Sejarah

Sejarah Manado (45): Sejarah Pulau Morotai dan Jejak Orang Moor di Indonesia; Kini Kabupaten Pulau Morotai di Maluku Utara




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Pulau
Morotai adalah pulau paling timur Indonesia yang berada di bibir Lautan
Pasifik. Pulau Morotai bukanlah pulau yang berada di pintu belakang, pada
Perang Pasifik, posisi pulau Morotai adalah pintu gerbang. Pulau Morotai sudah
dikenal sejak jaman kuno, sejak Ternate dan Tidore sebagai pusat perdagangan utama
rempah-rempah di kepulauan Maluku. Nama Morotai diduga kuat berasal dari pedagang-pedagang
Moor (pendahulu orang-orang Spanyol dan Portugis). Orang-orang Moor adalah
pelaut-pelaut andal yang beragama Islam yang berasal dari Afrika Utara di laut
Mediterania.

Pada era perdagangan awal jaman Spanyol.
Portugis dan Belanda (VOC) kepulauan Maluku terdiri dari tiga provinsi:
Amboina. Banda dan Ternate dimana masing-masing gubernur VOC berkedudukan. Pada
tahun 1823 wilayah Ternate dimekarkan dengan mebentuk Residentie Manado. Pada
era Republik Indonesia tiga wilayah kuno ini dijadikan sebagai satu provinsi:
Provinsi Maluku. Pada tahun 1999 Provinsi Maluku dimekarkan dengan membentuk
Provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2003 kabupaten Halmahera dimekarkan dengan
membentuk beberapa kabupaten salah satunya adalah kabupaten Halmahera Utara.
Pada tahun 2008 kabupetan Halmahera Utara dimekarkan dengan membentuk kabupaten
Pulau Morotai. Catatan: Ibu kota provinsi Maluku Utara pada tahun 2010 direlokasi
dari Kota Ternate ke Kota Tidore.

Bagaimana
sejarah (pulau) Morotai
? Lantas apa pentingnya
sejarah Morotai
? Yang jelas (pulau) Morotai kini menjadi sebuah
kabupaten di provinsi Maluku Utara. Tentu saja tidak karena itu, sejarah Morotai
hampir setua sejarah Manado. Pada era Perang Pasifik di pulau Morotai terdapat
basis militer Jepang dan Amerika Serikat.
Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Sejarah permulaan
pulau Morotai karena
kehadiran orang-orang Moor.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Orang Moor dan Perdagangan
Rempah-Rempah: Batochina del Moro

Tempo doeloe di Hindia Timur, nama Moor adakalanya dipertukarkan dengan
nama Codja. Moor adalah nama suatu bangsa sedangkan Codja adalah nama gelar
agama seperti Kiai, Sjech dan sebagainya. Orang Moor datang dari Afrika Utara
laut Mediterania tidak secara langsung, tetapi orang Moor sudah tersebar di
pantai-pantai India seperti Gujarat dan Goa. Orang-orang Moor selain pelaut
juga pedagang yang mudah berbaur dengan penduduk asli (menetap). Orang-orang
Moor yang merupakan ras campuran dapat dikatakan suatu bangsa tetapi tidak
memiliki wilayah negara yang tetap. Orang-orang Moor inilah yang daya jelajahnya
sampai ke pantai barat Sumatra (Baroes) dan terus menyebar di Sumatra dan ke
Java, Borneo, Celebes hingga Moloeca. Orang-orang Moor sudah eksis bahkan jauh
sebelum kedatangan orang-orang Eropa (Spanyol dan Portugis), Orang Portugis
menaklukkan Goa pada tahun 1510 dan Malaka pada tahun 1511.

Provinsi Maluku Utara
Terbentuknya kesultanan-kesulatana di Atjeh
dipengaruhi oleh berbagai bangsa seperti Mesir dan Parsia yang juga berperan
orang-orang Moor. Di dalam buku  Mendes
Pinto (1535) nama Moor menghiasi nama-naa tempat, termasuk di Kerajaan Aroe di
hulu sungai Baroemoen (Tapanoeli) yang mana sebagai penasehat kerajaan dan panglima
adalah orang Moor. Mendes Pinto menyebut kerajaan Aroe memiliki tentara 15.000
yang mana sebanyak tujuh ribu berasal dari berbagai tempat termasuk Luzon (kini
Filipina). Ini mengindikasikan bahwa orang Moor sudah eksis di Filipina.
Orang-orang Melajoe dan orang-orang Moor inilah yang menjadi pedagang di
wilayah Maluku seperti di Ternate dan Tidore.

