau Kei Besar dan pulai Kei
Kecil pada era yang berbeda terjadi pasang surut. Kampong Toeal mulai dikenal
sebelum tahun 1840 karena di kampong tersebut terjadi perlawanan terhadap orang
asing (pedagang orang-orang Eropa/Belanda). Posisi kampong Toeal sendiri
terbilang strategis, selain barada di tengah kepulaian Kei, posisinya juga
berada di selat yang sempit dengan permukaan laut yang lebih tenang dari
gangguan ombak besar. Tampaknya orang-orang Eropa/Belanda juga melihat posisi
strategis kampong ini untuk dijadikan sebagai pangkalan (pos) perdagangan.
Namun, komunitas Makassar yang sudah terkait erat dengan kampong-kampong
lainnya seperti kampong Doellah merasa terganggu dengan kehadiran orang-orang
Eropa/Belanda di kawasan selat tersebut.
Perselisihan timbul yang akhirnya terjadi perang.

Bagaimana orang-orang Makassar dan Boegis sampai di
kepulauan Kei sudah barang tentu karena kemampuan mereka dalam bidang navigasi
pelayaran. Orang Makassar dan Boegis sudah sejak lama bergama Islam. Selain
orang-orang Ternate, Tidore dan Hitoe yang sudah diketahui beragama Islam sejak
era Portugis, secara bersama-sama dengan orang-orang Makassar dan Boegis yang diduga
kuat membawa agama Islam di Kepulauan Kei. Migrasi orang-orang Makassar sendiri
ke Kepulauan Kei diduga semakin masif pasca perang Gowa di Somba Opoe (1667).
Para pengeran Makassar yang tidak menerima kehadiran VOC/Belanda di Somba Opoe
melarikan diri ke selatan yang diduga kuat menuju Bima (Sombawa) dan (kepulauan)
Kei di pulau Doellah. Para pengeran-pangeran Makassar inilah yang diduga
membentuk kerajaan-kerajaan kecil di wilayah kepulauan Kei.

Setelah tahun 1840 sejumlah laporan dari Kepulauan Kei
dipublikasikan. Pada tahun 1855 deskripsi Kepulauan Kei diterbitkan oleh
Bataviasche Genootshap yang didalmnya termasuk deskripsi tahun 1840. Lalu
kemudian muncul tulisan yang diterbitkan pada tahun 1862. Semua laporan-laporan
tersebut diakumulasi yang ringkasannya dimuat pada Bijdragen tot de taal-,
land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1863. Selain itu, peta-peta
Kepulauan Kei mulai dipublikasikan. Peta tertua tentang Kepulauan Kei dibuat
pada tahun 1872. Peta ini diduga peta tertua tentang peta Kepulauan Kei. Peta
kedua dipublikasikan pada tahun 1875 dan kemudian muncul peta yang lebih baru
yang dipublikasikan pada tahun 1877.
Toeal (Peta 1877)

Peta publikasi 1877 lebih
detail dan tampak lebih sempurna jika dibandingkan dengan dua peta sebelumnya.
Nama-nama kampong yang diidentifikasi di pulau Kei Kecil adalah Doellah,
Lebeton, Tantandan, Difoet, Toeal dan Langoer. Sementara nama-nama kampong yang
didentifikasi di pulau Kei Besar adalah Ellat, Nirong, Larra, Fehr, Endralan, Weer,
Wattemar, Moena, Adlar, Geratoe, Haar, Klein Haar, Eli dan Orang. Jika
dibandingkan dengan deskripsi tahun 1840 dengan peta 1877 terdapat nama-nama
tempat yang tidak bersesuaian, Boleh jadi suatu kampung terkenal pada tahun
1840 namun pada tahun 1870an tidak lagi atau sebaliknya nama yang tidak
teridentifikasi tahun 1840 kemudian lebih dikenal pada tahun 1870an, Nama-nama
seperti Doelah, Toeal, Nirong, Feer, Eti dan Ellat besar kemungkinan nama-nama
kampong yang terbilang terkanal dan tetap eksis.

Data dan informasi dari waktu ke waktu semakin banyak,
antara data pemerintah dan data perorangan saling melengkapi yang terus terakumulasi
baik dalam wujud laporan meupun peta. Pemerintah memanfaatkan data dan
informasi (keterangan dan peta) dalam menyusun laporan untuk melihat
perkembangan apakah untuk tujuan pemantauan wilayah atau dalam perencanaan pembentukan
pemerintahan baru. Rencana-rencana pemerintah dan laporan-laporan tersebut juga
dimanfaakan oleh zending apakah di suatu wilayah perlu mengirim misionaris. Di
kepulauan Kei, misionaris yang pertama kali membuka pos adalah misionaris
Katolik. Sebagaimana disebutkan di atas rumah peribadatan misionaris di
kepulauan Kei kali pertama dibangun tahun 1888.
Kedatangan misionaris
ini diduga sebelum pemerintahan dibentuk di Kepulauaan Kei yang berkedudukan di
Toeal. Pemerintahan tertinggi adalah Residen Amboina yang berkedudukan di
Ambon. Untuk pejabat setingkat Asisten Residen berada di Bandaneira di
Afdeeling Banda (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
20-08-1885). Misionaris pertama di Kepulauan Kei (Kecil) diduga adalah Ds.
Offerhans, seorang Jerman (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 16-06-1887).
Disebutkan pendeta ini telah membaptis beberapa anak di Toeal
diantaranya anak seorang wanita Papoea, anak seorang Jerman dengan istrinya
wanita Makassar dan anak seorang Jerman/Austria Adolf von Langen.

