Sejarah

Sejarah Lombok (25): Pelabuhan Lembar, Tempo Doeloe Namanya Laboehan Tring; Kini, Pelabuhan Terbesar di Pulau Lombok




false
IN



























































































































































*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Dalam penulisan sejarah (pelabuhan) Lembar di
(pulau) Lombok adakalanya ditulis kurang akurat dan justru membuat bingung,
misal ‘awalnya pelabuhan Lembar ini berada di Ampenan’ (lihat Wikipedia) dan ‘Lembar,
pelabuhan tertua di Nusantara (lihat Tempo.co). Sebaiknya penulisan dibuat
menjadi: ‘awalnya pelabuhan Lombok di Ampenan, kemudian dipindahkan ke Lembar’
dan ‘Lembar, kini menjadi pelabuhan terbesar di Lombok’. Dengan penulisan yang
tepat akan memancing minat pembaca untuk memahami sejarah (pulau) Lombok
khususnya sejarah pelabuhan-pelabuhan di Lombok.

Laboehan Tring (Peta 1850)

Dalam
sejarah (pulau) Lombok, terdapat sejumlah pelabuhan yang mengitari pulau.
Pelabuhan pertama yang diidentifikasi adalah (pelabuhan) Lombok (di timur
pulau). Keberadaan pelabuhan Lombok ini berada di teluk Lombok dicatat dalam
ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman pada tahun 1597.
Dalam peta-peta selanjutnya selain pelabuhan Lombok juga sudah diidentifikasi
(pelabuhan) Laboehan Tjarik (di pantai utara Lombok)  Dalam perkebangan berikutnya diidentifikasi
dua pelabuhan baru diidentifikasi, yakni pelabuhan Ampenan di pantai barat
Lombok dan pelabuhan Pijoe di pantai tenggara Lombok. Karena berbagai alasan,
pelabuhan Ampenan menjadi lebih populer dan menjadi pelabuhan terbesae. Sejajar
dengan pelabuhan Pijoe, di pantai barat daya Lombok juga diidentifikasi
(pelabuhan) Laboehan Tring [baca: Labuhan Tereng]. Pelaboehan Pijoe karena alasan tertentu tidak berkembang,
tetapi justru (pelabuhan) Laboehan Hadji yang berkembang menjadi pelabuhan utama di pantai timur Lombok. Idem dito, meski
secara teknis navigasi Laboehan Tring di pantai barat Lombok yang lebih baik, tetapi (pelabuhan)
Ampenan yang terus berkembang menjadi pelabuhan utama di seluruh Lombok.

Lantas bagaimana sejarah Pelabuhan Lembar? Nah, itu dia. Yang jelas tempo doeloe di area
pelabuhan Lembar yang sekarang, pelabuhan terkenal adalah Laboehan Tring. Suatu
pelabuhan yang ditempati orang-orang Bugis. Baru pada era Republik Indonesia,
Lamboehan Tring yang telah bermetamorfosi menjadi Pelabuhan Lembar ditingkatkan
menjadi pelabuhan utama di Lombok (untuk menggantikan pelabuhan Ampenan).
Okelah. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional,
mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Pelabuhan Lembar (Now)

Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Sejarah Awal Pelabuhan di Lombok
Departemen Koloni di Belanda menerima telegram dari
Gubernur Jenderal kemarin, 14 Oktober 1894. Pada paragraf pertama isi telegram
tersebut berbunyi sebagai berikut: ‘Pendudukan Mataram, termasuk bagian utara,
terus berlanjut, tanpa perlawanan. Dua ratus orang Bali, termasuk wanita dan
anak-anak, menyerahkan diri dengan selusin pemimpin. Mereka dilucuti dan
dikirim ke Lembar di teluk Laboean Tring. Diantara mereka yang terluka pada
umumnya tidak terlalu menkhawatirkan’ (lihat De standaard, 16-10-1894). Berita
ini merupakan informasi yang pertama tentang keberadaan (kampong) Lembar sejak
Heinrich Zollinger pada tahun 1847 berkunjung ke teluk ini.

Ekspedisi
militer Pemerintah Hindia Belanda di Lombok dimulai 5 Juli 1894 di pelabuhan
Ampenan. Penduduk Bali yang tidak ingin berperang menyerahkan diri. Mereka
inilah yang kemudian di evakuasi ke kampong Lembar di teluk Laboehan Tring.
Lembar menjadi kamp untuk penduduk Bali di Lombok selama berlangsungnya perang.
Sementara sebagain kapal-kapal Pemerintah Hindia Belanda yang sudah
melaksanakan tugas mengambil posisi aman untuk parkir di teluk Laboehan Tring.
Dalam laporan Heinrich Zollinger tidak
menyebutkan nama Lembar ketika membandingkan sejumlah pelabuhan penting di
pantai-pantai Lombok. Heinrich Zollinger hanya mengidentifikasi pelabuhan
Laboehan Hadji di teluk yang sama namanya, suatu pelabuhan yang tenang tetapi
daratan di pantai tidak sehat. Ada tiga perkampongan di LaboehanTring yakni perkampongan
yang dihuni orang-orang Bugis, Sasak dan Bali.
Teluk Laboehan Tring (peta Cornelis de Houtan, 1597)

