Ali Mochtar
Hoetasoehoet kali pertama diajak Parada Harahap pada tahun 1948. Pada saat itu,
Wakil Presiden Mohammad Hatta meminta Parada Harahap untuk mengoperasikan
majalah Detik di ibukota RI di pengungsian di Bukittinggi. Majalah ini menjadi
media untuk penghubung para republiken di berbagai titik pengungsian. Lalu
Parada Harahap meminta Ali Mochtar Hoetasoehoet komandan tentara pelajar di
Padang Sidempoean untuk membawa percetakan dari Padang Sidempoean (Kota Padang
dan Kota Sibolga sudah diduduki Belanda). Setelah pengakuan kedaulatan RI, Ali
Mochtar Hoetasoehoet hijrah ke Djakarta. Awalnya bekerja bersama Parada
Harahap, lalu Parada Harahap meminta Ali Mochtar Hoetasoehoet untuk membantu
Mochtar Lubis sebagai staf keuangan di Indonesia Raya. Pada saat Parada Harahap
mendirikan Akademi Wartawan Djakarta, Ali Mochtar Hoetasoehoet termasuk
mahasiswa (angkatan) pertama sambil tetap bekerja di Indonesia Raya pimpinan
Mochtar Lubis. Saat
Mochtar Lubis ditahan, Ali Mochtar Hoeta Soehoet yang mengambil peran sebagai
pemimpin Redaksi Indonesia Raya. Itulah riwayat Ali Mochtar Hoetasoehoet mengapa menjadi ketua
panitia Kongres Pemuda 1953. Catatan tambahan: Ali Mochtar Hoetasoehoet kelak
mendirikan Akademi Publisistik yang berubah menjadi IISIP Lenteng Agung; dan
Akademi Wartawan Djakarta di Deca Park kelak berubah menjadi Akademi Bahasa
Asing (ABA) di Tjikini. Ali Mochtar Hoeta Soehoet meninggal dunia tahun
2010 dimakamkan di di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Kongres Pemuda 1953, dan sejak dilakukan Peringatan Hari Sumpah Pemuda 28
Oktober 1953 pemerintah mensosialisasikannya baik presiden sendiri (Presiden
Sukarno), Wakil Presiden (M. Hatta) maupun para menteri-menterinya. Sosialisasi
yang mengadopsi keputusan Kongres Pemuda 1953 (memperbarui kesetiaan dengan
sumpah pemuda) ini bahkan berubah seakan menjadi kampanye Sumpah Pemuda dalam
meredakan berbagai kisruh yang muncul. Hal ini karena penataan negeri (pasca
poengakuan kedaulatan RI) yang baru seumur jagung sudah ada perbedaan-perbedaan
opini di antara para pemimpin, munculnya ketegangan baru seperti pemberontakan
(Jawa Barat, Atjeh dan Sulawesi Selatan), meningkatnya tekanan pers (karena ada
indikasi korupsi) terutama dari Mochtar Lubis dan kawan-kawan.
Jakarta, Presiden Sukarno mangadopsi hasil Kongres Pemuda 1953 dan
mengaitkannya setiap ada kesempatan berpidato. Kesetiaan pemuda dalam wujud
Sumpah Pemuda adalah semacam amunis baru bagi Sukarno ketika dirinya sudah
mulai ditekan dari kiri kanan (parlemen, militer dan mahasiswa serta pemda). Di
Jambi, Wakil Presiden M. Hatta menghimbau agar pemuda menjaga persatuan dan
kesetiaan kepada Sumpah Pemuda.
ochtendbulletin, 23-04-1954: ‘Hatta: persatuan di kalangan pemuda meskipun
perbedaan pendapat di kalangan orang tua… dari Jambi, Wakil Presiden Moh. Hatta
diadakan pidato untuk semua siswa sekolah lanjutan di teater Murai…menjaga
pemuda disarankan rasa taruhan persatuan dan kesetiaan kepada “Sumpah
Pemuda”. “Wapres memberikan gambaran dari onderwas di Indonesia, dan
mengatakan bahwa sekarang banyak ajaran. …Kemudian Wakil presiden, ada
digunakan pepatah Belanda mengatakan: Maluku adalah masa lalu, Java sekarang
dan masa depan Sumatera, yang berarti, menurut vice.president…bahwa Java sekarang
banyak sekolah..Sumatera masih memiliki kekurangan ahli yang oleh karena itu
harus datang dari gundukan Djambl. Presiden memutuskan untuk mengatakan
pidatonya bahwa rasa persatuan harus dipertahankan. Pemuda kita juga harus
melakukan banyak olahraga, karena dalam tubuh yang sehat adalah jiwa sehat
Padang Ketua Badan Pertimbangan Kebudajaan, Mangunsarkoro memberikan kuliah di
Auditorium Sekolah Tinggi Hukum. Isi cermahnya tentang kesetiaan pemuda.
ochtendbulletin, 07-05-1954: ‘Indonesia merupakan pusat budaya bangsa terletak
di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Di Auditorium Sekolah Tinggi Hukum di
kuliah Padang diadakan oleh Ketua Badan Pertimbangan Kebudajaan untuk siswa dan
S. Mangunsarkoro, presiden Dewan Kebudayaan, memberikan kuliah…kita harus
menunjukkan bahwa kita memiliki budaya
yang kuat .. Sumpah Pemuda (Sumpah Pemuda adalah kehormatan satu nusa, satu
bangsa dan satu bahasa. Hubungan antara budaya daerah dengan budaya natiorale
ditentukan oleh semangat budaya… Namun, jika budaya nasional oleh semangat
nasional, dan menyebar ke seluruh Indoresia….’