Perkembangan
Kepulauan
Kei Ibukota di Toeal

Setelah terbentuk
pemerintahan di pulau-pulau selatan dan menempatkan seorang Controeleur yang
berkendudukan di Toeal, secara perlahan-lahan wilayah Kepulauan Kei berkembang.
Perkembangan ini dapat diperhatikan dengan adanya pelayaran langsung dari
kota-kota utama terdekat ke Toeal. Pelayaran menjadi salah satu bentuk layanan
pemerintah lokal maupun pemerintah pusat. Layanan pelayaran ini juga kerap
dirintis oleh swasta. Layanan pelayaran ke Toeal dimulai pada tahun 1885 (lihat
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 11-12-1885).
Disebutkan dalam iklan bahwa G van Langen direktur kapal uap Toeal dari Langen
en Co di Makassar memulai cabang di Toeal. Tidak dijelaskan trayek atau rute
pengoperasian kapal uap Toeal ini dari mana ke mana.
Layanan pelayaran ke Toeal dimulai pada tahun 1885 (lihat
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
11-12-1885). Disebutkan dalam iklan bahwa G van Langen direktur kapal uap Toeal
dari Langen en Co di Makassar memulai cabang di Toeal. Trayek pelayaran Langen
en Co ini diduga antara Makassar dan Toeal, Akan tetapi tidak dijelaskan trayek
atau rute pengoperasian kapal uap Toeal ini melalui pelabuhan apa saja. Dalam
perkembangan, persuahaan Langen en Co telah berpindah kantor utama yang
sebelumnya di Makassar menjadi di Toeal. G van Langen diketahui kehilangan
putrinya yang masih kecil berumur seminggu meninggal dunia di Toeal (Bataviaasch
nieuwsblad, 05-02-1887).
Kota Toeal yang secara
alamiah telah menjadi pelabuhan strategis di kepulauan Kei (pulau Kei Kecil),
selain menjadi pusat pemerintahan, lambat laun telah menjadi kota paling
penting di pulau-pulau selatan. Kota Toeal menjadi pusat pertumbuhan dan
perkembangan wilayah. Orang Eropa/Belanda mulai berdatangan. Paling tidak
selain para pejabat pemerintah (Controleur dan staf) juga pengusaha van Langen
dan misionaris. G van Langen selain membuka usaha pelayaran juga telah memulai usaha
baru di bidang industri kayu.
Bataviaasch handelsblad, 09-10-1886

Perusahaan van Langen di
Toeal tidak hanya telah merintis pelayaran antar pulau dengan cabang di Toeal.
Perusahaan van Langen juga telah mengajukan ke pemerintah, Resident Ambon untuk
menetapkan wilayah konsensi penebangan kayu di pulau Kei Kecil (Bataviaasch
nieuwsblad, 26-08-1886). Konsesi ini tampaknya berhasil dimiliki oleh
perusahaan van Langen. Ini terindikasi bahwa persusahan van Langen telah
menjual kayu jati di Batavia (lihat Bataviaasch handelsblad, 09-10-1886).
Disebutkan perusahaan van Langen menjual kayu jati di Pintoe Besar. Kayu jati
Toeal jauh lebih baik, lebih mahal, dan lebih kuat dari semua jenis kayu jati 14
lainnya dan sangat cocok untuk bahan bangunan rumah dan jembatan.
Kayu ini tidak terpengaruh oleh semut putih dan
menawarkan resistensi paling kuat terhadap pengaruh dari udara dan air.
Pemasangan iklan kayu jati ini masih ada hingga bulan Oktober 1887 (Bataviaasch
handelsblad, 22-10-1887). Tampaknya jati Toeal menjadi terkenal di Batavia.

Sebagaimana di tempat-tempat lain di Hindia, kehadiran
orang-orang Eropa/Belanda dapat dikatakan sebagai prakondisi perubahan suatu
wilayah dari suatu situasi dan kondisi yang statis (lambat) menjadi lebih
dinamis (cepat).Kehadiran swasta dalam hal ini di Toeal membuka peluang baru di
dalam bidang usaha dan membuka jalan bagi pemerintah untuk membentuk
pemerintahan.
Tentu saja diantara
swasta dan pemerintah di Kepulauan Kei khususnya di Toeal, pihak misionaris
memanfaatkan peluang untuk penyebaran agama: membuat penduduk pagan beragama,
dan mengkoversi yang sudah beragama menjadi beralih agama. Tinjauan penyebaran
agama di Toeal dan sekitar dapat dibaca pada buku Karel A. Steenbrink (2003)
berjudul Catholics in Indonesia, 1808-1942: A modest recovery 1808-1903. Dalam
beberapa hal ada perbedaan temuan dalam buku tersebut dengan apa yang disarikan
dalam artikel ini. Karel A. Steenbrink di titik tertentu sangat mendramatisir, sementara
di tiik lain mengerdilkan kejadian, sedangkan di titik yang lainnya sengaja atau
tidak sengaja kurang meperhatikannya. Boleh jadi itu karena perbedaan sudut pandang:
dari dalam atau dari luar; dari kacamata sosiologi atau kacamata ekonomi.

