melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini
Ibu kota (onderafdeeling) Lombok Timur (Oost
Lombok) di Selong pada dasarnya baru dimulai pada tahun 1897. Dalam permulaan
pembangunan kota Selong ini berbagai bidang menjadi perhatian pemerintah
seperti pembangunan infrastruktur, gedung pemerintah dan unit bangunan lainny
seperti penjara. Garnisun militer sudah lebih dulu ada. Juga yang mendapat
perhatian adalah layanan kesehatan dan pendidikan. Untuk memenuhi layanan
kesehatan ditempatkan dokter pribumi (dokter Djawa) di Mataram, Praya dan
Selong.
![]() |
RSUD Dr. Soedjono, Selong (Now) |
Pembentukan
cabang Pemerintah Hindia Belanda di pulau Lombok pada tahun 1895 (Staatsblad
No. 131 tahun 1895). Pulau Lombok menjadi satu afdeeling yang awalnya dua
onderafdeeling enjadi tiga onderfadeeling, yakni: West Lombok, Oosr Lombok dan
Midden Lombok. Ibu kota Onderafdeeling ditetapkan di Sisik (dekat Laboehan
Hadji). Namun dalam perkembangannya Resident Bali en Lombok yang berkedudukan
di Boeleleng pada tahun 1897 mengumumkan ibu kota Onderafdeeling Oost Lombok
dipindahkan dari Sisik ke (kampong) Selong—jarak 3 atau 4 pal dari (pelabuhan)
Laboehan Hadji (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-08-1897). Sambungan relepon ke
Selong dibangun pada awal tahun 1898 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-02-1898).
Selong adalah Dr. Raden Mas Soedjono pada tahun 1910 untuk menggantikan
koleganya. Diantara dokter-dokter pribumi di Selong, Dr. RM Soedjono yang
terbilang cukup lama. Peran Dr. RM Soedjono sebagai dokter di Oost Lombok, tidak
hanya di bidang kesehatan, tetapi juga menginisiasi siswa-siswa lulusan sekolah
di Selong untuk melanjutkan sekolah pamong praja (OSVIA) dan sekolah guru
(kweekschool). Kini, namanya ditabalkan sebagai nama rumah sakit umum daerah
(RSUD) di Selong. Lantas bagaiana kisah Dr. RM Soedjono di Selong? Nah, untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Lombok) pindah ke Selong. Pada tahun ini Raden Mas Soedjono lulus ujian akhir
di sekolah kedokteran (Docter Djawa School) di Batavia (lihat De Preanger-bode,
01-02-1897). Disebutkan Raden Mas Soedjono asal Djocdjakarta. Mereka yang lulus
bersamaan ada sembilan orang. Tiga orang termasuk Dr. RM Soedjono ditepatkan di
rumah sakit beri-beri di Buitenzorg (lihat Java-bode: nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 27-02-1897).
bulan kemudian, dari Buitenzorg (kini Bogor) Dr. RM Soedjono dipindahkan ke
Rangkasbitoeng (lihat Soerabaijasch handelsblad, 28-03-1898). Dr. RM Soedjono
kemudian dipindahkan ke Banjoemas kemudian ke Wonogiri (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 18-10-1898). Untuk memerangi kolera Dr. RM Soedjono ditempatkan di
distrik Gendingan, Madioen (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 13-06-1902). Dr Raden Mas Soedjono dari Wonogiri dipindahkan
ke Loeboek Pakam, Oost Sumatra (lihat Soerabaijasch handelsblad, 17 Februari,
1904)
Snmatra) Dr Raden Mas Soedjono dipindahkan ke Toeban, Rembang (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 21-02-1906). Salah satu hasil kerjanya di Loebok Pakam, Dr.
Soedjono membuat laporan (rapport) tentang pengamatannya di penjara Loeboek
Pakam yang dimuat pada majalah Geneeskundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indie,
1906.
Sisik ke Solong, dokter mulai ditempatkan di Selong. Paling tidak keberadaan
dokter Djawa di Selong dilaporkan pada tahun 1902 dimana juga telah terdapat
rumah sakit yang mana dokter ini juga mengunjungi tiga klinik di tepat yang
berbeda (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 27-12-1902). Beberapa dokter yang pernah bertugas di Selong adalah
Dr. Thenu. Pada tahun 1905 Dr Mas Mochtar dari Selong dipindahkan ke Ponorogo,
Madioen (lihat Sumatra-bode, 28-01-1905). Sebagai penggantinya di Selong Dr
Katim yang sebelunya di Ponorogo (tukar tempat). Pada tahun 1907 Dr Raden Mas
Abdulkadir dipindahkan dari Selong ke Kediri (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 23-07-1907). Sebagai penggantinya ditempatkan di Selong Mas
Kammar (dari Tegal). Sementara itu Dr Raden Abdul Tahir dipindahkan dari Praja
ke Den Pasar (Bali).
