Stadion Kebun Bunga di Medan sudah
sejak lama digunakan oleh PSMS sebagai ‘markas’ dan juga tempat latihan.
Sementara untuk pertandingan resmi, PSMS menggunakan Stadion Teladan. Stadion
Kebun Bunga dibangun di era kolonial Belanda, Stadion Teladan baru dibangun
pada tahun 1953. Stadion Kebun Bunga hingga saat ini masih digunakan PSMS
sebagai ‘markas’. Stadion Teladan juga hingga saat ini masih eksis sebagai
stadion utama PSMS.
![]() |
Gerbang (stadion) Lapangan DSV Medan (1925) |
Di Jakarta, Stadion Menteng adalah ‘markas’ Persija. Stadion ini sudah
eksis di era kolonial Belanda yang menjadi ‘markas’ klub VIOS. Sejak Stadion
Menteng dibongkar dan dijadikan taman, praktis Persija tidak memiliki ‘markas’
yang tetap. Sementara itu, di Bandung, Stadion Persib adalah ‘markas’ Persib.
Stadion ini juga sudah eksis sejak era kolonial Belanda yang menjadi ‘markas’
klub Sidolig.
Bunga dibangun? Itu yang menjadi pertanyaan. Pertanyaan ini dapat ditambahkan:
Mengapa Stadion Kebun Bunga dibangun? Lalu bagaimana proses awal
pembangunannya. Pertanyaan ini menjadi menarik karena Stadion Kebun Bunga masih
eksis dan juga Stadion Kebun Bunga masih digunakan PSMS sebagai markas dan
tempat latihan hingga saat ini. Untuk itu, mari kita lacak.
(gemeenteraad) Medan muncul usulan untuk pembangunan stadion dan komplek
olahraga (De Sumatra post, 17-04-1929).
Lapangan (stadion) yang menjadi ‘markas’ DSV Medan tidak layak lagi dijadikan
sebagai venue pertandingan sepakbola di Kota Medan. Usulan mengerucut untuk
mengakuisisi taman Kebon Boenga di
Parkstraat.
![]() |
Peta 1896 |
Kebon Boenga di wilayah Polonia adalah suatu area di sisi barat sungai
Deli (berserberangan dengan area Esplanade. Pada tahun 1902 terjadi banjir
besar sehingga membuat area Kebon Boengan tenggelam (lihat De Sumatra post, 27-10-1902).
Begitu besarnya banjir, sungai Deli meluap hingga hampir mencapai dek jembatan
dekat benteng (sekitar lima puluh sentimeter lagi). Ketinggian air di
perkampungan penduduk di pinggir sungai tenggelam hingga mencapai atap. Akibat
banjir ini, pemerintah (Asisten Residen) mulai merencanakan (perluasan) kota
dengan membangun sistem drainase dan membuat sejumlah kanal. Strategi ini juga
ditemukan di Batavia, Semarang, Soerabaja, Bandoeng dan Padang. Pada sore hari
situs/area Kebon Boenga ini dikunjungi oleh banyak anak-anak untuk bermain,
diantaranya banyak yang membawa kuda. Akses menuju area ini dari kota (Esplane)
melalui gerbang perumahan Tionghoa (De Sumatra post, 12-03-1904). Pada Peta
1896 sudah ada jembatan di situs Kebon Boenga di atas sungai Baboera. Jika
melewati stus/area Kebon Boenga terasa wangi karena banyak bunga dan
kebon-kebon bunga (De Sumatra post, 10-11-1906).
Jalan Poloniaweg kerap dipertukarkan dengan nama Djalan Kebon Boenga (De
Sumatra post, 22-03-1907). Penerangan listrik akan dibangun di Djalan Kebon
Boenga (De Sumatra post, 24-06-1907).
