Sejarah

Sejarah Malang (29): Bangil, Naik Perahu ke Pasuruan, Naik Kuda ke Singosari; Kota Pelabuhan Kuno Semasa Hindoe Boedha?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Bangil di Pasuruan, jalan menuju Singosari di
Malang. Apa hubungannya dengan nama tempat Bangi dan Bangilan. Bangil kini
menjadi ibu kota kabupaten Pasuruan. Tempo doeloe Pasuruan adalah ibu kota residentie
Pasoeroean, terdiri dari tiga afdeeling: Pasoeroean, Bangil dan Malang. Bangil
diduga adalah kota kuno, naik perahu ke Pasuruan, naik kuda ke Singosari.
Apakah Bangil, kota pelabuhan zaman kuno era Hindoe Boedha? Let’s check it out.


Bangil
adalah ibu kota Kabupaten Pasuruan. Kota ini terletak di 35 km selatan
Surabaya, Kota Bangil juga terkenal julukan Bangil Kota Santri. Bangil sendiri
terletak di jalan Surabaya menuju Banyuwangi. Bangil dilalui jalur kereta api
yang bercabang di Stasiun Bangil menuju arah Malang, Banyuwangi, dan Surabaya. Tidak
ada referensi untuk menjelaskan nama Bangil berasal. Nama Bangil tercantum
dalam dokumen Cina kuno menyatakan bahwa ketika Raja Ta’Cheh (Muawiyah bin Abu
Sufyan/anaknya Yazid I) mengirim mata-mata untuk memantau kerajaan Kalingga,
utusan mendarat di pelabuhan bernama Banger (Bang-il). Kota ini juga tempat dimana
perang terakhir Untung Surapati melawan VOC (1706) yang dipimpin Govert Knol, Pedagang
Arab tiba 1860 di kota tua Bangil untuk perdagangan, bersama dengan pedagang
Cina melalui pelabuhan di Porong Creek. Sejak 1873, pemukiman Hadhrami terbentuk
di Bangil di bawah pimpinan Kapten Arab seperti Saleh bin Muhammad bin Said
Sabaja (1892), juga oleh orang Cina seperti Bong Swi Ho. Bangil juga merupakan
tempat dimana Sutomo bersekolah, sekolah dasar Eropa.
Secara geografis, (kecamatan)
Bangil daerah paling utara kabupaten Pasuruan; wilayahnya tambak air tawar
serta hutan mangrove
(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Bangil, naik perahu
ke Pasuruan, naik kuda ke Singosari? Seperti disebut di atas, kota Bangil sudah
dikenal sejak tempo doeloe, kini menjadi ibu kota kabupaten Pasuruan. Apakah Bangil,
kota pelabuhan zaman kuno era Hindoe Boedha? Lalu bagaimana sejarah Bangil, naik
perahu ke Pasuruan, naik kuda ke Singosari? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Bangil, Naik Perahu ke Pasuruan, Naik Kuda ke Singosari;
Bangil Kota Pelabuhan Zaman Kuno Era Hindoe Boedha?

Sebelumnya Pasoeroean dan Soemanap adalah dua residentie
terpisah dimana sebagai landrost (resident) adalah C Vos. Pada era Gubernur
Jenderal Daendels, Bangil menjadi ibukota dari Residentie Pasoeroean en Soemenep.
Residen C Vos berkedudukan di Bangil (lihat Bataviasche koloniale courant, 13-07-1810).
Disebutkan Residen (Landrost) C Vos melakukan perjanjian dengan Bupati
Pasoeroean.


Apa yang menyebabkan dua residente digabung, tentulah tidak hanya karena berdekatan
wilayahnya, tetapi juga di wilayah Pasoeroean yang dominan adalah penduduk Madura.
Perjanjian yang dilakukan tentang perihal pemerintah di Pasoeroean. Wilayah
Residentie Pasoeroean sendiri meliputi wilayah (afdeeling) Pasoeroean juga
afdeeling Bangin dan afdeeling Malang en Antang. Lantas mengapa ibu kota direlokasi
ke Bangil? Besar dugaan karena ada proyek jalan trans-Java yang juga meliputi
ruas Porong dan Panaroekan yang dimulai awal tahun 1810 (lihat Bataviasche
koloniale courant, 05-01-1810). Selain relokasi pusat pemerintahan ke Bangil diduga
ada kaitannya dengan ancaman serangan Inggris. Dengan memilih, daripada di Soemanap
(pulau) dan Pasoeroean (pantai terbuka), di Bangil dimungkinkan untuk mundur ke
belakang (escape) ke pedalaman jika Inggris benar-benar menyerang.