Heinrich
Zollinger (1847): ‘Teluk Ampanan sangat besar, tetapi sangat terbuka untuk
angin NW. Satu pelabuhan yang terlindung dari angin sehingga kapal-kapal
terbesar yang berlabuh dapat tetap berada disana dengan keamanan paling tinggi,
pelabuhan itu disebut Laboehan Tring (tring berarti bambu). Pelabuhan terletak
di 16 pal ke arah selatan dan ¼ pal ke arah timur dari Ampanan. Pintu masuknya
sangat sempit. Seluruh teluk yang bentuknya mirip bentuk satu tangan,
dikelilingi oleh bukit-bukit yang sangat berhutan, yang ketinggianya sekitar 200-300
kaki. Kiri (atau ke barat) adalah terumbu di kaki bukit yang harus dihindari
dengan hati-hati. Ada dua aliran sungai yang mengalir ke teluk sehingga kapal
bisa mendapatkan air segar selain kayu dengan kualitas yang sangat baik. Di
teluk itu sendiri atau di daerah sekitarnya ada tiga parkampongan  orang-orang Bugis, Sasak dan Bali. Jadi kita
masih bisa membeli sesuatu meskipun jumlah kecil. Hutan di sekitar dan
pulau-pulau di luar teluk kaya akan segala jenis satwa liar. Ketika badai datang,
kapal-kapal dari jauh yang menuju ke utara, mereka hampir selalu membawa kapal ke
Laboean Tring dan tinggal disana sampai badai berlalu. Sayangnya lanskap di
sekitarnya sangat tidak sehat. Tuan King yang pernah mempekerjakan orang untuk membangun
kapal disana gagal karena telah kehilangan hampir semua pekerjanya, pekerja
Eropa juga  Cina, dan pelaut Jawa dan
Bugis yang harus bekerja disana. Saya kira hutan menyebabkan kesehatan yang
buruk ini. Tidur di kapal berarti lebih sedikit bahaya. Tuan King tidak pernah
tidur di darat ketika dia pergi ke Laboean Tring’.

Deskripsi Heinrich Zollinger tentang Laboehan
Tring terbilang cukup lengkap. Sebagai suatu pelabuhan sangat sesuai untuk
navigasi dan semua yang dibutuhkan tersedia, seperti air segar kayu dan bahan-bahan
lainbya. Namun, sayangnya seperti disebut Heinrich Zollinger areanya terbilang
kurang sehat untuk para pendatang. Oleh karena Heinrich Zollinger hanya
mendeskripsikan tentang pelabuhan (Laboehan Tring), tidak mencatat keberadaan nama kampong Lembar.
Teluk Labiehan Tring (Peta 1720)

Dalam
peta yang dibuat oleh seorang ahli lithograph, E. Spanier yang diterbitkan pada
tahun 1850, nama kampong Lembar diidentifikasi yang letaknya berada di belakang
kampong Laboehan Tring. Dalam peta ini nama teluk disebut teluk (baai van)
Laboehan Treing. Meski Heinrich Zollinger tidak menyebut nama teluk tetapi Heinrich
Zollinger dan E Spanier saling melengkapi. Sudah barang tentu, laporan Heinrich
Zollinger yang dimuat pada majalah Tijdschrift voor Neerland’s Indie edisi
September 1847 juga telah menjadi salah satu sumber E Spanier dalam menyusun
peta.

Teluk yang disebut teluk Laboehan Tring dari
tempo doeloe sudah kerap dikunjungi oleh kapal-kapal Belanda. Paling tidak hal
ini dapat diperhatikan peta yang dibuat pada tahun 1720. Dalam peta ini teluk
(yang kelak disebut teluk Laboehan Tring) telah didentifikasi perihal navigasi
tentang hasil pengukuran kedalaman laut di teluk. Kedalaman laut yang dicatat
dalam peta dekat pantai sedala 20 meter. Pencatatan kedalaman laut di teluk
tidak terlalu beberda dengan hasil pencatatan yang dilakukan seabda sebelumnya
yang dilakukan oleh ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de
Houtman pada tahun 1597.

Tunggu deskripsi lengkapnya
Lamboehan Tring dan Lembar  (Pelabuhan Lembar)
Seperti diberitakan pada tahun 1894 yang menjadi
kamp orang Bali (dalam Perang Lombok) besar kemungkinan kampong Lembar telah
berkembang, paling tidak menjadi nama kampong yang penting. Nama kampong
Laboehan Tring tampaknya sudah meredup, yang menjadi populer adalah kampong
Lembar. Dalam peta tahun 1908 nama kampong Laboehan Tring tetap menjadi  nama teluk, sedangkan penanda geografis nama
kampong Laboehan Tring diidentifikasi dengan nama Telokwaroe. Kampong Laboehan
Tring/Telokwaroe masih tampak lebih penting/lebih besar dari kampong Lembar.

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top