Sejarah

Sejarah Manado (2): Manado Toewa (Oud Manado), Pos VOC Relokasi dari Pulau ke Muara; Ma-na-hasa vis-a-vis Ma-na-dou




false
IN



























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Ada Manado Toewa dan ada Manado (saja), ada pula
Batavia Lama (Oud Batavia) dan Batavia Baroe (Nieuwe Batavia) dan tentu saja
ada Bandoeng (Kolot) dan Bandoeng (Anjar). Pertanyaannya: Mengapa tempat di
pulau itu disebut Manado Toewa (Oud Manado) sedangkan tempat di muara sungai
Tondano hanya disebut Manado (saja). Seperti kata seorang penyair kuno: ‘Apalah
arti sebuah nama’. Namun sejarawan lama menyatakan bahwa semuanya ada permulaan
. Lalu bagaimana sejarah permulaan pulau tersebut Manado Toewa.

Pada
awalnya nama Minahasa dicatat sebagai Manahasa, demikian juga nama Manado
dicatat sebagai Manadou. Lantas apakah ada huibungannya antara Manahasa dan
Manado. Tentu saja baik-baik saja hingga ini hari, Namun pertanyaannya adalah
hubungannya dalam soal nama. Manahasa dieja menjadi Ma-na-hasa dan Manadou
dieja Ma-na-dou. Di pulau (ilha) Celebus (orang Belanda enyebut eilandt Celebes)
terdapat sejumlah nama tempat dimulai dari awal Ma, seperti Ma-djene, Ma-moedju,
Ma-kale dan banyak lagi di Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan
Sulawesi Utara. Konon nama Moboegoe dicatat sebagai Ma-boegoe. Boleh jadi
awalan Ma merujuk pada satu kata yang artinya tempat tertentu  sebagai kota, negeri, kampong atau desa. Madjene,
Mamoedjoe dan Makale (mungkin Maros) berada di wilayah Toradja. Penduduk
Toradja diduga adalah penduduk tertua (asli) di (pulau) Celebus yang boleh jadi
sejaman dengan penduuk Batak, Lampong dan penduduk Jawa dan Bali. Lantas apakah
penduduk Manahasa adalah migran dari Toradja (yang dibedakan dengan Bougis dan
Makassar). Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah apakah awalan Ma
untuk menujukkan sutau tempat berkaitan dengan Ma-na-hasa (tempat yang dekat
atau tempat di daratan-gunung) dan Ma-na-dou (tempat nan jauh, tempat di
lautan-pulau). Jika ditarik dari suatu origin (katakanlah Toradja) maka Na-hasa
lebih dekat daripada Na-dou. Namun origin Ma-na-dou bukan dari Ma-na-hasa
apalagi dari Toradja, tetapi boleh jadi dari wilayah lain di luar pulau sebagai
migran yang berlayar dari arah utara. Nama Ma-toewa lain lagi.

Manado Toewa jelas sebuah kota tua. Nama pulau
sudah pasti awalnya disebut pulau Manado, berdasarkan nama tempat (kota atau
negeri) Manado. Idem dito nama pulau kemudian disebut pulau Manado Toewa.
Lantas seperti apa sejarah Manado Toewa. Sekali lagi, seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Nama Manado: Manado Toewa vs Manado Saja

Pada Peta 1665 (peta VOC-Belanda) suatu  pulau diidentifikasi sebagai Oud Manado
(Manado Toewa). Adanya keterangan waktu pada naa mengindikasikan bahwa nama
pulau tersebut sebelumnya hanya disebut pulau Manado (saja). Hal ini berbeda
dengan penyebutan nama pulau Nain-besar dan pulau Nain-ketjil. Toewa, besar dan
ketjil mengindikasikan penggunaan bahasa Malejoe sebagai lingua franca di
kawasan pulau-pulau tersebut.

Berdasarkan
catatan Kasteel Batavia (Dagregister) 15 Februari 1666 Pemerintah VOC-Belanda
menempatkan pedagang-pedagangnya di Manado. Berdasarkan Daghregister 1 Juni
1661 perdagangan di Manado bagus. Pada tahun 1665 Pemerintah VOC membangun
benteng di Manado (lihat Daghregister 30 Desember 1665). Benteng ini kelak
disebut Fort Amsterdam (lihat Peta 1695).

Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut,
Pemerintah VOC telah merelokasi pos perdagangannya dari pulau ke daratan di
muara sungai Tondano. Pada Peta 1679 di sisi barat muuara sungai Tondano sudah
terbentuk benteng VOC (bendera tricolor) dan di sisi timur sungai diidentifikasi
nama tempat (kampong) Manado. Sejak terbentuknya kampong Manado di muara sungai
Tondano, diduga nama pulau Manado disebut (pulau) Manado Toewa seperti yang
diidentifikasi pada Peta 1665.