Ekspedisi Geologi dan
Botani di Kepulauan
Kei, 1888

Wilayah Kepulauan Kei
yang beribukota di Toeal secara perlahan mulai terbuka bagi dunia luar.
Kekayaan apa yang terkandung di bumi Kepulauan Kei telah menarik minat berbagai
pihak. Untuk membuka kotak pandora Kepulauan Kei, Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap
di Amsterdam telah mengirim sebuah ekspedisi ilmiah pada tahun 1888. Dalam tim
ekspedisi ini termasuk ahli geologi, ahli botani, ahli kelautan yang juga
melakukan tugas-tugas di bidang topografi dan hidrologi. Kegiatan lapangan
berlangsung selama tiga bulan. Sejak kedatangan ekspedisi ini sudah dibuat
instrumen meteorologi di Toeal untuk memantau cuaca dan curah hujan (lihat Java-bode
: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1888).
Sebagai wilayah pengembangan baru, selain pemerintah juga
berbagai individu juga turut aktif dalam pengumpulan data dan informasi.
Disebutkan bahwa  pastoor Küaters (dari
misi Katolik) telah melakukan studi-studi tentang bahasa-bahasa kelompok etnik
di Kepulauan Kei. Juga diketahui G van Langen, seorang pengusaha di Toeal telah
melakukan studi etnologis dan antropologis. Apa yang dilakukan oleh para
pengusaha swasta G van Langen di Kepulauan Kei bukanlah hal yang baru tetapi
suatu situasi yang juga ditemukan di wilayah lain. Seperti misalnya KF Holle di
Priangan dan Dr. Groneman di Djogjocarta.

Laporan-laporan ekspedisi pemetaan geologi dan bitani Kepulauan Kei ini
sudah diterima publik di Belanda sebagaimana diberitakan surat kabar De Tijd: godsdienstig-staatkundig
dagblad, 24-12-1888 dan Algemeen
Handelsblad, 04-07-1889. Laporan-laporan ini kemudian lansir oleg surat kabar
yang terbit di Batavia dan Soerabaja. Satu hal yang penting dalam ekspedisi ini
adalah peran yang signifikan dari A van Langen seperti penyediakan rumah,
makanan serta sejumlah uang, dan bahkan kapal-kapal yang diperlukan dalam
mengitari pulau. Ekspedisi ke Kepulauan Kei menjadi pangkal perkara ekspedisi
lebih lanjut dilakukan kemudian diperluas ke Timor dan Tanimbar.
Perahu di Toeal, 1900

Hal lainnya yang menarik
dalam berita-berita terakhir dalam ekspedisi ilmiah ke Kepulauan Kei adalah
satu anggota tim yang tersisa harus melakukan pelayaran sendiri sementara para
koleganya sudah ada yang kembali dan tiba di Amsterdam Belanda. Peneliti yang
pulang belakangan ini adalah Luitenan Laut HOW Planten. Dalam kepulangannya, Letnan
Planten sendiri melakukan perjalanan pulang dari pulau Kei (Kecil) ke Soerabaja.
Perjalanan jarak jauh ini tidak lazim karena hanya mengandalkan perahu yang
panjangnya hanya 13,5 meter. Dalam pelayaran ini Palnten ditemani oleh pasangan
pedagang (yang diduga van Langen dan Istri) dan beberapa tukang kayu terbaik di
Kepulauan Kei yang berangkat dari Toeal pada bulan September dan tiba di Soerabaja
pada tanggal 1 November (1890) via Banda, Ambon, Boeton, Boeloe Koempa dan Soemenap.
Ketika Planten akan pulang ratusan orang warga mengantarnya di pelabuhan (lihat
De standaard, 14-01-1891). Letnan Planten tampaknya sangat diterima di Toeal
dan boleh jadi ini adalah pelayaran terlama pertama dari orang-orang di Toeal
hingga jauh ke Soerabaja (di pulau Jawa).

Perkembangan Kepulauan Kei, pada tahun 1890 sudah
terdeteksi adanya kantor pemerintah di Toeal, tempat dimana Controelur
ditempatkan (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 13-11-1890).
Sebelum penempatan Controleur di Toeal, besar kemungkinan kedudukan pejabat
pemerintah terdekat berada di Bandaneira. Dengan penempatan Controleur di Toeal
maka status Controleur di Banda ditingkatkan menjadi Asisten Residen (sebagai
bagian dari wilayah Resdientie Amboina).
Soerabaijasch handelsblad, 06-01-1891

Dalam perkembangannya,
jalur pelayaran kapal uap Belanda (KPM) dari Soerabaja via Makassar  menuju Maluku terbagi tiga:
Makassar-Ternate/Tidore; Makassar-Ambon; Makassar-Dobo. Makassar-Tifoe (Boeroe).
Sedangkan dari dan ke Toeal adalah Ambon-Toeal via Banda; Giser-Toela;
Dobo-Toeal; Lalu dari Dobo ke Saumlaki dan Merauke. Rute pelayaran baru ini
dimulai sejak tanggal 10 Januari 1891 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 27-11-1890).

