Sejarah

Sejarah Lombok (32): Sejarah Awal Moda Transportasi di Pulau Lombok; Pelabuhan, Jalan, Kereta Api dan Lapangan Terbang




false
IN



























































































































































*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Lombok dalam blog ini Klik Disini

Satu hal yang penting dalam sejarah kota-kota
atau tempat-tempat penting di Indonesia adalah soal moda transportasi.
Pertumbuhan dan perkembangan transportasi mengiringi sejarah itu sendiri. Namun
sangat jarang sejarawan memperhatikan dan menulis moda transpoertasi tersebut.
Tentu saja sejarah moda transportasi di pulau Lombok luput dari perhatian.
Padahal liputan sejarah akan membantu secara kontekstual bagi pengambil
kebijakan sehubungan dengan usulan-usulan perencanaan pembangunan pada masa
kini.

Moda transportasi kereta Api di Lombok (Peta 1940)

Moda
transportasi kuno, pelabuhan dan jalan raya di pulau Lombok seumur dengan sejarah
(pulau) Lombok. Cornelis de Houtman, pimpinan ekspedisi Belanda pertama tahun
1597 telah mencatat keberadaan pelabuhan Lombok di teluk yang berada di timur
pulaunya penduduk Sasak. Tentu saja Cornelis de Houtman tidak memmbayangkan
suatu jenis moda transportasi lainnya di pulau Lombok di masa yang akan datang
akan muncul. Setelah populernya moda transportasi kereta api di Eropa, cabang Pemerintah
Hindia Belanda di Lombok mengusulkan pentingnya moda transportasi dibangun di
Lombok. Demikian juga ketika pesawat sudah meretas udara Hindia Belanda,
pendaratan pesawat di Lombok juga dilakukan, tidak di daratan, tetapi dilakukan
di perairan pantai Ampenan.

Lantas mengapa rencana pembangunan kereta api di
pulau Lombok tidak terwujud
?
Demikian juga mengapa tidak pernah muncul gagasan pembangunan lapangan terbang
di Lombok? Yang jelas, pada masa kini pembangunan bandara di Lombok sudah
terwujud, tetapi tidak dengan pembangunan jalur kereta api. Usulan yang
mengemuka belakangan ini adalah pengadaan moda transpoertasi kereta api di
pulau Sumbawa. Apakah usulan kereta api di pulau Lombok dan pulau Sumbawa akan
terwujud? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional,
mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Studi Kelayakan Pembangunan Kereta Api di Lombok
Pasca Perang Lombok (1895) dan sehubungan dengan
pembentukan cabang Pemerinta Hindia Belanda di pulau Lombok pembangunan
dimulai. Seperti halnya di Jawa dalam mendukung pengembangan ekonomi dan
perdagangan, dibangun jalan dan jembatan pada era Gubernur Jenderal Daendels
(1808-1811). Pola ini juga yang dilakukan oleh Asisten Residen Lombok yang
pertama adalah membangun jalan dan jembatan.

Pada
era Kerajaan Bali Selaparang sudah terbentuk jalan dari Ampenan ke Mataram dan
dari Mataram ke Tjkranegara. Jalan yang dapat dilalui kendaraan kereta kuda
juga sudah sampai ke Narmada. Jalan yang sudah bisa dilalui kendaraan kereta
kuda juga hanya sampai ke Pagasangan dan Pagoetan. Satu ruas jalan yang sama
juga telah dibangun ke Goenoeng Sari (tempat peristirahatan raja yang pertama
dibangun). Keterangan ini paling tidak sudah diketahui pada tahun 1847 ketika
seorang Jerman Heinrich Zollinger melakukan ekspedisi ilmiah ke pedalaman
Lombok. Selebihnya jalan-jalan di daerah penduduk Sasak tidak terawat dan
sangat sulit dilalui dan belum ada jembatan. Jalan-jalan ini semakin sulit
dilewati pada musi hujan karena berlumpur. Pada saat Perang Lombok banyak
jembatan yang rusak, jembatan yang sebelumnya menghubungkan jalan-jalan bagus
yang dilalui kereta.
Salah satu jembatan yang dibangun adalah jembatan
di atas sungai Djangkok yang menghubungkan pelabuhan Ampenan dan Mataram.
Jembatan ini sudah beberapa tahun dibangun dengan biaya f75,000 (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 22-08-1904). Untuk menjaga kualitas jalan disebutkan baru-baru ini
telah dianggarkan sebanyak f10.000 untuk membangun sistem drainase jalan yang
menghubungkan Ampenan dan Mataram.

