Sejarah

Sejarah Lampung (24): Bukit Kunyit dan Geomorfologi Wilayah Teluk Betung; Teluk Lampung, Teluk Semangka, Pantai Kalianda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Ada apa dengan bukit Kunyit di Teluk Betung,
Lampung? Yang jelas nama sejenis ditemukan di tempat lain, gunung Kunyit (bukit
belerang) suatu gunung berapi yang berada di desa Talang Kemuning, kecamatan
Gunung Raya, Kerinci, Jambi, Puncak gunung memiliki dua kawah; dengan kawah
teratas merupakan danau kawah. Perbukitan itu oleh masyarakat setempat dikenal
dengan Gunung Kunyit karena warna belerang yang kuning seperti kunyit ditambah
aroma bau belerangnya yang menyengat juga seperti kunyit. Lalu bagaimana dengan
Bukit Kunyit di Teluk Lampung? Tampaknya akan segera lenyap.

Kawasan Lampung. KOTA BANDAR
LAMPUNG. Inilah sisa dari Bukit Kunyit yang kemungkinan besar dalam beberapa
tahun lagi hanya tinggal nama karena adanya penambangan batu yang terus menerus
menggerus Bukit Kunyit. Dan sangat memungkinkan akan rata seperti tanah dan
semakin rusaknya ekosistem di wilayah Bukit Kunyit. Perbukitan yang seharusnya
bisa menjadi destinasi wisata untuk menambah PAD tapi hanya masuk ke kantong
pemodal tambang batu. Miris memang, tapi begitulah adanya sebelum Bukit Kunyit
hilang sepertinya kalian harus buru-buru berkunjung di puncak bukitnya, bisa
juga mengambil beberapa jepretan untuk sebuah bukti adanya Bukit Kunyit di
Bandar Lampung. Panorama di Bukit Kunyit memang begitu indah kamu bisa melihat
pantai yang begitu biru dari puncak bukit. Tempat wisata di Lampung yang
sebentar lagi hilang ini berada di wilayah Kecamatan Bumi Waras, Bandar Lampung
. (https://direktoripariwisata.id/unit/6539)

Lantas bagaimana sejarah Bukit Kunyit di pantai Teluk Betung di Lampung? Seperti disebut di atas, Bukit Kunyit di Lampung akan segera lenyap dari
permukaan bumi. Namun tidak hanya hingga disitu, bagaimana sejarah bukit di
wilayah perairan Teluk Lampung tersebut? Menarik untuk diperhatikan sejarah
geomorfologis wilayah Lampung di Teluk Betung, Teluk Semangka dan pantai Kalanda.
Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Bukit Kunyit dan
Geomorfologi Wilayah Teluk Betung; Teluk Lampung, Teluk Semangka dan Pantai
Kalianda

Gunung Kunyit pada masa lalu dan masa kini tetap
menarik perhatian. Dulu, gunung/bukit Kunjit masih tinggi, tetapi kini mulai
lenyap, rata dengan permukaan tanah. Pada Peta 1911 tinggi puncak bukit masih
dicatat 131 meter, tetapi semakin menurun berdasarkan Peta 1931 yang dicatat
hanya setinggi 95 meter (bandingkan dengan gunung Pahoman 158 meter). Mengapa
bisa berubah menjadi lebih rendah?


Posisi GPS gunung Kunyit, meski dekat pantai pada dasarnya berada di
tengah kota Teloek Betoeng yang mirip dengan posisi gunung Pangilun yang
benar-benar di tengah kota Padang. Tinggi gunung Kunyit dan gunung Pangilun
juga kurang lebih sama. Di sisi selatan kota Padang di sisi timur muara sungai Batang
Arau terdapat gunung Padang yang pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut
Apenberg. Gunung Kunyit pada era yang sama juga adakalnya disebut Apenberg
dimana gunung di arah timurnya disebut gunung Pahoman yang mana lereng timur mengalir
sungai way Kademajan yang di hilir disebut sungai way Galih Koeala.