Pemerintah berdasarkan
Beslit 1 Juli 1883 No. 13 (Staatsbald No. 203), di Residentie Ambon, Controelur
di Toeal ditetapkan untuk membentuk dan bertanggungjawab untuk posthouder yang
juga dengan tugas-tugasnya sebagai kepala pelabuhan di tempat-tempat sebagai
berikut: Kajeli, Nasarete, Amahei, Waroe, Gisser, Elat, Dobo, Lelingloewan, Oeratan,
Tepa, Serwaroe, Woenter, dan Ilwaki (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 28-03-1891). Ini dengan sendirinya,
pejabat pemerintah tidak hanya di Toeal tetapi juga di tempat
pelabuhan-pelabuhan tersebut.
Iklan pelayaran ke Toeal
ini cukup lama dimuat di berbagai surat kabar di Batavia. Semarang, Soerabaja
dan Padang. Iklan pelayaran ini seakan undangan investor datang ke Kepulauan
Kei. Paralel dengan iklan pelayaran ini pemerintah terus memperkuat
administrasi pemerintahan di Toeal dan Kepulauan Kei.  Tentu saja tidak lama kemudian jumlah orang
Eropa/Belanda semakin banyak di Toeal dan Kepulauan Kei. Dikabarkan guru dari
Hila FA Perretaz dipindahka ke Toeal untuk mengajar di sekolah yang baru dibuka
Openbare Lagere School, sekolah dasar untuk orang Eropa/Belanda (lihat
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
05-12-1891). Tidak diketahui apakah sekolah dasar Eropa ini berjalan baik atau
tidak. Juga tidak diketahui apakah sudah ada sekolah bagi pribumi di Toeal dan
Doellah, dua tempat yang ramai yang mana Toeal sebagai ibukota, Sebagaimana
disebutkan, di Toeal dan Doellah dihuni oleh penduduk pribumi yang beragama
Islam.
Dalam perjalanan pendeta
JH de Vries Jr di Ambon ke Kepulauan Kei sebagaimana ditulisnya pada surat
kabar Soerabaijasch handelsblad, 24-12-1891 diceritakan bahwa setelah kapal uap
yang mereka tumpangi dari Ambon via Saparoea tiba di Toeal dilanjutkan dengan
perahu selama satu jam ke selatan ke sebuah kampong yang disebut Langgoer. Di
kampong ini hanya ada 12 rumah panggung dimana di kampong ini terdapat bangunan
misionaris yang dipimpin oleh seorang pendeta pribumi yang membimbing 15 anak
didik yang sudah dibaptis yang mana
 para pendeta itu harus belajar bahasa setempat dan
memberikan pendidikan agama, membaca, menulis, dan bahasa Melayu. Rumah-rumah
panggung ini terbagi ke dalam beberapa kamar yang disekat daun kering dari
pohon sagu yang setiap rumah panggung diperkirakan dihuni keluarga besar sebanyak
20-30 orang. Lantai rumah terbuat dari anyaman bambu yang dapat melihat ke
bawah dimana ternak babi tampak berkeliaran. Sebagaimana telah disebutkan di
atas pada tahun 1840 wilayah yang berada di selatan Toeal (termasuk Langgoer)
masih pagan, kini diduga sudah banyak yang beragama Katolik. Stasion misi
sendiri (yang menjadi tempat dimana 15 anak dididik) dibangun pada tahun 1888.
Selain layanan pendidikan
untuk orang Eropa/Belanda di Toeal dan penyelenggaraan pendidikan bagi
anak-anak pribumi yang telah beragama Katolik di Lienggoer, layanan pemerintah
berikutnya yang didatangkan ke Kepulauan Kei adalah layanan kesehatan. Seorang
dokter Djawa AT Lalopua telah dipindahkan dari Noesa Laoet ke Toeal. Untuk
pengganti di Noesa Laoet dipindahkan dokter Djawa TA Perretsz dari Hila (lihat
Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
27-02-1892). Dokter Djawa dalam hal ini adalah lulusan sekolah kedoteran pribumi
di Batavia yang dibuka sejak tahun 1851.