Setahun setelah Resident C Vos melakukan perjanjian
di Bangil, akhirnya terjadi pendudukan Inggris di Batavia (Agustus 1811). Pemerintah
Hindia Belanda di bawah pimpinan GG Daendels menyerah. Ibu kota residentie di Bangil
terhenti, fakta bahwa pemerintah pendudukan Inggris kemudian (kembali) memilih
Pasoeroean sebagai ibu kota residentie Pasoeroean. Semasa pendudukan Inggris wilayah
residentie Pasoeroean tetap terdiri dari tiga afdeeling (Pesoeroean, Bangil dan
Malang) plus district/afdeeling Probolinggo.


Bagaimana situasi dan kondisi di Bangil selama pendudukan Inggris (1811-1816)
dapat dibaca dalam buku Raffles berjudul The History of Java (1818). Disebutkan
sebagai Wedanadi distrik-distrik Pasoeroean, Bangil dan Probolinggo adalah
pangeran muda dari Madora Chakra Ningrat. Bagaimana reaksi Soesoehoenan
(Soerakarta) dalam penunjukan Chakra Ningrat ini? Namun dalam perkembangannya
wilayah residentie Pasoeroean kembali kepada semula (Pasoeroean, Bangil dan
Malang) sampai berakhirnya pendudukan Inggris.

Setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan kembali
tahun 1816, Kerajaan Belanda mengangkat Gubernur Jenderal van der Capellen/Komisaris
Jenderal tanggal 24 Agustus 1816L Lalu kemudian mengangkat sejumlah pejabat
setingkat Residen dan fungsi lainnya. Di Pasoeroean sebagai Superintenden diangkat
C Vos yang berkedudukan di Pasoeroean dan EJ Roesler di Soemanap (lihat Opregte
Haarlemsche Courant, 14-01-1817). C Vos kembali didudukkan pejabat setingkar residen
di Pasoeroean (tetapi tidak lagi di Bangil, sebagaimana sebelum pendudukan
Inggris).


Dalam susunan pemerintahan yang baru ini diangkat dua bupati baru, di
Bangil (RT Noto Adi Ningrat) dan di Malang (RT Noto Di Ningrat). Gelar bupati
Pasoeroean ditingkatkan menjadi Raden Adipati (RA). Untuk membantu C Vos di
Pasoeroean diangkat Asisten Residen yang berkedudukan di Malang (JC Hoffman).
Dalam Peta 1817 tampaknya jalan trans-Java telah diperpanjang dari Bangil
hingga Porong (semantara antara Porong hingga Soerabaja, hanya diidentifikasiu
sebagai rencana jalan). Juga tampak diidentifikasi rencana jalan dari Pasoeroean
hingga ke Malang melalui Karang Lo. Dalam hal ini belum ada jalan akses dari
Bangil ke Karang Lo (terus ke Malang). Peta 1817

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bangil Kota Pelabuhan Zaman Kuno Era Hindoe Boedha?
Studi Geomorfologis

Kota Bangil adalah kota tua, paling tidak namanya sudah
disebut sebagai ibukota (residentie) tahun 1810 dan juga nama Bangil
diidentifikasi pada Peta 1817. Dalam hal ini kemudian Bangil sebagai ibu kota
afdeeling (baca: kabupaten). Namun yang menjadi pertanyaan sejak kapan (nama)
kota Bangil eksis?


Nama Pasoeroean dalam teks Negarakertagama (1365) diidentifikasi secara
eksplist. Dalam teks ini tidak ada nama Bangil, namun ada nama Kulur yang
diidentifikasi. Besar dugaan Kulur ini kemudian Namanya menjadi Bangil. Nama
Bangil tampaknya muncul belakangan. Palung tidak nama Bangil dilaporkan pada
tahun 1698 (lihat Daghregister, 18-02-1698). Nama Bangil juga diberitakan dalam
Daghregister tahun 1706. Nama (kota) Bangil diidentifikasi pada Peta 1724.

Daang.Peta 1817 digambarkan kota Bangil berada di suatu teluk. Gambaran
ini berbeda dengan (kota) Pasoeroean yang berada di garis pantai. Ke dalam
teluk ini bermuara sungai besar yakni Kali Anjar. Dalam hal ini Kali Anjar
adalah anak sungai Kediri (kini Namanya sungai Brantas). Sementara di sisi
selatan Bangil diidentifikasi sungai yang lebih kecil yang berasal dari arah
dataran tinggi Malang. Besar dugaan Kali Anjar ini di masa lampau adalah garis
pantai yang tepat berada di depan (kota) Bangil. Namanya Kali Anjar berarti
kali baru (eks garis pantai Bangil). Sebelumnya garis pantai Bangil tertutup
daratan, di zaman kuno sungai Kediri bermuara ke teluk besar (muaranya di
sekitar Modjokerto yang sekarang), sementara Bangil tepat berada di garis
pantai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top