Beberapa
tahun sebelumnya Pemerintah telah memberi izin kepada seorang pedagang Cina di
Ampenan untuk merehabilitasi kapal uap eks milik Radja Bali Selaparang yang
rusak berat. Catatan: kapal Radja Selaparang yang diberinama Sri Matara. setelah
disita Pemerintah Hindia Belanda diganti namanya menjadi Smeroe (lihat De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26-08-1896).
Dalam berita Soerabaijasch handelsblad, 22-08-1904
ini juga disebutkan bahwa perusahaan kereta api uap telah meminta izin untuk
menggunakan data pemerintah untuk pembangunan jalur kereta api dari Ampenan
melalui Mataram ke Tjakranegara dengan jalur cabang dari Tjakranegara ke Kediri.
Rencana pembangunan kereta api tersebut sudah
lama ada. Segera setelah berakhirnya Perang Lombok, pemerintah berencana untuk
meletakkan jalur trem di Lombok dan untuk tujuan tersebut seorang insinyur
dikirim ke Lombok dengan staf stockmen untuk melakukan pengukuran. Dalam proses
pengukuran tersebut di wilayah bagian tengah terjadi pemberontakan. Disebutkan
seorang pekerja kereta api asal Jawa terbunuh (lihat De grondwet, 12-09-1897). Namun
dalam perkembangannya bagaimana hasil pengukuran tersebut yang telah menelan
biaya pemerintah sekitar f20.000 tetapi kenyataannya kereta api tidak pernah
dibangun.

Dengan latar belakang itulah kemudian muncul
pihak swasta mengajukan permohonan konsesi kereta api di Lombok. Dewan siap
untuk memberikan konsesi, asalkan memenuhi syarat dan ketentuan setelah
pembayaran jumlah yang dihabiskan oleh pemerintah untuk penerimaan yang harus
ditanggung oleh pemohon. Pemohon tampaknya tidak ingin membahasnya. Sejumlah
pihak mendukung investor baru ini karena biaya f20.000 itu bisa saja ditawar
dan masih banyak yang percaya bahwa jika ada rencana serius oleh pelamar tidak
perlu takut dengan f 20.000 itu.
Studi kelayakan yang dilakukan oleh pihak swasta
tersebut mulai menemukan titik terang. Setahun kemudian, muncul pemberitaan di
surat kabar bahwa pemerintah telah meberikan konsesi kepada pemohon untuk
pembangunan dan pengoperasian kereta api melalui pulau Lombok, bergerak dari
Ampenan melewati Mataram, Tjakranegara, Abijan Teboe dan Bengkei ke Kediri,
dengan jalur dari Tjakranegara melalui Bertais ke Narmada (lihat De nieuwe
vorstenlanden, 13-11-1905). Lantas bagaimana kelanjutannya setelah pemerintah
mengeluarkan hak konsesi
?

De nieuwe
vorstenlanden, 13-11-1905

Rencana
pembangunan kereta api di Hindia Belanda sudah muncul pada tahun 1843.
Pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan perundang-undangannya termasuk
petanya. Namun baru awal tahun 1860an sejumlah swasta mengajukan konsesi.
Pemohon pertama dari Belanda telah mengajukan konsesi untuk jalur Batavia
menuju Buitenzorg melalui Bekasi dan Tjibinong. Tampaknya pihak swasta yang
telah melakukan studi kelayakan mengembalikan hak konsesi kepada pemerintah.
Pada tahun 1867 sebuah perusahaan swasta di Belanda mengajukan konsesi untuk
ruas Semarang-Soeracarta terus ke Djogjakarta. Perusahaan ini berhasil
membangun dan mengoperasikannya pada tahun 1869. Tahap pertama Semarang ke Tanggoeng
dan tahap ke dua ternyata tidak ke Soercarta tetapi berbelok ke Ambarawa. Pada
tahun 1869 kereta api di Batavia mulai dibangun antara kota (stad) hingga
Meeester Cornelis yang pengoperasiaannya dilakukan pada tahun 1870. Lalu
kemudian berturu-turut ruas Tanggoeng-Soeracarta dan terus ke Djogjakarta, ruas
Meester-Cornelis-Buitenzorg dioperasikan pada tahun 1873. Jalur Buitenzorg
keudian diperluas ke Soekaboemi (1882) dan Bandoeng (1884). Jalur kereta api
yang semakin meluas di Jawa, juga pembangunan kereta api dilakukan di pantai
barat Sumatra dan menyusul di pantai timur Sumatra. Pengalaman dan sukses
kereta api di Jawa dan Sumatra inilah yang kemudian memunculkan gagasan
pembangunan kereta api di Lombok.  

Tampaknya hasil studi kelayakan yang diinisiasi
oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia dan hasil studi kelayakan yang
dilakukan oleh swasta mengindikasikan pembangunan kereta api di Lombok tidak
menguntungkan. Pemerintah menyerah dan swasta juga kemudian menyerah. Meski
demikian, pengadaan kereta api di pulau Lombok sangat diharapkan oleh
pemerintah lokal dan para pedagang swasta di Ampenan. Apakah masih ada swasta
yang berminat
?

Upaya pembangunan kereta api di pulau Lombok tidak
pernah menyerah. Residen Bali en Lombok di Boeleleng dan Asisten Residen di
Mataram, Lombok terus mendorong investor untuk mengambil konsensi yang telah
ditawarkan Pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Residen dan Asisten Residen terus
berharap pembangunan kereta api di Lombok. Namun belum ada investor swasta yang
benar-benar mewujudkannya. Permintaan dan penawaran masih belum ketemu. Oleh
karena itu, Residen dan Asisten Residen belum menghapus peta jalur kereta api
di peta Lombok.