Controeleur Aroe, Kei,
Tenimber en Zuid Wester eilanden yang berkedudukan di Toela telah menetapkan
sebuah bangunan sebagai penjara (De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 01-03-1892).
Bangunan ini adalah suatu bangunan yang disewa selama 15 bulan terhitung sejak
tanggal 1 Maret 1891. Dengan meningkatnya intensitas pemerintah dalam hal
perkembangan wilayah, keamanan dan kedamaian menjadi faktor penting. Fungsi
peradilan juga mulai diselenggarakan yang mana penjara sebagai salah satu
elemen dalam peradilan tersebut. Controleur Toealn tidak hanya ruang kerjanya
di Kepulauan Kei, juga Kepulauan Aroe serta Tanimbar dan sekitar. Pada tahun
1892 terjadi perang di pulau Selaru di selatan Tanimbar (kini menjadi pulau
terluar dekat Australia). Selama ini otoritas pemerintah tidak mampu
mendamaikannya, saat kapal perang Ms Emma berada di Toeal lalu dilakukan ekspedsi
dan tiba di kampong Adaut tanggal 28 Maret dan berhasil ditaklukkan (yang
berselisih dengan kampong Tabing di Selaru). Semua kepala-kepala kampong
diundang ke kapal dan kemudian dilakukan upacara perdamaian dari berbagai pihak
yang bertikai.  Untuk mendamaikan di
wilayah tersebut  pada 30 Maret, para
kepala yang jumlahnya 33 orang mengambil sumpah perdamaian di kapal dengan cara
minum arak dicampur dengan garam dan bubuk serta darah kedua belah pihak dengan
menggunakan pedang. Setelah upacara tembakan kanon kapal ke udara dilakukan
untuk menandai awal perdamaian, di wilayah terluar di selatan Maluku yang
bersinggungan dengan Australia (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-07-1892). Kapal perang Ms Emma
belum lama tiba di Hindia dari Belanda setelah melalui pelayaran di Atkeh,
Batabia hingga ke Ambon hingga pada akhirnya harus ke Tanimbar.

Kota Toeal yang semakin
dikenal dan tumbuh sebagai pusat perdagangan (1886 sejak van Langen) dan pusat
pemerintahan (1890 sejak Controleur pertama, RO van der Hout, Januari 1890), juga secara
berangsur-angsur pedagang-pedagangan Tionghoa juga semakin banyak yang berdiam
di pulau-pulau selatan yangh berpusat di Toeal. Mereka ini diduga meluas dari
Ambon, kemudian ke Bandaneira lalu ke Toeal. Untuk mengantisipasi hal tersebut
terbit ordonasi yang menyatakan bahwa di Residentie Amboina juga akan ada wijk
(perkampungan) untuk orang Cina di Toeal, ibukota Afdeeling Aroe-, Kei-,
Tenimber- en Zuidwester-islands (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-10-1892).
Pada tahun 1892 juga
muncul usulan agar Controleur juga ditempatkan di Dobo (Kepulauan Aroe). Usulan
ini datang dari seorang penulis di Makassar yang dimuat pada surat kabar Bataviaasch
nieuwsblad, 28-11-1892. Disebutkan satu-satunya perwakilan pemerintah di Dobo
hanya seorang postjouder O Th Erntsen. Sebab baru-baru ini terjadi pembunuhan
terhdap seorang Cina di Dobo. Disebutkan penulis bahwa Kep Aroe merupakan
wilayah terpenting di selatan tetapi lebih disukai pemerintahan berkendudukan
di pulau Kei (Kecil). Di Kepulauan Aroe kebiasaan minuman keras meningkat yang
diduga menjadi penyebab adanya pembunuhan. Oleh karena itu Controleur juga
seharusnya ditempatkan di Dobo juga agar kehadiran orang Eropa di kepeluaan
tersebut muncul.
Dalam
tahun-tahun terakhir ini di Dobo ribuan orang asing, kebanyakan orang Cina dan orang
Melayu bertemu pada waktu-waktu reguler di pulau-pulau di sekitarnya dan Papua
Nugini (baca: Papua Barat), sementara ada ratusan dari mereka ini sepanjang
tahun dalam kegiatan bisnis. Di Danner, pulau dimana (kampong) Dobo berada
sudah dihuni sejumlah penduduk menetap.
Sumatra-courant
: nieuws- en advertentieblad, 14-12-1892 melaporkan yang terbunuh di Dabo dan
sekitar sebanyak 60 orang Cina dan orang Makassar.
Setelah posthouder memungut bea dan cukai di beberapa
titik pelabuhan yang berada di bawah otoritas Controelur di Teoal, pemungutan
pajak padi juga mulai diterapkan. Bataviaasch nieuwsblad, 10-02-1894 melaporkan
Residen Amboina menerapkan pajak padi untuk wilayah pulau-pulau di selatan di
Banda dan Kep Kei, Aroe dan Tenimbar sebesar 10 persen. Pemungutan pajak ini
dipandang sebagai wujud pendapatan pemerintah dalam penyelenggaraan layanan
pemerintah. Pejabat yang ditunjuk untuk urusan tersebut termasuk wilayah kerja
di Banda adalah JA Pelupessij yang berkedudukan di Toeal (Java-bode: nieuws,
handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-05-1894).
Tentu saja masih ada
hal-hal yang saling mencurigakan antara satu dengan yang lainnya terutama
anatara penduduk dan pemerintah. Sejarah Toeal dan sejarah Doellah adalah
sejarah yang jauh ke masa lampau. Antara penduduk lokal dengan orang asing
terjadi pasang surut. Pengusiran orang Eropa/Belanda di Kepulauan Kei sudah
pernah terjadi tempo dulu. Berulang kali pemerintah mengirim ekspedisi ke
Kepulauan Kei. Peristiwa pembunuhan di Dobo baru-baru ini menunjukkan indikasi masih
adanya perselisihan-perselisihan di antara kelompok penduduk. Laporan terbaru
di Toeal, beberapa pedahang Arab dan Makassar ditangkap Controleur karena
memperdagangkan senjata untuk penduduk lokal (lihat Soerabaijasch handelsblad, 18-07-1894).
Pemerintah di Toeal tampaknya masih memiliki kekhawatiran terhadap munculnya
perlawanan dari penduduk di Toeal dan Doellah terhadap otoritas pemerintah.
Setelah sekian abad pemerintahan tradisi di Kepulauan
Kei, khususnya di Toeal dan Doellah, dengan semakin menguatnya Pemerintah  Hindia Belanda di Toeal, muncul kabar bahwa Radja
(regent) dari negorij Toeal onderafdeeling Klein Kei, afdeeling Aroe-, Keè-,
Tenimber en Zuidwester eilanden yang disebut Kabres mengundurkan diri
(Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
10-08-1897). Lantas bagaimana dengan regent negerij Doellah tidak diketahui.
Namun pengunduruan diri boleh jadi sebagai tanda-tanda berakhirnya kepemimpinan
tradisional di Toeal dan Doellah?
Sementara itu,
dikabarkan Monseigneur Staal  dari misi
(zending) Katolik dengan kapal uap berangkat dari Banda untuk mengunjungi Kepulauan
Kei di Toeal dimana Roomsen-Katholieken zendingpost terdapat di Langgoer (lihat
Rotterdamsch nieuwsblad,    21-08-1897). Apakah
kunjungan Monseigneur ini sebagai pertanda babak baru dalam pengembangan misi
di Kepulauan Kei? Seperti di tempat lain kegiatan misi (zending) tidak terkait
dengan tujuan pemerintah. Bagi pemerintah, Islam, Kristen, Katolik dan pagan tidak
dibedakan, yang membedakannya di mata pemerintah siapa yang bersedia bekerja
sama dalam pembangunan jalan dan jembatan (untuk menunjang pendapatan
pemerintah).   