Di area ini juga akan dibangun TPA sampah dan pembuatan drainase di sisi-sisi
Djalan Kebon Boenga ke arah sungai (De Sumatra post, 15-07-1907). Area Kebon
Boenga sudah dirancang untuk area perluasan kota yang mana TPA juga diusulkan
akan dipindah ke tempat yang sesuai (De Sumatra post, 22-04-1909). Di area Kebon Boenga ini tokoh Tionghoa,
Tjong Jong Hian akan dikubur. Pemakaman abang Tjong A Fie ini akan dilakuan pada
tanggal 16 November (De Sumatra
post, 13-11-1911). Pohon-pohon besar di sekitar sepankang Djalan Kebon Boenga
(Parkstraat) aakan ditebang (De Sumatra post, 17-11-1915).
kepada anggaran Pemerintah Kota (Medan) sebesar f48.000. Luas situs taman ini
79.000M2 dan harga lahan per meter persegi sebesar f0.60. Secara keseluruhan
pembangunan stadion baru ini diperkirakan sebesar f76.000 yang meliputi biaya
akuisisi, pembangunan jalan, pembangunan lapangan sepak bola termasuk lapangan
dan tenis.
![]() |
Situs Kebon Boenga, Medan (Peta 1915) |
Pada tahun 1921 seorang pengusaha real estate mengusulkan agar di area
situs Kebon Boenga dibangun perumahan untuk mendukung perkembangan kota (De
Sumatra post, 22-11-1921). Gagasan ini kemudian dibahas di dewan kota. Dalam
pertimbangannya, gagasan ini menarik perhatian dewan karena selama ini area Kebon
Boenga hanya tinggal kenangan, karena kini tidak lebih dari padang rumput
tempat dimana banyak anak-anak bermain dan mengembalakan kuda-kuda mereka.
Anggota dewan kota (gemeenteraad) Radja Goenoeng mengkritisi gagasan ini dengan
memberi pertimbangan jika memang harus menjadi real estate baru maka pengembang
harus: (1) bahwa semua lahan yang digunakan untuk pembangunan jalan dan taman
pada nantinya ditransfer menjadi milik pemerintah kota secara gratis; (2) bahwa
semua jalan yang diproyeksikan dibangun harus diaspal dan dilengkapi selokan /drainase
beton dan semua area yang disediakan untuk taman dirapihkan, diratakan dan dibutuhkan
penanaman pohon muda dan lain-lain yang ditanam di dalamnya; (3) Djalan Kebon
Boenga atau Parkstraat diperpanjang dan diperlebar hingga 16 meter dengan
diperkeras diantara dua selokan serta jalan ini (Djalan Kebon Boenga) tetap terbuka
ke arah Sungai Baboerar dengan lebar penuh; (4)..;(5)..; (6) Jalan dan taman
harus dapat diselesaikan sejak kontrak diberikan oleh pemerintah kota (7) bahwa
pemeliharaan jalan dan taman umum akan dilakukan oleh pemerintah kota.
![]() |
Pertandingan sepak bola di Esplanade Medan, 1925 |
Radja
Goenong adalah pribumi pertama yang menjadi anggota dewan kota dengan metode
pemilihan umum yang baru (demokratis) yang kali pertama diterapkan sejak tahun
1918. Kajamoeddin Harahap gelar Radja Goenong kelahiran Padang Sidempoean adalah
pensiunan guru di Tapanoeli yang menjadi penilik sekolah di Oost Sumatra yang
berkantor di Medan sejak tahun 1915. Radja Goenong tidak hanya piawai mendidik
para murid, karena Radja Goenoeng yang mereformasi pendidikan di wilayah Oost
Sumatra sehingga berjalan baik, tetapi juga Radja Goenoeng juga bisa memberi
perspektif pendidikan bagi anggota dewan lain dan pemerintah kota serta
pengembang dalam memanusiakan pengembangan Kota Medan. Usulan-usulan di atas