Ap yang menarik dengan gunung Kunyit dan gunung Pahoman
di (kota) Teluk Betung? Secara geomorfologis sangat mirip dengan gunung Padang
dan gunung Pangilun di tengah kota Padang. Di kota Teluk Betung tidak hanya
gunung Kunyit dan gunung Pahoman, juga ada dua sungai yang mengapit kota yakni
sungai Kuripan di sebelah barat dan sungai Galih Kuala di timur. Diantara sua
sungai inilah letak dua gunung/bukit.


Dua gunung pernah dikunjungi seorang geolog pada tahun 1929 (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 06-09-1929). Dalam laporannya sebagai berikut: ‘Aku masih harus
membereskan beberapa hal dan pada saat yang sama aku akan mengamati Krakatau,
yang kembali menunjukkan beberapa aktivitas dalam beberapa hari terakhir.
Namun, saya tidak melihat apa-apa dan karena itu tidak perlu istirahat.
Pagi-pagi sekali rombongan kami turun di Pandjang (Pelabuhan Timur) dan karena
sudah sarapan, kami harus segera berangkat. Rhyolite “quelkuppe”
segera dikunjungi di sebelah timur stasiun Tandjong Karang, dan untuk
mendapatkan gambaran yang baik tentang daerah tersebut, “kuppe” ini
didaki.  Tour de force pertama, saya
berpikir sendiri … Tapi ya: tidak keberatan … rekan kerja saya tetap di
depan kami! Dia dan saya saling memandang dan menggelengkan kepala dengan
takjub… Ini rhyolitoid vitreous. terletak pada tuf batu apung asam. Menurut
Lacroix, batu itu sangat mirip dengan Luscellade di Mont Doré, satu-satunya
tempat di Prancis dimana riolitoid pada seberkas batu apung riolit juga
ditemukan. Seperti “quellkuppe” juga di Bukit Koenjit sebalah SE dari
Telok Betong, di jalan menuju Pandjang. Disini, bagaimanapun, kuarsa lebih
lazim dalam bentuk virtual. Di Way Galih Pandjang, kompleks gneiss-schist
dengan koridor porfiritiknya yang indah dipelajari, setelah itu breksi andesit
dan andesit rantai Bantuseserampoek dikunjungi. Kompleks gneiss menarik
perhatian khusus dan dari penentuan makroskopik pendahuluan, batuan ini dapat
dikatakan sebagai batuan orthogneiss, terbentuk dari magma diorit (granodiorit
quartz diorit). Banyak sampel diambil disini, sebagian sehubungan dengan dugaan
adanya sistem koridor yang lebih tua, sehingga lebih tua dari yang di atas, dan
yang masih dipengaruhi oleh metamorfosis (tekanan dan metamorfosis regional).
Atas permintaan rekan saya pada sore hari kunjungan sepintas dilakukan ke
deposit bijih besi di sekitar tambang besi, dimana Jepang baru-baru ini menaruh
perhatian. Berdasarkan peta geologi tahun 1931, dua gunung di tengah kota
Teloek Betoeng terdiri dari dacietische of liparietische tufmantels yang bagian
permukaannya merupakan lapisan debu vulkanik.

Apa yang telah dideskripsikan pada peneliti
terdahulu, tanah gunung Kunyit mengandung kuarsa yang mana permukaannya ditutup
debuan vulkanik dan bahkan ditemukan batuan apung. Soal batu apung tersebut,
diduga terkait dengan aktivitas gunung Krakatau yang meletus pada tahun 1883
yang menyebabkan terbentuk batu apung mengambang di laut yang kemudian terbawa ke
atas bukit Kunyit saat terjadi tsunami.