Hingga tahun 1901, kota Toeal masih menjadi pusat
pemerintahan di pulau-pulau di selatan (Ambon). Indikasi ini dapat diperhatikan
pada surat kabar De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad,
22-04-1901. Disebutkan Controleur Moorrees dipindahkan dari Ambon dan
ditenmatkan di Aroe-, Kei- en Tenimber-eilanden yang berkedudukan di Toeal.
Informasi ini mengindikasikan kota Toeal adalah ibukota dari pulau-pulau di
selatan.

Dermaga di Langgoer, 1920

Dalam perkembangannya administrasi
pemerintahan, kota Toeal hanya menjadi bagian dari wilayah Afdeeling kepulauan
Kei. Disebutkan Residentie,Ambonia dan Afdeeling Noord Nieuw Guinea (1915)
terdiri dari tujuh afdeelung. Afdeeling Ambonia (ibukota Ambiona) terdiri dari
empat onderafdeeling Amboina, Boeroe, Saparoea dan Kep Banda: Afdeeling Seram
terdiri empat onderafdeeling West Seram (Piroe), Wahai, Amahai dan Oost Seram
(Amahai), Seram Laoet en Goram (Giser); Afdeeling West Nieuw Guinea (Banda
Neira); Afdeeling Zuid Nieuw Guinea; Afdeeling Kep. Aroe (Dobo); Afdeeling Kep
Kei (Toeal); Afdeeling Tanimbar en  Kep
Bebar (Saumlakki).

Pertumbuhan dan perkembangan wilayah di pulau-pulau
selatan termasuk Kepulauan Kei, tidak semaju di wilayah lain. Wilayah
pulau-pulau selatan secara geografis terpencil, tetapi juga terpencil dalam
banyak hal. Ibukota Residenti sangat jauh di Ambon. Meski demikian arus pelayaran
laut dari dan ke Toeal tetap berlangsung dengan baik. Rute pelayaran kapal uap
secara reguler Soerabaja, Makassar. Ambon dan Toeal memungkinkan setiap orang
dapat terhubung antara Toeal dengan kota-kota besar (pusat kemajuan).
Kota Tual 1935

Satu bentuk kemajuan yang
diperoleh Toeal baru terjadi pada tahun 1931 yang dengan adanya pembangunan
stasion radio di Toeal (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-07-1931).
Pembangunan stasion radio ini memungkinkan komunikasi antara Jawa dan luar Jawa
menjadi lebih intens. Pembangunan stasion radion di Toeal ini bersamaan dengan
pembangunan stasion radio di 12 tempat lainnya termasuk dua stasion di
Residentie Timor dan tiga di Residentie Maluku (Teoal, Kisar dan Saumlaki).
Satu lagi bentuk kemajuan yang diperoleh adalah pendirikan kantor telegraf di
Toeal (Bataviaasch nieuwsblad, 14-11-1931). Disebutkan operasional telegraf di
Toeal dibuka pada tanggal 16 November 1931.