khas cara berpikir seorang guru (jika pengusaha ingin mengambil untung, warga
juga harus mendapat manfaat yang lebih besar). Perumahan inilah yang kemudian
diminati oleh orang-orang Eropa sebagai hunian tempat tinggal. Taman yang
disediakan dan dibangun oleh pengembang yang menjadi aset pemerintah kota kemudian
dijadikan lapangan (stadion) Kebon Boenga. Usul pembangunan stadion ini bermula
digagas oleh anggota dewan kota Abdullah Lubis (pemimpin NV Sjarikat Tapanoeli
yang menerbitkan surat kabar Pewarta Deli). NV Sjarikat Tapanoeli didirikan tahun
1907 oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda dan Mohammad Yacoub Lubis gelar
Sjeh Ibrahim. Ketika Kota Medan ditingkatkan statusnya menjadi kota (gemeente)
pada tahun 1909, Sjeh Ibrahim yang diangkat sebagai Kepala Kelurahan pertama di
Wijk (kelurahan) Kesawan. Mohammad Yacoub adalah orang Tapanoeli pertama yang
merantau ke kota Medan (sejak 1875 saat onderafdeeling Medan dibentuk
berkedudukan di di Kampong Medan). Kota Medan perkembangannya sangat pesat
sehingga masalah-masalah sosial sering timbul. Seorang Djaksa di Sipirok
(Angkola, Tapanoeli) bernama Sjarif Anwar dipindah ke Medan tahun 1885. Djaksa
pribumi pertama ini membuat kota Medan menjadi lebih tenang dan damai karena
takut dituntut oleh djaksa yang tegas ini. Salah satu anak Sjarif Anwar Harahap
lahir di Sipirok tahun 1885 yang bernama Djamin kemudian bersekolah di Medan
dan lulus ELS tahun 1900 dan kemudian diangkat menjadi mantri polisi dan lalu
dipromosikan sebagai Adjuct-Djaksa. Djamin Harahap gelar Baginda Soripada
adalah ayah dan Sjarif Anwar gelar Soetan Goenoeng Toea adalah kakek dari Amir
Sjarifoeddin Harahap (Perdana Menteri RI yang kedua).
Adanya lapangan tennis dalam komplek stadion sepak bola karena adanya keberatan
dari klub tennis (Deli Tennis Club) yang sudah memiliki lapangan tenis di situs
tersebut (De Sumatra post, 01-05-1929). Oleh kareananya, dalam pembangunan
stadion ini lapangan tennis akan diset ulang agar sesuai layout komplek
olahraga tersebut. Salah satu anggota dewan kota dari golongan pribumi saat itu
adalah Abdullah Lubis (pemimpin surat kabar Pewarta Deli) dan Abdul Hakim
Harahap (kelak menjadi Gubernur Sumatra Utara).
![]() |
Peta 1940 |
Hingga pada tahun 1905 lapangan
Esplanade (kini Lapangan Merdeka) masih dapat digunakan oleh semua pihak
(Eropa/Belanda, pribumi dan Tionghoa). Namun setelah itu muncul peraturan bahwa
lapangan Esplanade hanya dapat digunakan untuk pertandingan sepakbola yang diselenggarakan
oleh ETI (orang-orang Eropa/Belanda). Pada tahun 1915, ketika perserikatan OSVB
dibentuk (untuk menggantikan perserikatan DVB) lapangan Esplanade dilarang
digunakan untuk pertandingan sepak bola. Hal ini karena di sejumlah titik sudah
bermunculan lapangan sepakbola, termasuk lapangan klub DSV. Namun dalam
perkembangannya, lapangan-lapangan yang dimiliki secara pribadi oleh klub atau
komunitas dianggap tidak memadai (sempit dan terbatas). Dewan kota merasa perlu
mengusulkan pembangunan lapangan sepak bola yang representatif yang akan
menjadi sumber pendapatan pemerintah kota.