Madioen (lihat Soerabaijasch handelsblad, 24-04-1906). Beberapa bulan keudian
dipindahkan lagi ke Rembang. Pada tahun 1907 Dr. RM Soedjono dipindahkan dari
Toeban, Rembang ke rumah sakit kota (stadsverband) di Soerabaja (lihat De
locomotief, 16-07-1907).
![]() |
Ampenan dan Mataram (Peta 1897) |
sudah diketahui keberadaan suatu rumah sakit di Ampenan (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 18-06-1907). Rumah sakit
di Mataram ini pada dasarnya adalah rumah sakit militer. Cikal bakal rumah
sakit ini adalah rumah sakit darurat yang dibangun setelah kota Mataram
berhasil direbut dalam ekspedisi militer di Lombok pada tahun 1894 dalam upaya
melumpuhkan kerajaan Bali Selaparang di Mataram dan Tjakranegara. Dalam
ekspedisi tersebut Pemerintah Hindia Belanda menurunkan sebanyak 12 orang
dokter, salah satu diantaranya Dr CJ Neeb. Grup dokter inilah yang membangun
rumah sakit militer di Mataram segera setelah kota Mataram berhasil dikuasai
(lihat Dr CJ Neeb dan Luitenant WE Asbeek Brusse. 1897, Naar Lombok). Ampenan
dan Mataram (Peta 1897). Pada tahun 1901 kepala rumah sakit ini adalah Dr. A.
Kolthoff (lihat Provinciale Drentsche en Asser courant, 18-03-1901). Disebutkan
petugas kesehatan klass-1 tentara Hindia Belanda A Kolthoff dipindahkan dari
Ampenan ke Soerabaja.
kontrak Dr. RM Soedjono telah ditingkatkan dengan mengangkatkannya sebagai
dokter pemerintah dengan tetap bertugas di rumahsakit kota Soerabaja (lihat De
Preanger-bode, 26-11-1908). Beberapa tahun kemudian Dr. Soedjono dari Soerabaja
dipindahkan ke Lawang (lihat De locomotief, 26-09-1910). Namun tidak lama
kemudian Dr, Soedjono kembali ke Soerabaja. Untuk memberantas epidemi kolera di
Lombok Dr Soedjono ditempatkan di Selong (lihat De Preanger-bode, 11-05-1911).
Sementara Dr Poerwodiredjo dari Selong ditempatkan ke Soerabaja (tukat tempat).
penyakit kolera di Lombok (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-03-1911).
Disebutkan kasus yang terjadi pada periode 21-31 Januari di distrik Praja en Djonggat
(Lombok) dari 277 orang yang terjangkit kolera dilaporkan sebanyak 173
penderitanya meninggal sekitar 60 persen, Pada tahun 1913 terjadi epidemi cacar
di Lombok (lihat De Preanger-bode, 18-04-1913). Disebutkan epidemi cacar ini sangat
parah, telah menyebar di sebagian besar pulau Lombok. Di West Lombok warga
Eropa di Ampenan telah divaksinasi.
Vaksinasi terhadap penduduk di West Lombok juga telah dimulai. Penyakit segera
menyebar dan beberapa kasus juga terjadi pada bulan September di Oost Lombok.
Hal ini mendorong pemerintah untuk sementara waktu menutup pasar di Selong,
Masbagek dan Sakra. Dengan memperhatikan bahaya penyebaran penyakit, akan
dipaksa penduduk divaksinasi.
Saedjono dipindahkan dari Selong ke Magetan, Madioen (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 13-07-1916). Untuk menempati pos di Selong dipindahkan dari Magetan
Dr R Ismangil Koesoemopoetro ke Selong (tukar tempat). Pada tahun 1918 Dr
Soedjono kembali dipindahkan dari Magetan ke Selong lagi (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 25-06-1918). Sementara Dr Ismangil dari Selong ke Soerabaja dan pos
yang ditinggalkan Dr Soedjono ditempatkan Dr Rachmat dari Soerabaja. Apa yang
mendorong Dr RM Soedjono kembali ke Selong belum diketahui secara jelas.
perpindahan kembali sebenarnya tidak jarang terjadi. Namun tampaknya Dr RM
Soedjono di Selong akan ingin lama. Dr RM Soedjono di Selong hingga tahun 1926 masih
bertahan (lihat Geneeskundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1926).
Selong. Tampaknya Dr Soedjono ingin menetap di Selong. Boleh jadi Dr Raden Mas Soedjono
di Selong sudah merasa warga Selong. Hal serupa ini umum terjadi pada
pegawai-pegawai pemerintah termasuk guru dan dokter. Hanya sebagian kecil yang
kembali pulang kampong. Mereka yang memilih menetap ini umumnya akan selamanya
di tempat tersebut. Dr Raden Mas Soedjono di Selong pada akhirnya meminta
kepada peerintah untuk pensiun dan setelah dianggap cukup lama mengabdi
dikabulkan pemerintah (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 03-06-1933).
pengganti Dr Raden Mas Soedjono di Selong ditempatkan Dr Mas Soedigdo (lihat Algemeen
handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 03-07-1933). Dr Mas Soedigdo sebelumnya di
dinas ksehatan (CBZ) di Soerabaia. Pada tahun 1936 Dr Mas Soedigdo dipindahkan
kembali ke Soerabaja (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 10-09-1936).