Toeal dan Langgoer, 1933

Kemajuan-kemajuan yang terjadi di pulau-pulau selatan dan
di wilayah Nieuwe Guinea (baca: Papua) menjadi faktor penting Gubernur Groot
Indie (baca: Indonesia Timur) melakukan kunjungan dinas ke Maluku khususnya ke
pulau-pulau di selatan dan Nieuwe Guinea. Gubernur Koppenol setelah ke Ambon
langsung ke Toeal (Soerabaijasch handelsblad, 15-12-1931). Ini adalah untuk
kali pertama Toeal dikunjungi oleh Gubernur. Di Kepulauan Kei, selain di Toeal,
Gubernur juga berkunjung ke Langgfoer. Setelah dari Toeal gubernur melakukan pelayaran
ke Kaimana (ZW Guinea) dan lalu dilanjutkan dan tiba di Fak-Fak pada tanggal 30
November. Gubernur disambut oleh pembantu gubernur yang berkedudukan di Fak-Fak.
Kunjungan gubernur terakhir ke Sorong dan akhirnya pada tanggal 4 Desember tiba
kembali di Ambon.

Kota
Tual Berawal dari Sebuah Kampong; Terkenal Sejak 1824

Kota Tual yang sekarang,
kota terbesar di selatan Kota Ambon, sejatinya berawal dari sebuah kampong di
masa lampau. Sebagaimana Doellah, nama kampong Toeal diduga berasal dari nama Toellah
atau Toeallah (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1877). Kampong
Toeal ini terletak di sisi barat pulai Kei Kecil yang terlindung dari lautan
(Banda) ditemukan oleh orang-orang Eropa/Belanda pada tahun 1824 dimana kampong
kecil bernama Toeal terdapat komunitas orang Bugis yang melakukan fungsi
perdagangan di sekitar. Kompong terbesar di pulau Kei Kecil saat itu adalah
Kampong Doellah yang terletak di sebelah utara Kampong Toeal.
Rumah misi di Langgoer

Pada saat kedatangan
orang Eropa/Belanda ke Toeal, masing-masing distrik Toeal dan distrik Doellah masing-masing
sudah memiliki bupati (regent) sendiri. Dengan kata lain di wilayah ini (Toeal
dan Doellah) sudah memiliki pemerintahan lokal (pemerintahan tradisi). Penduduk
di dua wilayah yang disebut pertama ini seluruhnya sudah beragama Islam.

Pada tahun1890 Kepulauan Kei dijadikan Pemerintah Hindia
Belanda sebagai pemerintahan dengan menempatkan seorang Controleur di Teoal.
Pemerintahan ini juga mencakup pulau-pulau di tenggara (Kepulauan Aroe) dan
pulau-pulau di barat daya (Kepulauan Tanimbar). Pada saat pembentukan
pemerintahan di Toeal, Pemerintah Hindia Belanda mulai merintis perluasan
wilayah ke Nieuw Guenia bagian selatan dengan tempat utama di Merauke dengan
melakukan sejumlah ekspedisi-ekspedisi. Paralel dengan di Nieuwe Guenie di
selatan ini juga dilakukan hal yang sama di wilayah utara. Rumah misi di
Langgoer
Jauh sebelum kedatangan
(orang-orang) van Langen di Kepulauan Kei (di Toeal), sudah banyak orang-orang
Eropa/Belanda yang pernah singgah di wilayah ini. Berdasarkan peta-peta kuno Portugis
(1600-an) dan peta-peta VOC/Belanda (1695) wilayah ini sudah dikenal
(diidentifikasi). Namun sejauh itu hanya sekadar untuk perdagangan yang longgar
di pantai-pantai. Setelah kedatangan orang Eropa/Belanda tahun 1824, komisaris
pemerintah menyambangi kepulauan ini pada tahun 1836 (bulan April). Pada tahun
1865 giliran seorang pelancong Italia, Beccari yang mengunjungi kepulauan ini. Pelancong
ini melaporkan berangkat dari Ellat di pantai barat Groot Kei pada tanggal 7
Agustus 1865 untuk melakukan perjalanan ke Doellah. Disebutnya dalam perjalanan
ini melalui jalan yang tidak terdapat dalam peta melalui kampong Toeallah
(Toeal) hingga menuju Doellah. Peta sebelumnya hanya ditandai dalam pelayaran navigasi
di pulau Kei Besar oleh J du Pon dan WJ van Santen (1862). Jalan ini juga
disebut Beccari ternyata sebelumnya telah dilalui oleh seorang pelukis Jerman
bernama Rosenberg. Keberadaan Ronsenberg diketahui pertama ketika melakukan ekspedisi
di Tapanoeli tahun 1840 (bersama Juing Huhn). Selat dimana Toeal kala itu
sering disebut para pelancong sebagai selat Rosenberg. Pelancong berikutnya
yang pernah menyambangi selat ini adalah Vettor Pisani dengan kapten kapal Lovera
pada tahun 1872. Kapten Lovera menyatakan pelabuhan ini sangat strategis, luas dan
tertutup dari semua arah angin. Kapten Lovera adalah orang pertama yang
mengidentifikasi tempat ini, Toeallah sebagai pelabuhan dalam navigasi
pelayaran. Nama Toealah dan Doellah berasal dari para migran beragama Islam (pendatang).
Meski nama tempat Toeallah
ini bukan dari penduduk asli, tetapi dengan penanda navigasi ini oleh Kapten
Lovera diharapkan penduduk asli untuk mengetahuinya. Nama Toeallah menjadi Toeal
muncul pada tahun 1875. Nama Toeallah ‘dikorting’ menjadi Toeal. Ini bermula
dari wakil inspektur pendidikan pribumi tentang perubahan Toeallah menjadi
Toeal. Tidak dijelaskan mengapa demikian. Di Toeallah seebelumnya sering
dijadikan oleh orang-orang Makassar dan Bugis untuk berlabuh.
Nama Kei juga bukan dari
nama asli. Nama Kei sudah ada sejak lama dan kepulauan ini sudah pernah
dikunjungi oleh orang-orang Portugis sebelum kedatangan orang Belanda. Peta
1600-1640 yang ditunjukkan di atas, adalah peta Belanda yang diduga bersumber
dari peta Portugis. Nama Kei diduga dari bahasa Portugis ‘cayo’ yang diartikan
sebagai terumbu atau tebing. Nama Pulau Cayo (Pulau Terumbu karang) dalam
perjalanan waktu karena pelafalan dirusak oleh bahasa Inggris dan bahasa
Belanda menjadi Kei. Untuk nama tambahan besar dan kecil berasal dari bahasa
Melayu (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1877).
Nama Doellah sendiri
diucapkan dalam (peta-peta) navigasi sebagai Doela, Doelah, Doellah, Doelan,
Doelang dan bahkan Doera. Pelukis von Rosenberg menandai nama pulau dari nama
kampong dengan menulis Doellah. Saat itu kampong Doellah adalah nama kampong utama
yang menjadi pusat perdagangan di pulai Kei Kecil. Untuk nama tambahan darat
dan laut berasal dari bahasa Melayu. Pulau Doellah darat memiliki wewenang
terhadap Doellah laut. Nama-nama lainnya yang disebut adalah nama Eli dari nama
Ali. Nama Taamdam juga ditulis dengan Tamandam, Tamandan. Tamadan, Tamadaan dan
Tammadan.