![]() |
De Sumatra post, 24-09-1931 |
B&W (Dinas PU) tidak melibatkan OSVB. Sebagai akibatnya, pembangunan lapangan
sepak bola tidak memenuhi standar yang diharapkan oleh OSVB (De Indische
courant, 11-07-1930). Situs itu pada dasarnya berlahan basah (sebagian rawa). Jika
pertandingan berlangsung pada saar hari hujan, maka di dalam lapangan akan
terdapat genangan dan permainan menjadi sepakbola ala sepakbola lumpur. Ini
tampak ketika pertandingan antara klub PSV vs klub CSC. Setiap pemain menendang
bola terasa berat karena bola berada di dalam air atau bola menempel pada
permukaan lumpur (De Sumatra post, 14-09-1931), PSV adalah singkatan dari
Parsadaan Sport Vereeniging, klub orang-orang Tapanoeli dari Mandailing dan
Angkola, sedangkan CSC adalah singkatan Chinesse Sport Vereeniging. De Sumatra
post, 24-09-1931
![]() |
De Sumatra post, 20-05-1933 |
Kualitas Stadion Kebon Boenga
akhirnya keluhan dan protes dari OSVB akhirnya direspon oleh pemerintah (De
Sumatra post, 20-05-1933). Lapisan
pasir di atas tanah liat lapangan akan ditambah agar fungsi drainase bisa
berjalan baik (pada saat hujan). Dalam upaya perbaikan ini juga akan dilakukan
perluasan pagar (dinding stadion) sehingga akan tampak menjadi benar-benar
stadion. De Sumatra post, 20-02-1934 melaporkan stadion Kebon
Boenga segera direnovasi. Dalam renovasi ini letak tribun akan diubah berlawan
dengan yang sekarang. Disamping itu juga akan dibuat tiga akses ke dalam
stadion. Pekerjaan ini dijanjikan oleh pemerintah kota selama tiga bulan
selesai. Dengan demikian OSVB akan menikmati stadion yang baru (hasil renovasi
besar-besaran).
![]() |
De Sumatra post, 06-06-1934 |
stadion Kebon Boega. Klub DLSV yang berhomebase di Medan membangun stadion baru
yang lebih besar (De Sumatra post, 06-06-1934). Stadion baru ini untuk
menggantikan lapangan (stadion) yang lama. Pada bulan Februari klub DSV Medan dan
klub LSV Langkat merger dan membentuk klub baru DLSV (Dcli Langkat Sport
Vereeniging). Dalam hubungan ini, DLSV menjadi klub raksasa di Medan yang mampu
membangun stadion besar dan megah melebihi stadion pemerintah (OSVB) di Kebon
Boenga. Lokasi stadion DLSV yang baru ini berlokasi di belakang Veldpolitiekazerne
di Poloniaweg yang dirancang oleh arsitek Deli Mij, Mr. Roestenburg. Sistem
drainasenya sangat baik dengan ukuran lapangan panjang 103 meter dan lebar 75
meter yang jauh lebih luas jika dibandingkan stadion OSVB di Kebon Boenga. Tribun dirancang agak tinggi bertingkat dan lebih luas yang mampu
menampung 400 orang untuk duduk. Seluruh area dipagari dengan pagar seng,
dimana dari waktu ke waktu berbagai iklan akan dipasang, di belakang kedua
target tersebut. Stadion juga dilengkapi dengan ruang ganti dan kamar mandi
serta sebuah bar. Pembukaan stadion baru akan berlangsung pada tanggal 23 Juli.
Stadion ini tampaknya juga lebih mewah jika dibandingkan stadion klub VIOS di
Batavia dan stadion klub Sidolig di Bandoeng.
![]() |
De Sumatra post, 30-01-1933 |
dan di sisi lain merasa khawatir. Hal ini sehubungan dengan makin banyaknya
klub yang membangun stadion sendiri. Stadion baru akan dibangun di Djalan Radja
(De Sumatra post, 20-12-1938). Ketua
OSVB, C Bakker gembira karena klub semakin mampu menyelenggarakan pertandingan
(home) dalam kompetisi, sebaliknya ada kekhawatiran stadion OSVB di Kebon
Boenga menjadi tidak akan terawat (karena berkurangnya pemasukan?). Stadion di
Djalan Radja ini akan digunakan oleh klub-klub pribumi, klub Sahata dan klub
MSV. Stadion di Djalan Radja ini kelak akan diakusisi oleh pemerintah untuk
membangun stadion yang lebih mewah dari Stadion Ikada di Djakarta, yakni
Stadion Teladan Medan. Foto: Tim sepakbola veteran Belanda vs veteran Inggris di stadion Kebon
Boenga, 1933 (De Sumatra post, 30-01-1933).