Tunggu deskripsi lengkapnya
Pendaratan Pesawat Pertama di Lombok
Pesawat pertama (dari Amsterdam) mendarat di
Indonesia di lapangan terbang Polonia Medan. Itu terjadi pada tahun 1924. Dari
Singapura pesawat yang sama kemudian mendarat di lapangan terbang Tjililitan,
Batavia (kini Cililitan, Jakarta). Dua bandara ini (Polonia dan Cililitan)
menandai awal sejarah aviasi (penerbangan) di Hindia Belanda. Setelah sukses
pendaratan tersebut, Panitia Penerbangan Hindia Belanda langsung mengirim
telegram ke Ratu Wilhelmina dan sang Ratu langsung mengirim ucapan selamat.
Ucapan selamat juga disampaikan kepada tiga penerbang dan langsung mendapat
bintang (lihat De Zuid-Willemsvaart, 25-11-1924). Itulah awal penerbangan di
Hindia Belanda,
Sejak
peristiwa bersejarah ini lalu muncul gagasan penerbangan sipil di Hindia. Lalu
didirikan Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM)
pada tanggal 16 Juli 1928. Layanan pertama dilakukan masih sebatas di Jawa.
Rute pertama yang dikembangkan adalah untuk menghubungkan Batavia dan Bandoeng.
Rute berikutnya yang dikembangkan adalah untuk menghubungkan Batavia dan
Semarang. Layanan ini dimulai tanggal 1 November 1928. Selanjutnya KNILM
memperluas layanan hingga ke Soerabaja.
Lantas bagaimana dengan pulau Lombok? Belum
ada jalur penerbangan yang secara khusus dibuat untuk menyambung rute yang
sudah ada hingga Soerabaja. Demikian juga jalur penerbangan ke Bali juga belum
terbentuk. Namun tentu saja tidak ada halangan bagi penduduk Lombok untuk
melihat pesawat terbang. Itu terjadi pada tahun 1934. Pesawat terbang
benar-benar muncul di Lombok. Namun tidak mendarat di darat, tetapi melaut di
perairan pantai Ampenan (lihat
De koerier, 30-07-1934). Pesawat tersebut adalah pesawat militer ketika
skuadron berlatih perang di teluk Ampenan.
De
koerier, 30-07-1934

De
koerier, 30-07-1934: ‘Senin 16 Juli skuadron Hindia Belanda berangkat dari
Soerabaija dan skuadron tersebut berlabuh di Ampenan pada hari Jumat 20 Juli.
Perjalanannya lima hari sementara untuk jarak tersebut dibutuhkan kapal uap KPM
hanya satu hari. Hal ini karena skuadron ini juga meliputi berbagai jenis kapal
seperti empat buah 4 kapal selam, dua buah kapal perusak dan satu buah kapal
utama H. Ms. Java yang juga membawa dua pesawat kecil untuk kebutuhan
eksplorasi…skuadron di teluk Ampenan dalam rangka latihan perang (rutin sejak
pasca Perang Lombok, 1895). Empat puluh tahun yang lalu, sebanyak 12 kapal
berlabuh di teluk Ampenan dala rangka dimulainya Perang Lombok…saya mendapat
kesempatan untuk penerbangan nomor 28 pada tanggal 21 Juli 1934 yang dilakukan pada
tanggal 23 Juli – jadi hari ini – pada pukul setengah sepuluh. Dua pesawat yang
ada V1 dan V5 akan melakukan penerbangan di sepanjang pantai Lombok. Lalu saya
naik ke udara pukul sebelas yang dikemudikan oleh pilot CJ van der Graaff dan
pesawat yang kedua oleh pilot LJ Fritz. Kami pertama-tama berputar-putar di
atas Ampenan, dimana kami melihat kuburan di bawah kami. Lalu kami terbang di
sepanjang pantai selama lebih dari 45 menit ke teluk LaboehanTring dan dari
sana ke teluk Gedeh tempat kami ‘mendarat’ di laut sebentar sebelum lepas
landas dan kembali ke Ampenan. Betapa indahnya pantai Lombok dilihat dari
ketinggian enam ratus meter. Guncangan yang berbahaya terjadi di udara di
sekitar pegunungan. Tapi kebetulan, penerbangan ini adalah sensasi yang luar
biasa. Seseorang merasa ‘seperti burung di udara’. Saat mau parkir di atas
kapal Hr MS Java kami melihat hiu besar muncul. Setelah pesawat diangkat
kembali ke kapal oleh alat derek listrik, saya memberikan jabat tangan
bersyukur kepada sang pilot yang terampil membawa saya dan juga menyapaikan
terimakasih kepada Komandan Skuadron tentang layanan yang saya terima di udara’.

Tunggu deskripsi lengkapnya
Kebutuhan Lapangan Terbang di Lombok

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top