Distrik-distrik yang berada di selatan pulau Kei Kecil
dan distrik-distrik di pulau Kei Besar sebagian sudah beragama Islam dan
sebagian yang lain masih pagan (menganut kepercayaan tradisi). Di
distrik-distrik yang banyak dihuni oleh penduduk yang pagan, sejak 1887 kegiatan
misionaris mulai muncul dan pada tahun 1888 membangun stasion misi (Katolik)
pertama di Langgoer.

Stasion misi Katolik 1925; komposisi agama Kep Kei masa kin

Sehubungan dengan perkembangan
wilayah, Pemerintah Hindia Belanda mulai melayani pelayaran reguler dari dan ke
Toeal. Sebelumnya layanan pelayaran dilakukan oleh swasta dari perusahaan
Langen en Co. Industri penebangan kayu, menjadi perusahaan rintisan pertama di
Kepulauan Kei yang terkenal dengan kayu jatinya di Batavia. Kepulauan Kei yang
berada di wilayah terpencil dari sudut pandang Batavia dan Ambon mengakibatkan
kepulauan yang indah dan kota Toeal menjadi jarang dikunjungi oleh para
wisatawan. Namun begitu, seorang wisatawan yang pernah datang ke Kepulauan Kei
dan Toeal menulis hasil perjalanannya yang dimuat surat kabar Soerabaijasch
handelsblad, 21-07-1932. Penulis tersebut lebih tertarik mengulas mengapa pusat
misi Katolik di Langgoer, bukan di Toeal. Disebutkan bahwa Langgoer yang dapat
dicapai setengah jam perahu terkesan terpencil dari keramaian di Toeal. Penulsi
mempertanyarakan mengapa begitu jauh di Langgor, lalu menulis jawabannya karena
faktor sejarah dimana awal pos misi dimulai di Langgoer karena di Toeal yang
kini menjadi ibukota Kepulauan Kei para misionaris tidak bisa melakukan kontak
karena wilayah pemukiman Muslim dan hanya dapat melakukan kontak dengan
penduduk secara longgar di Langgoer. Disebutkannya bangunan-bangunan misi yang
terbilang baik di Langgoer seakan terjebak sendiri di tempat yang sepi itu
sementara kehidupan yang ramai justru barada di Toeal. Langgoes tidak semaju
Toeal. Di Langgoer disebutnya sulit mendapatkan uang (penghasilan), dua
komoditi utama di masa lampau kopra dab tripang bisa menjadi sumber kemakmuran
warga tetapi kini dua komoditi itu harganya sudah sangat rendah jika
dibandingkan masa dulu. Disebutkan di Langgoer terdapat perkampungan Cina.

Itulah sejarah awal
Kepulauan Kei yang berpusat di Toeal. Suatu kampong pada awalnya menjadi tumbuh
dan berkembang menjadi kota seperti yang ada sekarang. Dalam sejarah navigasi pelayaran
nama Adolf von Langen, seorang Jerman harus diingat sebagai orang yang membuka
keterisolasian pelabuhan Toeal di pulau Doellah di Kepulauan Kei.

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top