![]() |
Esplanade, Medan (1890) |
Stadion Kebon Boenga dan stadion-stadion yang lainnya di Medan. Sebelum adanya
stadion Kebon Boenga, jauh sebelumnya sudah ada stadion klub DSV. Pembangunan
stadion oleh klub-klub (seperti DSV) sehubungan dengan pembatasan penggunaan
lapangan Esplanade untuk kegiatan pertandingan sepak bola. Namun dalam
perkembangannya, stadion klub-klub ini cenderung sempit dan terbatas sehingga atas
usul anggota dewan, seperti Abdul Hakim Harahap, lalu pemerintah membangun
stadion yang lebih besar yakni Stadion Kebon Boenga. Tidak hanya hanya berhenti disitu,
ternyata klub-klub juga merenovasi stadionnya dan beberapa diantaranya
membangun stadion baru yang lebih baik seperti DLSV. Ini mengindikasikan bahwa
kegiatan sepak bola di Medan sangat dinamis.
Apa yang dikhawatirkan oleh Ketua OSVB terhadap nasib stadion Kebon Boenga ternyata
terbukti. Lalu OSVB mengusulkan stadion Kebon Boenga dibongkar dan dipindahkan
ke Prinses Beatrixlaan (De Sumatra post, 12-10-1939). Saat proses transfer
tengah berjalan dan sebagian dari konstruksi stadion Kebon Boenga telah
dipindah ke Prinses Beatrixlaan ternyata alokasi pemerintah untuk anggaran
tahun 1940 hanya sebesar f12.500 untuk melanjutkan proses pemindahan stadion.
Akibatnya stadion Kebon Boenga yang sudah berantakan karena sebagian
konstruksinya sudah dipindah terpaksa harus gagal. Dengan kata lain, proses
transfer itu tidak dapat direalisasikan. Stadion Kebon Boenga harus tetap
dipertahankan meski dianggap kurang layak.
semata-mata karena kegundahan OSVB, melainkan karena munculnya masalah hukum
tentang lahan komplek olahraga di Kebon Boenga. Pemilik lahan, Van Wingerden
menggugat pemerintah kota karena ada pelanggaran kesepakatan yang dibuat tahun
1929 yang dikaitkan dengan pembelian lahan sebesar f48.000. Dalam kasus gugatan
ini, dewan kota meminta untk membentuk komite penyelidikan. Hal ini karena dewan
kota berpendapat bahwa pemerintah kota
telah memenuhi persyaratan kesepakatan sepenuhnya. Namun sebaliknya pemerintah
kota melalui Kantor B&W (Dinas PU) tidak menginginkan sampai kepada pembentukan
komite penyelidikan (De Sumatra post, 28-09-1939). Ketidaksepakatan ini dari
kubu Van Wingerden sebagai pemilik lahan yang dijual kepada pemerintah, tetapi
kenyataannya yang membangun adalah NV Het Villapark (De Sumatra post, 09-10-1939).
Kebon Boenga yang gagal ini (1939), praktis tidak pernah ada kabar berita pertandingan
sepakbola diadakan di Stadion Kebon Boenga. Komplek olahraga Kebon Boenga )sepak
bola, tennis dan hoki) penggunaannya dimulai pada tanggal 17 Juni 1931 (De
Sumatra post, 04-03-1940). Lantas dengan pembongkaran ini apakah stadion Kebon
Boenga telah tamat? Sementara pertandingan sepakbola di Medan masih berjalan,
tetapi penggunaan stadion Kebon Boenga tidak lagi. Sedangkan pertandingan hoki
dan tennis di komplek olah raga di Kebon Beonga masih berjalan seperti
sebelumnya.