Dalam laporan awal penyelidikan dampak letusan gunung Krakatau tahun 1883
(berdasarkan Beslit tanggal 4 Oktober 1883 No. 110, dimuat dalam surat kabar Bataviaasch
handelsblad, 08-03-1884. Dalam laporan ini disebutkan batu apung telah menutupi
teluk Lampung sebelum terjadi ledakan besar yang disertai gelombang paling
besar dengan perincian sebagai berikut: Gelombang besar ± 10 jam naik sangat
tinggi terutama terhadap pantai terjal Selat Sunda, menurut pengukuran kami: di
mercusuar di Vokken Hoek setinggi 15 meter; di Bencawang (Semangka) tidak
menentu; di Teloeq Betoeng di depan rumah residen 22 m; di Apenberg (Goenoeng
Koenjit) 21 meter; pantai Kalianda, di dataran yang landai, 24 meter; di sisi
selatan Dwars ± 35 meter (tidak diukur); Topper Hat di sisi selatan 30 meter,
di sisi utara 24 meter; di Alerrak sendiri tidak terlihat jelas, rumah insinyur
tua hanya 14 meter di atas laut; sekitar 2 kilometer selatan Merak,
bagaimanapun, 35 meter; utara Anyelir di daratan seberang Braband, 36 meter.
Oleh karena itu, ketinggian bervariasi dimana-mana dan tergantung pada lokasi
tempat, jarak mereka dari Krakatau, semakin besar atau sedikit perlindungan dan
kecuraman pantai. Di Sebesi tidak terlihat lagi jejak gelombang pasang, karena
semuanya tertutup tebal oleh sampah yang jatuh setelah gelombang; di Sebuku,
ketinggiannya 25 hingga 30 meter.

Tingginya gelombang tsunami di gunung Koenyit yang
mencapai 21 M (dpl) diduga telah mempengaruhi permukaan gunung karena terbawanya
partikel-partikel kimia dan air laut yang asin. Pengaruh kimia dan juga
pengaruh getaran diduga telah menyebabkan permukaan bukit Koenyit dari waktu ke
waktu rentan terhadap longsor, batuan/tanah berguguran dan erosi di waktu hujan.
Apakah factor-faktor ini yang menyebabkan ketinggian puncak bukit Koenyit 131
meter pada Peta 1911 semakin rendah berdasarkan Peta 1931 yang dicatat hanya
setinggi 95 meter?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Geomorfologi Teluk Lampung, Teluk Semangka dan Pantai
Kalianda: Bukit Kunyit

Secara geomorfologis, wilayah Lampoeng berbeda satu
wilayah dengan wilayah yang lebih kecil. Pantai barat (provinsi) Lampung adalah
wilayah pegunungan andesit dan pantai timur wilayah dataran rendah (alluvial). Di
pantai selatan Lampung ada perbedaan yang besar antara wilayah Teluk Semangka
dengan wilayah Teluk Lampung. Kawasan Teluk Lampung termasuk hingga ke pantai
tenggara di Kalianda (lereng gunung Radjabasa).


Berdasarkan peta geologi Lampung tahun 1917, wilayah Teluk Semangka
adalah laut dalam yang menyatu dengan kedalaman di selat Sunda. Sementara Teluk
Lampung adalah Kawasan perairan/laut dangkal yang menyatu dengan daratan mulai
dari kota Teluk Betoeng dan sepanjang garis pantai Kalianda gingga pulau-pulau
di Kawasan teluk, termasuk pulau Lagundi dan pulau Karakatau. Dalam hal ini,
secara geomorfologis pulau Krakatau yang pernah Meletus yang diserta tsunami
tahun 1883 masuk bagian wilayah Sumatra yang secara khusus wilayah Lampung.
Secara tradisional pada era Pemerintah Hindia Belanda pulau Krakatau adalah
wilayah navigasi nelayan Lampung. Jalur selat Sunda yang dalam memiliki
gelombang laut yang lebih besar relative terhadap Kawasan Teluk Lampung.
Pulau-pulau di Kawasan teluk mempengaruhi arus air laut atau gelombang di Teluk
Betoeng.

Sebagaimana ditunjukkan peta geologi tahun 1917,
wilayah Tandjung Karang yang menyatu dengan pegunungan Bukit Barisan, memiliki
rantai dengan Kawasan yang sempit hingga ke gunung Radjabasa. Oleh karenanya
pembentukan permukaan tanah sama, dari batuan (andesit, kuarsa). Di sebelah
utara Tandjung Karang termasuk daratan rendah alluvial (sedimentasi) yang membentuk
sungai Sekampoeng, sungai Soelan dan sungai Pisang. Tanah alluvial juga
membentuk sepanjang pantai di dalam Teluk Lampung. Lalu bagaimana dengan gunung
Koenyit yang menyempil di pantai, di selatan Tandjung Karang di wilayah Teluk
Betung?


