Sumatra
![]() |
Peta 1560 |
adalah pedoman navigasi. Belanda datang ke Nusantara berdasarkan peta sudah
sudah dikembangkan sebelumnya. Peta tahun-tahun terakhir adalah hasil kumulatif
kegiatan geografi dan kartografi yang dilakukan oleh para ahli berdasarkan
hasil ekspedisi atau hasil-hasil laporan individu yang dipertukarkan di Eropa
(Purtugis, Spanyol, Belanda, Inggris). Tim Cornelis de Houtman termasuk yang
memanfaatkan peta-peta itu.
![]() |
Peta 1560 (zoom) |
pertama masih disebut Taprobana. Peta tertua Sumatra (sebuat saja: Taprobana) tersebut
bisa ditelusuri yang dibuat dalam bahasa Portugis yang terbit tahun 1560. Meski
nama Taprobana masih diperdebatkan antara pulau Sumatra atau pulau Kalimantan,
tetapi nama-nama tempat yang disebut dalam peta Taprobana yang dipublikasi
tahun 1560 sudah sesuai dengan nama tempat yang sekarang. Dalam peta ini
teridentifikasi dari arah Pantai Timur Sumatra, Terra Daru (Terra d’Aru) atau
Kerajaan Aru (Pertibie?), danau besar (danau Toba?) dan penunggang kuda (orang
Batak). Sedangkan dari arah Pantai Barat Sumatra teridentifikasi nama-nama tempat
seperti Ticoe (Tiku?), Priama (Pariaman?) dan Indapoera (Indrapura). Di
pedalaman teridentifikasi bangunan kraton (istana Pagaruyung?). Nama-nama
tempat di Sumatra dalam peta ini kurang lebih sama sebagaimana yang dapat
dibaca dalam buku Pires, Pinto dan Barbosa.
![]() |
Peta 1598 (Peta de Houtman) |
ekspedisi Cornelis de Houtman (1595), peta lama yang telah digunakan lalu
direvisi kembali sesuai hasil-hasil ekspedisi mereka. Peta pulau Sumatra pasca
ekspedisi Houtman yang berupa sketsa (sebut saja: Peta de Houtmen) telah dipublikasi
dalam jurnal ‘Journael vande reyse der Hollandtsche schepen ghedaen in Oost
Indien, haer coersen, strecking hen ende vreemde avontueren die haer bejegent
zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt aengeteeckent, …’. Jurnal yang
diterbitkan tahun 1598 ini sepenuhnya berisi catatan hari demi hari tentang
ekspedisi yang dilakukan oleh Cornelis de Houtman yang dimulai pada tanggal 2
April 1595 di Texel.
![]() |
Peta 1598. Peta de Houtman (zoom) |
(catatan hari demi hari dengan menyebut tanggalnya), semua keahlian (di luar
teknis dan navigasi) terlibat di dalam ekspedisi ini antara lain penulis,
pelukis dan pembuat peta (sketsa) tentu saja ada ahli bahasa. Secara khusus di
Peta de Houtman sudah lebih banyak nama-nama tempat baik di pantai barat maupun
pantai timur jika dibandingkan Peta Taprobana. Dalam Peta de Houtman sudah
teridentifikasi nama Minangkabau (Manacabo), Batak (Bata), Batahan (Bathan) dan
Batang Arau (Araorivier). Nama Padang belum teridentifikasi, sebagai kita
ketahuai Kota Padang berada di muara sungai Batang Arau.

penemuan ini lambat laun semakin lengkap dengan semakin luas dan semakin jauhnya
ruang ekspedisi (oleh pera pelaut-pelaut). Dalam Peta 1619 Papua Nuigini belum
teridentifikasi dengan baik (baru sekitar kepala burung dekat Maluku),
Peta-peta yang diterbitkan selanjutnya semakin mendekati keadaan yang sekarang
dengan semakin intensnya perhatian para geographer dan kartografer dalam
menyusun Peta Sumatra dan Peta Indonesia sebagai bagian dari penyusunan Peta
Dunia. Peta 1687 jaub lebih baik dari Peta 1619. Lalu kemudian Peta
![]() |
Peta 1619 |
di Sumatra, khususnya di Pantai Barat Sumatra sudah semakin banyak nama-nama
tempat yang teridentifikasi. Nama-nama tempat utama pada Peta 1619 adalah
Baroes (Barus?), Bathan (Batahan?), Groot Pasgeman (Air Bangis), Paraiaman
(Pariaman) dan Ghebroekenhoek (Padang?). Dalam Peta 1687 Barus dan Pariaman
tetap eksis, Batahan dan Air Bangis menghilang tetapi muncul nama Tiku (nama
yang sudah pernah muncul pada tahun 1560). Yang paling kita tinggu: Nama Padang
(Padangan) muncul menggantikan nama di posisi Ghebroekenhoek (muara sungai
Batang Arau). Nama Indrapoera tetap eksis, sebagaimana Pariaman sejak doeloe
(Peta 1560).