Dr Mas Soedigdo di Selong digantikan oleh dokter lainnya. Pada tahun 1941
dokter di Selong ditingkatkan kualitasnya. Untuk menempati posisi dokter di
Selong ditempatkan Dr Raden Soesatijo Koesoemohandojo (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 22-04-1941). Raden Soesatijo Koesoemohandojo yang enjadi asisten
dosen di Fakultas Kedokteran di Soerabaja (NIAS) yang baru lulus tanggal 8
April 1941 ditempatkan di Selong. Catatan: Docter Djawa School pada tahun 1902
ditingkatkan kualitas dengan lama studi dari tujuh tahun menjadi sembilan tahun
(STOVIA). Pada tahun 1924 STOVIA ditingkatkan mutunya dengan nama
Geneeskundigehoogeschool yang lulusannya setara Eropa. Beberapa tahun kemudian
di Soerabaja dibentuk fakultas kedokteran sejenis yang disebut Nederlandsche
Indie Arts School-NIAS). Perbedaannya adalah Geneeskundige Hoogeschool di
Batavia khusus pribumi, sedangkan NIAS di Soerabaja mahasiswanya campuran
(Eropa, Tionghoa, Timur Asing lainnya dan pribumi).
Selong total selama 20 tahun hingga tahun 1933 yang terdiri dari lima tahun
pada periode 1911-1916 dan selama 15 tahun pada periode 1918-1933. Seperti
halnya dokter-dokter dari Jawa, dokter-dokter Djawa juga banyak yang berasal
dari Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli dan jarang yang
pulang kampong dan lebih memilih menetap di daerah mana mereka nyaman untuk
menjalani hari tua (sisa hidup) sambil turut mencurahkan pikiran dan tenaga
untuk membangun kota atau wilayah dan pengembangan penduduk.
siswa terakhir untuk sekolah kedokteran Docter Djawa School pada tahun 1898 dan
namanya diubah pada tahun 1902. Dua siswa yang diterima tahun 1898 adalah
Abdoel Hakim dari afdeeling Mandailing en Angkola dan Tjiptomangoenkoesoeo dari
afdeeling Poewodadi. Mereka berdua sama-sama lulus tahun 1905. Setelah
ditempatkan di beberapa tempat, Dr. Tjiptomangoenkoesoeo menetap di kota Bandoeng
(kelak dikenal sebagai pendiri Indische Partij, 1913). Idem dito, Dr Abdoel
Hakim Nasution setelah pindah dari satu tempat ke tempat lain akhirnya menetap
di kota Padang. Pada tahun 1919 Dr Abdoel Hakim terpilih sebagai anggota dewan
kota (gemeenteraad) Padang. Sebagai anggota dewan senior pada tahun 1932 Dr Abdoel
Hakim diangkat sebagai wali kota (bergemeester) kota Padang (hingga tahun
1942). Pada tahun 1945 Dr Abdoel Hakim diangkat Pemerintah RI sebagai wali kota
Padang pertaa (RI). Dua siswa yang tergolong mahasiswa STOVIA adalah Radjamin
Nasution dan Raden Soetomo. Selagi masih kuliah Radjamin Nasution mendirikan
klub sepak bola yang ikut berkompetisi di bond (perserikatan) Batavia dengan
nama klub Docter Djawa Voetbalclub, seentara Raden Soetomo menginisiasi
pendirian organisasi sosial Boedi Oetomo pada tahun 1908. Setelah lulus tahun
1911 ditempatkan di berbagai tempat, termasuk Loeboek Pakam, Dr Soetomo melanjutkan
studi ke Belanda dan kemudian menetap di Soerabaja (sejak 1924) yang lalu menjadi
kepala rumahsakit kota Soerabaja. Idem dito Dr. Radjamin Nasution setelah lulus
tahun 1912 dan ditempatkan di berbagai tempat, dan pada penempatan terakhir di
Soerabaja Dr. Radjamin Nasution terpilih sebagai anggota dewan kota Soerabaja
pada tahun 1931. Dr. Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution adalah pendiri partai
PBI di Soerabaja. Partai ini kemudian fusi dengan organisasi sosial Boedi Oetoo
dan memmbentuk partai Parindra pada tahun 1935. Dr. Radjamin Nasution pernah
menjadi anggota Volksraad melalui dapil Oost Java dan pada era pendudukan
Jepang diangkat sebagai wali kota Soerabaja. Pada permulaan RI (1945) Dr.
Radjamin Nasution juga diangkat sebagai Wali Kota Soerabaja pertama (RI).
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.