Seperti disebut di atas, gunung Koenyit terbentuk dari batu kuarsa yang mudah
rusak oleh berbagai factor termasuk cuaca. Erosi dapat menggerus permukaan
bukit yang terbawa oleh sungai ke hilir bergabung dengan sampah vegetasi yang
membentuk tanah-tanah alluvial yang subur. Peta tanah-tanah alluvia cenderung
lebih rendah dan berada di daerah aliran sungai. Di kota Teluk Betoeng terdapat
dua sungai besar yaknio sungai Kuripan di barat yang berhulu di gunung Betung
dan sungai Galih Kuala di timur yang mana hulunya di sekitar Tanjung Karang
termasuk sungai-sungai kecil yang bersumber dari gunung Pahoman.

Tampaknya, gunung Koenyit adalah permukaan tanah
yang menonjol (dalam wujud gunung/bukit) di tengah perairan/laut pada masa
lampau. Gunung Kunyit adalah gunung yang terpisah dengan gunung Pahoman. Lalu
apakah gunung Koenyit di masa lampau adalah suatu pulau yang terbentuk di zaman
kuno? Hal serupa inilah yang terjadi di kota Padang, gunung Pangilun sebagai suatu
pulau di suatu teluk besar (kini menjadi daratan kota Padang). Dalam catatan
sejarah: kota Padang juga pernah mengalami tsunami pada tahun 1699 (setinggi
pohon kelapa).


Dalam hal ini kota Padang dan kota Teluk Betong memiliki sejarah
geomorfologi yang kurang lebih sama. Sama-sama pernah mengalami tsunami (yang
tercata) dan juga sama-sama berada di antara dua sungai yang mengalir ke
pantai. Tsunami cenderung membawa massa berat dari laut berupa lumpur/pasir dan
sampah vegetasi. Namun terjadinya proses sedimentasi di Kawasan Teluk Betong
(maupun kota Padang) lebih dipengaruhi oleh proses sedimentasi dari pengaruh
sungai yang membawa massa padat dari hulu di pegunungan. Proses sedimentasi ini
berlangsung secara bertahap dari waktu ke waktu. Pantai dan pesisir di kota
Teluk Betung yang sekarang, garis pantai diduga telah bergeser kea rah laut
jika dibandingkan dengan penta-peta era Pemerintah Hindia Belanda dan era
VOC/Belanda.

Oleh karena dugaan kuat bawah gunung Koenyit di masa
lampau adalah suatu pulau, pengaruh alam, bencana, pengaruh cuaca, gunung
Koenyit telah terdegradasi menjadi suatu permukaan daratan yang terus menurun.
Kini, gunung Koenyit akan punah seiring dengan pembongkaran gunung dengan
adanya galian dan upaya meruntuhkan bagian yang masih tersisa.
 Gunung Kunyit, tanahnya berguguranj lebih
cepat.


Dalam hal ini gunung Koenyit adalah suatu warisan pulau zaman kuno yang
kini harus tersingkir dari permukaan bumi. Tidak ada yang meratapinya atas
gugurnya gunung Kunyit, tetapi kini di atasnya justru sebaliknya kegembiraan
yang ada sebagai destinasi wisata baru. Tidak seorangpun menyadari bahwa bagaimana
Riwayat gunung Koenyit tempo doeloe. Tragis? Tentu saja tidak. Gunung akan
menemui jalan sendiri, sebaliknya manusia menemukan jalan sendiri. Namun
sejarah tetaplah sejarah.

Jika gunung Koenyit sudah gugur, hilang selamanya
dari permukaan bumi di Teluk Betung/Bandar Lampung, lalu apakah gunung Pangilun
di kota Padang akan dihilangkan juga? Tampaknya tidak. Hingga kini, gunung Pangilun
di tengah kota Padang masih hijau. Memang, lain lubuk, lain pula gunung yang
menjadi pulau di masa lampau.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top