Sejarah

Sejarah Kota Sibolga (2): Nama-Nama Jalan Tempo Dulu di Kota Sibolga; Jalan Tertua Heerenstraat (Kini Jalan Brigjen Katamso)




false
IN



























































































































































*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Pada masa kini, jaringan jalan di kota
bagaikan jaring laba-laba. Begitu banyaknya ruas jalan di dalam kota sulit
menentukan kota bermula dimana. Bagi pendatang identifikasi jalan sangat
penting, juga tentu bagi warga kota. Kegunaan mengidentifikasi jalan adalah
untuk menentukan posisi GPS kita sedang berada di dalam kota. Penanda navigasi
terpenting dalam menentukan posisi GPS adalah mengetahui jalan tertua di dalam
kota. Jalan tertua adalah petunjuk awal bagaimana kota bermula.

Kota Sibolga (Peta 1906) dan Kantor Residen (1867)

Jaringan jalan di Kota Jakarta bermula di jalan Kali
Besar (Kota), suatu jalan yang terbentuk karena kanal Kali Besar. Di Bandoeng
jaringan jalan bermula dari jalan Postweg (kini jalan Asia Afrika) dan Asisten
Residenweg (kini jalan Braga). Di Medan jaringan jalan bermula di Cremerstraat
(kini jalan Balai Kota/Putri Hijau) dan Deli Mij straat (kini jalan M Yamin).
Di Depok jalan bermula di Kartiniweg (jalan Kartini) dan Kerkstraat (kini jalan
Pemuda). Di Padang Sidempuan jaringan jalan bermula di Julianastrat (jalan
Jend. Sudirman) dan Asisten Residenstraat (jalan Gatot Subroto).

Lantas jalan apa yang
menjadi jalan tertua di Kota Sibolga? Dalam berbagai tulisan disebuit jalan
Zainul Arifin dan jalan S Parman yang sekarang. Itu jelas keliru. Jalan tertua
sebenarnya adalah Heerenstraat (kini jalan Brigjen Katamso). Dari namanya (Heeren)
menunjukkan nama jalan utama di masa lampau. Ketika kota Sibolga mulai dibangun
pada tahun 1842 jalan Katamso inilah yang pertama dibangun (lihat Peta 1867).
Bagaimana selanjutnya? Jumlah jalan yang terus bertambah adalah gambaran dari
perrkembangan kota darimana menuju kemana. Itulah arti penting memahami
jaringan jalan dalam menyusun sejarah kota. Mari kita telusuri sumber-sumber
tempo doeloe.

Jalur (perdagangan) tradisional Angkola-Baroes (via Sibolga)

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.

Kantor Controleur Tapanoeli dan Heerenstraat

Kota Sibolga yang sekarang berawal di kampong
Tapanoeli. Itu dimulai pada era Inggris dan kampong Tapanoeli paling tidak masih
menjadi basis kekuatan militer Belanda ketika terjadi Perang Pertibi (perang
melumpuhkan Tuanku Tambusai di Daloe-Daloe) yang berakhir pada bulan Oktober
1838. Dari kampong (pelabuhan) Tapanoelii rute yang digunakan militer mengikuti
jalan kuno antara (pelabuhan/benteng) Baros dengan Angkola yang dapat ditempuh
selama 11 hari. Dalam bahasa Tiongkok, jalan tersebut adalah jalur tradisional
penduduk Angkola (jalur kuno penduduk Silndoeng/Toba ke Baros melalui Dolok
Sanggul/Pakkat). Jalan kuno Angkola-Baros ini pada masa ini adalah jalan
Sutoyo. Dari jalan kuno inilah Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun Kota
Sibolga ke arah pantai/laut.
Pasca Perang Pertibi (baca: Portibi) Pemerintah Hindia
Belanda dalam menyelenggarakan pemerintahan sipil mulai membangun dua kota
kembar: Sibolga dan Padang Sidempoean. Controleur Tapanoeli yang berkedudukan
di kampong Tapanoeli akan dipindahkan ke kota baru (kampong) Sibolga dan Controleur
Angkola yang berkedudukan di kampong Pidjor Koling akan dipindahkan ke kota
baru (kampong) Sidempoean. Kampong Pidjor Koling dan kampong Tapanoeli adalah
basis militer (garnisun militer). Kantor Controleur yang baru dengan sendirinya
diproyeksikan menjadi ibu kota (hoofdplaat).
Dalam membangun kota, Pemerintah Hindia
selalu memperhitungkan dengan cermat yang dilakukan oleh militer/zeni dalam
konteks keamanan dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak (termasuk
ahli geologi dan etnografi). Poin militer dalam membangun kota adalah
mengutamakan sistem pertahanan (memiliki jalur escape). Jika lalu lintas utama
adalah sungai atau garis pantai, maka pertimbangannya mengikuti/menyesuaikan
dengan karakteristik sungai/pantai. Dalam hal ini dua pertimbangan utama lokasi
baru ibu kota bari di (kampong) Sibolga adalah jalur lalu lintas utama dan area
escape.
Pelabuhan Sibolga dan jalan Heerenstraat

Ahli geologi dilibatkan untuk mendapatkan gambaran
karakteristik lahan (menghindari lahan subur/potensial) dan lebih memilih area
marginal yang dapat dikembangkan untuk pengembangan persil-persil baru untuk bangunan
dan terhindar dari bahaya banjir. Ahli etnografi untuk mendapatkan lalu lintas
sosial ekonomi budaya dan hak-hak pertanahan yang melekat pada penduduk. Inilah
prinsip pertimbangan mengapa ibu kota dibangun dari jalur jalan kuno ke arah
pantai. Kampong Tapanoeli adalah suatu area terjebak (trap area), sedangkan
kampong Sibolga adalah escape area. Idem dito dalam pembangunan Kota Padang
Sidempoean (secara spasial, kampong Sidempoean lebih aman dari kampong Pidjot
Koling).

Jalan baru dari jalan lalintas utama menuju/mengarah
ke pantai/laut ini dibangun jalan utama (semacam boulevard). Lalu
bangunan-bangunan pemerintah (termasuk bangunan militer) dibangun di dua sisi
jalan ini. Jalan baru inilah kemudian disebut jalan Heereenstraat (yang kini
dikenal sebagai jalan Brigjen Katamso). Untuk pembanding: kota-kota sungai
seperti Soerabaja, Padang dan Semarang, kantor Asisten/Residen dibangun di sisi
langsung berdekatan sungai. Kantor Asisten/Residen Soerabaja ke arah selatan
langsung dengan sungai dan jalan utama (boulevaard) dibangun di sisi timur.
Jalan utama Soerabaja, jalan yang pertama di Soerabaja disebut jalan
Heerenstraat (sama dengan penamaan jalan utama yang pertama di Kota Sibolga).
Nama Heerenstrast merujuk pada para tuan yang disebut sebagai De Heer atau Heeren
(pemilik portofolio tertinggi di era VOC).
Pembangunan Pelabuhan dan Relokasi Kantor Pemerintah

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top