Keboen Boenga yang menyebabkan Stadion Kebon Boenga harus dibongkar (1939) dan
dipindahkan tidak diketahui secara jelas, bahkan hingga terjadinya pendudukan
Jepang. Yang jelas kegiatan sepak bola di Stadion Kebon Boenga sejak 1939 telah
terhenti.
berita stadion Kebon Boenga juga tidak terdengar. Tidak hanya itu, selama era
pendudukan Jepang kegiatan sepak bola di Medan juga tidak terlaporkan. Ketika
Indonesia sudah merdeka dan Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus
1945 di Djakarta, situasi cepat beruibah di Medan: militer Jepang telah
menyerah dan digantikan oleh sekutu, NICA/Belanda yang semakin menguat di Medan
menyebabkan munculnya perang antara Republiken dengan Belanda. Pemerintah RI
harus mengungsi ke Pematang Siantar lalu ke Tapanoeli di Padang Sidempoean.
Paralel dengan perang ini di Medan dan Sumatra Timur yang sudah dikuasai
Belanda muncul apa yang disebut Negara Sumatra Timur (NST) dengan walinya Dr.
T. Mansoer.
atas nama pemerintah militer Sekutu/NICA Jenderal Mayor. P. Scholten dan Wali
NST Dr. T Mansoer. Dalam turnamen ini diikuti oleh kesebelasan 42 R1, Medan
Poetra, 33 R1 dan Artileri. Pemenang turnamen hadiah diberikan oleh ketua Ketua
OSVB Mr. Nolen (Het nieuwsblad voor Sumatra, 05-07-1948). Disebutkan bahwa
turnamen ini diadakan di lapangan olahraga (stadion) Kebon Boenga.
![]() |
Peta 1951 |
Stadion Kebon Boenga yang
terlantar sejak tahun 1939 besar kemungkinan pada tahun 1948 telah direnovasi
oleh militer sekutu/NICA yang bermarkas di Medan. Kesebelasan-kesebelasan yang
mengikuti turnamen yakni 42 R1, 33 R1 dan Artileri adalah kesebelasan-kesebelasan
militer Sekutu/Belanda di Medan. Bagaimana kasus hukum perdata dari Van
Wingerden dan pemerintah kota sudah dengan sendirinya gugur, Hal ini karena
selama pendudukan Jepang, militer Jepang menerapkan sama bagi kepemilikan
publik yang dikuasasi oleh pemerintah dan swasta disamakan. Pihak militer
sekutu/Belanda yang ‘menginvasi’ kembali kota Medan dianggap sebegai pemilik
barang dan bangunan publik dan swasta.
bangunan yang berantakan telah dikembalikan pada bentuk dan fungsinya yang
semula di era perang oleh militer Sekutu/Belanda. Bahan-bahan bangunan yang
sebagin telah dipindahkan ke Prinses Beatrixlaan telah diangkut kembali ke
Kebon Boenga untuk memenuhi kembali wujud stadion Kebon Boenga. Stadion Kebon
Boenga yang pernah ‘koma’ selama bertahun-tahun telah dihidupkan kembali. Pada
kehidupan Kebon Boenga yang kedua ini seakan stadion Kebon Boenga tidak ada
matinya lagi. Stadion Kebon Boenga berumur panjang bahkan hingga ini hari, yang
menjadi ‘markas’ PSMS Medan dalam memulai Liga 1, 2018.