Medan, Menteri Pendidikan M. Yamin (dalam kongres Bahasa) mensosialisasikan
hasil Kongres Pemuda 1953.
menjadi peserta aktif dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan (Het nieuwsblad
voor Sumatra, 30-10-1954). Salah satu keputusan dalam kongres ini adalah soal
Bahasa Indonesia sendiri. Sebab dalam konstitusi belum dijelaskan apa yang
dimaksud dengan Bahasa Indonesia, karena sejak dari Kongres Pemuda 1928, Bahasa
Indonesia adalah Bahasa Melayu. Dalam kongres ini usul ini muncul dari Madong
Lubis. Het nieuwsblad voor Sumatra, 03-11-1954 menyebutkan bahwa Madong Lubis,
guru senior dalam kongres ini banyak memberikan masukan. Dalam pidatonya
menyarank tujuh poin, diantaranya: pengajaran bahasa daerah di sekolah harus
dibatasi, guru harus memastikan penggunaan yang tepat bahasa Indonesia kepada
murid-muridnya dan kualitas guru dalam berbahasa Indonesia harus ditingkatkan.
Madong Lubis (dan Amir Hamzah Nasoetion) protes usulan bahwa pers dan radio
memiliki kebebasan dalam berbahasa (Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1954). Hal ini menanggapi
makalah yang berjudul Pers dan radio karakter legislatif tata bahasa ini tidak
mutlak (Voor de pers en radio is het normatieve karakter van de grammatica niet
absoluut). Menurut Madong Lubis pemberian kebebasan kepada wartawan menyimpang
dari tata bahasa’
dan kampanye Sumpah Pemuda yang dilakukan oleh Sukarno, M. Hatta dan M. Yamin
adalah untuk kepentingan pemerintahan mereka sendiri yang tengah banyak
gangguan. Sedangkan Sumpah Pemuda itu sendiri adalah produk pemikiran dari
tokoh-tokoh lain yang bukan pejabat pemerintah tetapi sangat peduli terhadap
kesatuan dan persatuan. Mereka adalah Parada Harahap dan AM Hutasuhut.
![]() |
Pemimpin Mahasiswa Indonesia asal Padang Sidempoean |
AM Hoeta Soehoet
(1953) adalah generasi berikutnya dari pimpinan mahasiswa Indonesia sebelumnya.
Pada tahun 1947 dua pimpinan mahasiswa membentuk dua organisasi mahasiswa yakni
Lafran Pane dan Ida Nasution. Lafran Pane mendirikan HMI sedangkan Ida Nasution
mendirikan PMUI. Jika ditarik ke belakang, pada tahun 1908, pimpinan mahasiswa
adalah Soetan Casajangan dengan mendirikan organisasi mahasiswa yang disebut
Indisch Vereeniging di Leiden, Belanda. Organisasi pertama mahasiswa ini kemudian ditansformasi Mohammad Hatta dan kawan-kawan menjadi PPI Belanda. Kepemimpinan PPI Belanda setelah Mohammad Hatta adalah Parlindoengan Lubis sebagai ketua dan Mohammad Ildrem Siregar sebagai bendahara, Untuk sekadar diketahui, Soetan
Casajangan, Lafran Pane, Ida Nasution dan AM Hoeta Soehoet adalah pendiri organisasi mahasiswa yang berasal Padang Sidempuan yang juga
menjadi kampung halaman Parada Harahap (pendiri PPPKI). Satu lagi kelak yang menjadi pimpinan
mahasiswa adalah Hariman Siregar, kelahiran Padang Sidempuan yang menjabat
Ketua Dewan Mahasiswa UI 1974, yang memimpin demonstrasi anti modal asing yang
lebih dikenal sebagai Peristiwa Malari. Ke dalam daftar ini masih bisa ditambahkan organisasi pemuda, yakni pendiri Sumatranen Bond (Jong Sumatra) di Belanda tanggal 1 Januari 1917 Sorip Tagor Harahap dan pendiri Bataksch Bond (Jong Batak) di Batavia tahun 1919 Abdoel Rasjid Siregar (mahasiswa STOVIA). Sorip Tagor dan Abdoel Rasjid juga kelahiran Padang Sidempoean. Tentu saja jangan dilupakan organisasi sosial pertama Medan Perdamaian di Padang tahun 1900 didirikan oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda yang juga kelahiran Padang Sidempoean. Sudah barang tentu ini bukan kebetulan (random) tetapi yang kebetulan semuanya berasal dari Padang Sidempoean.