Peta
1679 judulnya disebut Kaartje van de Manahassa. Ini mingindikasikan seluruh
wilayah Manado dan sekitar sebagai wilayah Manahasa. Dengan kata lain, kampong
Manado, Fort Manado dan pulau Manado Toewa berada di wilayah (district)
Manahasa. Lantas mengapa kelak bergeser penulisan Manahasa menjadi Minahasa
? Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah apa hubungan nama
Ma-na-hasa dengan nama Ma-na-dou. Penyebutan Manado dan Manadou sama saja hanya
soal pelafalan (tidak dengan antara Manahasa dan Minahasa).

Berdasarkan peta-peta terbaru, letak atau posisi
kota atau negeri Manado Toewa berada di timur pulau Manado Toewa (menghadap ke
Ternate). Pulau ini termasuk yurisdiksi dari kerajaan di district Manahasa
(Kerajaan Bolaangmongondow).

Berdasarkan
peta-peta Portugis, wilayah Manahasa termasuk wilayah kerajaan Boelon (Roy de
Boulon). Kerajaan ini bertetangga dengan kerajaan Bancala Roy di barat dan
kerajaan Layo (Roy de Layo) di selatan (dipisahkan oleh teluk-laut. Lebih ke
selatan lagi terdapat kerajaan Toraja (Toraja Roy) dan wilayah Bougis. Kerajaan
Boulon diduga adalah kerajaan Bolaangmongondow yang mana pasa masa kini Bolaang
Mongondow berada di wilayah Minahasa. Sedangkan kerajaan Layo adalah kerajaan
Gorontalo.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Manado Toewa di Era VOC

Bagaimana sejarah (pulau) Manado sebelum namanya
menjadi Manado Toewa sangat sulit memperoleh datanya. Untuk memahaminya hanya
dapat dipelajari dengan cara retrospektif dari sudut pandang masa kini ke masa lampau.
Anggaplah kita memiliki peta tahun 1991 tentang pulau Manado Tua.

Dalam
Peta 1991 ada dua tempat disebut Manado Tua, Di pantai timur diidentifikasi
sebagai Manado Tua 1 dan yang di pantai selatan diidentifikasi sebagai Manado
Tua 2. Katakanlah Manado Tua 1 lebih tua. Kota atau kampong Manado Tua 1 ini di
pantai timur menghadap Ternate. Pada era Portugis, Spanyol dan era Belanda
(VOC), pusat perdagangan berada di wilayah Maluku. Peta 1991

Sejak Belanda mengakuisi Ternate dari Spanyol
maka seluruh wilayah pulau Celebes berada di bawah yurisdisi Belanda-VOC,
Gubernur VOC ditempatkan di Ternate. Wilayah Yurisdiksi Gubernur Ternate ini
termasuk wilayah Manado (Minahasa). Wilayah Gubenur VOC Makassar hanya terbatas
di wilayah selatan dan barat pulau. Wilayah pulau sebelah tenggara berada di
bawah Gubernur VOC Amboina. Wilayah Minahasa dan wilayah Gorontalo adalah dua
wilayah (kerajaan) yang terjauh dari Gubenur Ternate maupun dari Gubernur
Makassar. Dua wilayah ini boleh jadi bersifat remote area: dari sisi
administrasi berpusat di Ternate tetapi dari sisi perdagangan menuju Makassar.

Sebagai
remote area, wilayah Manado belum berkembang. Perkembangan wilayah baru
terlihat setelah penempatan Residen (bawahan Gubernur Ternate) di Manado. Kapan
Residen ditempatkan di Manado tidak diketahui secara pasti, Residen Manado
sejak tahun 1780 adalah Johannes Boot dan Residen Gorontalo adalah Bernard
Sebastian Wenthold sejak 1777 (lihat Naam-boekje 1783).

Meski di wilayah Manado sudah ditempatkan
Resident, namun secara ekonomi wilayah tersebut tidak terlalu menguntungkan
bagi VOC. Hal ini dapat dibaca pada laporan yang dipublikasikan pada tahun
1780.

Hollands
rijkdom, behelzende den oorsprong van den koophandel, en van de magt van dezen
staat, 1780: ‘Di Manado, terletak di sudut Celebes, kami juga memiliki pemerintahan,
terutama yang berfungsi untuk mengumpulkan pendapatan (rysaldaer), tetapi tidak
banyak hubungannya dengan semua keuntungan. Di Macasser, perusahaan (VOC)
kembali membentuk Comptoir (pos perdagangan) dan kembali membuat kontrak dengan
radja’.

Residen pada era VOC belumlah dianggap sebagai
pemimpun wilayah pemerintahan. Hanya saja para pedagang di tempat tertentu
diangkat sebagai wakil Pemerintah VOC. Jadi fungsi residen hanya sebatas
pembuatan kontrak-kontrak dengan para pemimpin lokal (radja-radja) dalam
hubungannya dengan perdagangan. Residen juga bertanggungjawab untuk pembangunan
benteng-benteng baru dan pengawasannya.