seterusnya, peta-peta terus diperbaiki, tidak hanya bentuk (luas dan topografi),
tetapi juga nama-nama tempat utama (tingkat kepentingannya). Seperti dalam Peta
1752 nama-nama yang selama ini belum pernah muncul sudah mulai teridentifikasi
satu per satu. Pada Peta 1752 sudah teridentifikasi Singkel, Tappanoeli, Masang
dan Salide. Sejauh ini nama Natal belum teridentifikasi, tetapi dalam peta-peta
berikutnya nama Natal telah menggantikan keutamaan Batahan dan Air Bangis
menggantikan Tikoe.
![]() |
Peta 1730 |
kronologis adanya peta modern yang berkembang sejak jaman kuno (sejak para ahli
menganggap dunia ini masih datar). Pemetaan (pembuatan peta) ini sudah ada
sekitar 300 SM. Yang menarik dalam sejarah pembuatan peta kuno, sejak Plato
atau Ptolemy, pulau Sumatra paling dicari (karena menghasilkan emas dan
rempah-rempah unggul) yang disebut kala itu Pulau Taprobana. Konon, orang-orang
Eropa sangat penasaran untuk menemukan pulau ini, karena orang-orang Mesir,
Persia dan Arab terus merahasikan dimana keberadaan pulau ini. Kerahasian itu
baru mulai terbuka ketika musafir Italia sudah sampai ke Pantai Barat Sumatra.
Ini berarti Sumatra adalah kunci penemuan dunia bagian timur.
utama di jaman kuno di pantai Barat adalah Baroes. Kota ini merupakan simpul
perdagangan utama dari kamper atau kapur barus dan kemenyan dari Angkola), emas
dari Mandailing dan Pasaman. Tempat dimana kapur barus (benzoin) diduga nama
kafura melalui bahasa Persia masuk dalam kita suci Alquran. Demikian jiga nama
Ophir sebagai penghasil emas dalam kita suci (Taurat dan Injil) di era Portugis
telah memberi nama pegunungan di Pasaman dengan nama pegunungan Ophir.
![]() |
Peta 1818 |
sekadar tambahan: Kedudukan Baroes di Pantai Barat Sumatra sangat penting di
jaman kuno. Tempat yang diduga peradaban baru dimulai di Hindia Timur (baca:
Nusantara). Dari Baros pedagang-pedagang India memasuki Angkola, untuk memotong
rantai tataniaga emas dan kemudian mendirikan koloni di Angkola dengan situs
peninggalan India tertua di Sumatra yakni Candi Simangambat di Angkola (yang
relatif seumur dengan candi Brobodoer di Jawa). Lalu kemudian terbentuk pusat
perdagangan (emas, kamper dan kemenyan) di Pantai Timur Sumatra (sebagai kontra
Baroes di Pantai Barat Sumatra yang Islam) di hulu sungai Baroemoen (masih
termasuk Angkola). Area ‘megapolitan’ perdagangan ini dikenal sebagai situs
peninggalan Hindu, percandian di Padang Lawas. Dalam perkembangannya, Sriwijaya
(Budha) menguasai perdagangan Padang Lawas yang mengakibatkan Kerajaan Cola di
India (abad ke-11) untuk memulihkan kedudukan Hindu dan menghancurkan Budha di
Sriwijaya. Untuk menguasai jalur perdagangan selat Malaka, Cola yang Hindu
(asal mula Angkola?) lebih memilih di Padang Lawas daripada Palembang sebagai
pusat Cola di Sumatra. Posisi ini dengan sendiri memutus jalur perdagangan
Tiongkok dari Timur ke Barat.
diketemukan, peta paling tua yang disusun pelaut-pelaut Portugis diterbitkan
pada tahun 1619. Dalam peta ini empat tempat yang teridentifikasi adalah: di
pantai barat Sumatra adalah Baros (baca: Barus) dan Bathan (baca: Batahan); di
pantai timur Sumatra adalah Daru (baca: Ara atau Aru) dan Ambuara (kemudian
menjadi Jamboe Ajer/Perlak). Empat tempat ini terhubung dengan jalur
perdagangan komoditi kuno ke daerah pedalaman dimana penduduk Batak berada.