![]() |
De Sumatra post, 23-07-1929 |
Pada Peta 1951 tampak Stadion
Kebon Boenga memiliki tribun barat dan tribun timur. Sementara pada Peta 1940
stadion Kebon Boenga hanya memiliki satu tribun di sebelah barat.Ukurannya juga
tampak kecil. Oleh karena kegiatan sepak bola tidak ada lagi di stadion Kebon
Boenga sejak 1939, maka pembangunan kembali stadion Kebon Boenga (setelah
sempat dibongkar sebagian) besar kemungkinan terjadi pada era perang
kemerdekaan yang dilakukan oleh militer Sekutu/Belanda (NST). Gambaran mengenai
stadion Kebon Boenga saat pembangunannya pada tahun 1929, stadion utamanya yang
berukuran 104X68 meter di tengah sebelah barat memiliki bangunan dengan panjang
20 meter yang terdiri dari ruang ganti, termasuk shower untuk para pemain, juga
ada ruangan untuk penyimpanan bahan, permainan serta satu kios untuk menjual
makanan dan minuman. Di atas bangunan ini tribun
diletakkan, ditutupi dengan atap sehingga para penonton terlindungi dari sinar
matahari setiap saat. Di tribun, yang memiliki ukuran 20 kali 6 meter ini dapat
menampung 150 penonton. Untuk pertandingan besar,ukuran tribun ini tentu saja
terlalu kecil, namun masih dimungkinkan untuk perluasan yang cukup dapat
dilakukan di kedua sisi bangunan (lihat De Sumatra post, 23-07-1929). Juga diuraikan bahwa komplek
olah raga Kebon Boenga ini selain stadion utama, juga terdapat tiga lagi
lapangan sepak bola berukuran lebih kecil: 2 buah ukuran 100×60 meter dan satu
lagi ukuran 100×65 meter. Di dalam stadion utama ini juga tersedia trek atletik
yang mengelilingi lapangan, juga dicadangkan untuk olah raga tolak peluru dan
lempar lembing ukuran 100 meter dan space untuk lompat jauh dan lompat tinggi
seluas 400 meter persegi. Sedangkan untuk keperluan tennis berada di luar
lapangan (stadion) berjumlah dua buah dengan masing-masing ukuran 37×20 meter.
Seluruh komplek olah raga ini dikelilingi oleh pagar berupa tanaman. Biaya
pembangunan seluruh lapangan olahraga sebesar f28.000 sedangkan untuk lanskapnya
yang hijau penanaman pohon sebesar f6.500. Pada tahun 1932 di
stadion dilakukan perlombaan atletik dalam berbagai cabang dengan perebutan
piala (De Telegraaf, 24-11-1932). Disebutkan untuk perlombaan 1.500 harus
dilakukan beberapa putaran tetapi tikungannya dianggap terlalu tajam.
![]() |
Stadion Kebun Bunga (googlemap) |
heritage di bidang olahraga. Memang kini di komplek olah raga ini yang tersisa
hanya stadion Kebon Boenga dan lapangan hoki. Lapangan hoki dibangun dengan
mengakuisisi salah satu lapangan sepak bola sehubungan dengan terbentuknya
Asosiasi Hoki Medan (De Sumatra post, 26-10-1933). Pembangunan ini dikaitkan
dengan rencana renovasi komplek olah raga utamanya stadion Kebon Boenga (De Sumatra post, 16-11-1933).
Renovasi ini tidak lagi oleh PU tetapi ditenderkan ke publik (De Sumatra post, 20-01-1934).
Namun, stadion Kebon Boenga adalah situs tua di Indonesia yang masih eksis
hingga ini hari. Komplek olahraga dengan venue utama stadion Kebon Boenga di
masa lampau haruslah dipandang sebagai komplek olahraga pertama di Indonesia.
Bandingkan, bahwa komplek olah raga Senayan, Jakarta baru dibangun tahun 1960
(jelang Asian Games 1962) dan komplek olahraga Jakabaring, Palembang tahun 2001
(jelang PON 2004), sedangkan komplek olah raga Kebon Boengan dibangun sejak
1929.
Bunga juga adalah bagian dari perhelatan PON III Medan tahun 1953. Pada waktu
yang bersamaan tanggal 19 Setember pukul 15.30-18:00 pertandingan di Stadion Teladan
antara M. Sumatra vs W. Borneo dan di stadion Kebun Bunga antara O. Java dan ZO.
Borneo (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 19-09-1953). Pada tangga 22
September (15.30-18.00) antara Z. Celebes vs N. Celebes di stadion Kebun Bungan
dan di Stadion Teladan antara N. Sumatra vs Kleine Soenda Eilanden (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 22-09-1953).
Teladan (1953): Stadion Kebun Bunga ‘Markas’ PSMS
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.