Kebijakan
Pemerintah VOC pada awalnya hanya sebatas perdagangan yang longgar di kota-kota
pantai (transaksi perdagangan umum). Sejak tahun 1665 kebijakan Pemerintah VOC
bergeser dengan kebijakan yang baru dimana pendudukan dijadikan sebagai subjek
yang dalam hal ini para pemimpin lokal atau radja-radja diajak kerjasama untuk
penanaman komditi tertentu seperti lada, kopi dan sebagainya. Sehubungan dengan
kebijakan baru ini, pada tahun 1665 Pemerintah VOC mulai membangun benteng di
Manado. Pembangunan benteng biasanya mengindikasikan bahwa ada militer yang
menjaga kawasan ketika para pedagang atau Residen mulai bekerja dengan
melakukan pendekatan kerjasama dengan penduduk. Benteng juga pada awalnya
menjadi rumah atau kantor bagi Residen.

Jika merujuk pada awal pembangunan benteng di
Manado diduga menjadi awal ditempatkannya Residen di Manado. Benteng-benteng
VOC di Jawa baru terbatas di sekitar Batavia (seperti benteng Riswijk, benteng
Noordwijk, benteng Jacatra, benteng Antjol dan benteng Angke).

Benteng-benteng
VOC yang pertama adalah benteng Victoria di Amboina (yang direbut dari Portugis
pada tahun 1605). Lalu kemudian VOC merebut benteng Portugis di Coupang.
Setelah itu VOC membangun benteng di Banda. Dalam perkembangannya memperkuat
hubungan dengan radja-radja di Bali, Lombok dan Soembawa (terutama Bima). Pada
tahun 1619 dari benteng Ontong Jawa (Fort Amsterdam) militer VOC melakukan
aneksasi di kerajaan Jacatra. Sejak 1619 Pemerintah VOC yang telah membangunan
benteng kuat Kasteel Batavia di hilir sungai Tjiliwong (yang menjadi wilayah
kerajaan Jacatra). Pada tahun 1628 terjadi serangan dari Mataram ke Kasteel
Batavia. Untuk memperkuat diri di sekitar Jawa, Pemerintah VOC membuar
perjanjian kerjasama dengan radja Bali pada tahun 1633. Pemerintah VOC kemudian
memindahkan Residennya di Sombaopoe (Makassar) pada tahun 1640an ke Bima.
Bersamaan dengan pembangunan benteng di Manado tahun 1665, Pemerintah VOC
mengirim ekspedisi militer ke pantai barat Sumatra untuk mengusir Atjeh (lalu
membanguna benteng di Padang). Lalu pada tahun 1667 Pemerinta VOC menyerang
kota Sombaopoe (Kerajaan Gowa). Penempatan Residen dan pembangunan benteng di
Manado diduga terkait dengan penaklukan kerajaan Gowa (Makassar).

Dengan ditaklukkannya kerajaan terkuat Kerajaan
Gowa pada tahun 1669 diduga perkembangan perdagangan di Manado semakin
meningkat. Hal ini karena seluruh Hindia bagian timur (Maluku dan Celebes)
sudah berada di bawah kekuasaan Pemerintah VOC. Ini berarti bahwa para
pedagang-pedagang VOC semakin leluasa kemana saja untuk menjalin hubungan
kerjasama (kontrak) dengan para pemimpin lokal.

Setelah
Pemerintah VOC semakin menguat di luar Jawa, Pemerintah VOC mulai melakukan
perhitungan dengan kerajaan Mataram yang pernah menyerang Batavia pada tahun
1628. Pemerintas VOC membangun benteng pertama di Tegal (Fort Missier). Dengan
kekuatan militer VOC yang semakin menguat (didatangkan dari Belanda) juga
dukungan pasukan pribumi seperti dari Maluku, Bali, Melajoe dan Bugis dan
Makassar maka Pemerintah VOC sudah siap berperang dengan kerajaan Mataram.
Penaklukan pertama setelah pebangunan benteng Missier adalah menaklukkan
kerajaan Demak yang kemudian pemerintah VOC memindahkan benteng ke Semarang.
Pemerintah VOC kemudian membuat perjanjian dengan kerajaan Mataram yang
kemudian Peerintah VOC membangun benteng di Soeracarta. Lalu kemudian dilakukan
penguasaan di Soerabaja. Pada tahun 1682 Pemerintah VOC mulai tegang (kembali)
dengan kesultanan Banten. Perjanjian dengan kerajaan Mataram diantaranya untuk
melepaskan wilayah Soenda yang kemudian dikelola sendiri oleh Pemerintah VOC.
Pada tahun 1687 Pemerintah VOC mengirim ekspedisi ke wilayah hulu sungai
Tjiliwong.

Sehubungan dengan kebijakan menjadikan penduduk
sebagai subjek, lambat laun perharian Pemerintah VOC semakin intens di Jawa.
Meski demikian, perdagangan di luar Jawa tetap dijaga kesinambungannya termasuk
dengan Maluku, Celebes (termasuk Manado) dan pantai barat Sumatra. Lalu
hubungan VOC diperluas ke Palembang dan Siak.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com

 


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top