Baros adalah bandar komoditi kemenyan, benzoin dan kamper (kapor barus) dari
penduduk Batak di Silindoeng dan Toba; Batahan adalah bandar komoditi emas
(tampaknya Batahan lebih terkenal dari Natal) dari penduduk Batak di
Mandailing. Aru (Daru) di sepanjang DAS Baroemoen adalah jalur komoditi emas.
kemenyan, kamper dan benzoin dari penduduk Batak di Angkola. Ambuara atau
Jamboe Ajer/di Perlak adalah bandar komoditi kemenyan, kamper dan benzoin dari
penduduk Batak di Alas dan Gajo (Bandar sisi barat adalah Singkel). Dalam peta
1619, Deli belum terindentifikasi. Oleh karenanya bandar terpenting di pantai
timur Sumatra hanya Aru (di sungai Baroemoen) dan Ambuaru atau Jamboe Ajer/di
Perlak atau Tamiang.
![]() |
Peta 1619 |
itu, Baros yang sudah sejak lama didominasi pengaruh Islam, orang-orang Moor
menggeser pusat perdagangannya dari Baros ke ujung utara Sumatra (kini Atjeh)
yang kemudian muncul pusat-pusat kekuatan perdagangan. Kekuatan Islam di ujung utara Sumatra ini lalu menggantikan
posisi kekuatan Hindu di Padang Lawas; Kerajaan Hindu menghilang dan muncul Kesultan
Islam (kesultanan Islam pertama di Nusantara: Kesultanan Aru?). Kesultanan di
pedalaman ini lalu bergeser posisinya ke ujung utara Sumatra (mirip dari Baros
ke ujung utara Sumatra di pantai barat). Peninggalan Kesultanan Aru ini
kemudian menjadi Kerajaan Aru (local) yang menurut Pinto dan Barbosa sebagai
Battak Kingdom (Inggrsi) atau Terra Daroe atau Terra d’Aroe )Prtugis) di
pengaliran sungai Baroemoen (aroe adalah terminology sungai di basis Baudha di Sri
Lanka (Budha adalah koloni pertama asing di Padang Lawas). Keradjaan yang
menjadi partner Kesultanan di ujung utara Sumatra ini sempat menjalin hubungan
dagang dengan Tiongkok (era sebelum muncul nama Cheng Ho?), dalam
perkembangannya dihancurkan oleh Madjapahit (ekspedisi Sumatra) tetapi tidak
mampu mengalahkan Kesultanan Islam di Atjeh. Kesultanan-kesultanan di ujung
utara Sumatra ini dalam perkembangan lebih lanjut bertransformasi menjadi
Kesultanan/Kerajaan Atjeh (termasuk dinasti Iskandar Moeda). Kerajaan Atjeh
kemudian mulai dapat gangguan dengan kehadiran Portugis. Akhirnya Atjeh,
Portugis, Belanda, Perancis dan Inggris) saling memperkuat pengaruh di Pantai
Barat Sumatra. Perseteruan Atjeh dan Belanda di Padang (muara sungai Batang
Arau) termasuk bagian dari perseteruan tersebut.
Peta-peta buatan
Portugis itu (yang menjadi rujukan pembuatan peta-peta selanjutnya) besar
kemungkinan didasarkan pada laporan Tome Pires (1512-1515) yang pernah
mengunjungi Malacca. Pires mendeskripsikan Sumatra berdasarkan informasi yang
dikumpulkan di Malacca, dimana di dalam laporannya Barros ditulisnya saling
tertukar antara Barros dengan Bata, Bara dan juga ditulis sebagai Terra de
Aeilabu dan Terra de Tuncoll. Semua nama-nama yang tertukar itu berada di
daerah teritori penduduk Batak (Baros). Lalu kemudian Daru tertukar dengan
Barros atau de Aru (Daru adalah ucapan untuk ‘de Aru’). Ini juga
mengindikasikan nama-nama itu berada di daerah teritori penduduk Batak.
Intinya, beberapa bandar penting yang didaftar Tome Pires adalah Pedir,
Aeilabu, Lide, Pirada dan Pacee. Dari tiga pelabuhan penting ini hanya Aeilabu
(Aek Labu atau Lobu Toea? nama lain Baros) yang sangat dekat dengan teritori
penduduk Batak, Meski disebut nama Aru, tetapi di dalam laporan Pires tidak
menonjol. Nama Aru baru menonjol dalam laporan Barbosa. Ekspedisi Barbosa
dilakukan setelah Tome Pires. Barbosa menyebut hanya tujuh bandar penting,
yakni: Pedir, Pansem, Achem, Compar (Kampar), Andiagao (Indragiri), Macaboo
(Minangkabau) dan Ara (Aru). Barbosa melakukan ekspedisi pada tahun 1518
Barbosa tampaknya mengoreksi hasil identifikasi Tome Pires.
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan
lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta.
Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap
buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah
disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan
atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di
artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.