Orang-orang
Spanyol dan Portugis yang datang dan menemukan orang-orang Moor di Hindia Timur
termasuk di Ternate dan Tidore menyerbut orang Moor sebagai orang Moro. Wilayah
dan penduduk dimana orang-orang Moor memiliki pengaruh disebut orang-orang
Spanyol dan Portugis sebagai (daerah, wilayah) del Moro. Pulau Halmahera
disebut Batochina del Moro.

Pulau Halmahera yang sekarang pada era Spanyol
dan Portugis disebut Batachini. Nama Batachina atau Batochina del Moro adalah penyebutan
nama tempat oleh orang-orang Portugis dan Spanyol. Tidak diketahui sejarah
jelas sejak kapan nama Halmahera muncul, apakah sesudah ada nama Batachini atau
penyebutan nama Batachina sebagai pengganti (nama lain) dari Halmahera. Dalam
hal ini orang-orang Moor atau Moro sudah eksis di Halmahera sebelu orang-orang
Spanyol dan Portugis datang. Orang-orang Moor atau Moro dan orang-orang yang
Melajoe yang datang berdagang yang menyebarkan agama Islam di Ternate dan Tidore.
Sebutan Batachini atau Batochina menunjuk pada penduduk pedalaman (bagian atas)
di Halmahera yang sering dikunjungi oleh orang-orang Moor (di pantai). Oleh
karena itulah pulau Halmahera disebut orang Spanyol dan Portugis sebagai Batochina
del Moro. Batachini atau Batochina kelak disebut orang-orang Belanda sebagai
Batoetjina. Orang Belanda sendiri mengusur Portugis dari Amboina pada tahun 1605.

Penyebutan
nama Batochina del Moro lambat-laun menghilang dan seiring dengan semakin
tumbuh dan berkembangnya kerajaan Ternate dan Tidore, nama lokal Halmahera
semakin populer di dunia pelayaran (perdagangan).

Tunggu deskripsi
lengkapnya

Kesultanan Ternate dan Nama Morotai

Seperti
di Sumatra khususnya di Atjeh, orang-orang Moor adalah yang memiliki pengaruh
kuat terbentuknya kesultanan-kesultanan. Orang-orang (bangsa) Moor yang
terbilang ‘nomaden’ (tanpa negara) mudah berbaur dan menetap dan tidak ada
keinginan untuk menguasai (seperti orang Eropa Spanyol dan Portugis) menjadi
satu sebab kerajaan-kesultanan Ternate tumbuh dan berkembang yang mampu head to
head dengan ekspedisi-ekspedisi Spanyol dan Portugis. Di dalam kerajaan-kesultanan
terdapat banyak orang Moor yang tingkat pengetahuannya setara dengan
orang-orang Eropa (Spanyol dan Portugis). Adanya hubungan perkawinan antara
orang-orang Moor dengan bangsawan lokal menjadi sebab lain ada darah Moor dalam
diri para radja-radja dan sultan-sultan. Transformasi serupa inilah yang
menyebabkan identitas orang Moor lambat laun menghilang (pupus) tetapi karakter
kesultanan yang muncul bagaikan Moor (pantang menyerah seperti Atjeh dan
Ternate).

Costa de Moro (Peta 1619)
Pada tahun 1570 Sultan Ternate, Haroen terbunuh.
Sejak itu kesultanan Tèrnate melakukan perlawanan umum terhadap orang Eropa
(Spanyol dan Portugis). Perlawanan ini dipimpin oleh putra tertua Sultan sebagai
sultan yang baru yakni Soeltan Baab. Pada tahun 1575 benteng Tèrnate jatuh ke
tangan Soeltan Baab dan kemudian orang Portugis menyingkir dan menetap di
Tidore yang lalu membangun benteng baru pada tahun 1578 (kelak orang Portugis
di Tidore diusir lagi oleh Belanda pada tahun 1605). Sebelum Portugis membentuk
koloni (benteng) di Ternate (seperti di Malaka), orang-orang Portugis telah
mengusir orang-orang Spanyol dan menyingkir ke wilayah Manado (semenanjung
Celebes) dan Mindanao (Filipina).

Kemampuan
Kesultanan Terante head to head dengan Portugis mengindikasikan kesultanan
Ternate sudah sangat kuat. Seperti disebut di atas, ada darah Moor di dalam
diri para pengeran-pangeran Ternate. Untuk mengimbangi kesultanan Terante,
setelah Portugis terusir dari Ternate pada tahun 1580 Portugis bersekutu dengan
Spanyol untuk melawan Ternate. Meski antara Porugis dan Spanyol berselisih, aliansi
ini dibentuk hanya semata-mata karena atas dasar dari wilayah yang sama
(Eropa). Namun akhirnya Portugis terusir dari Maluku pada tahun 1605.

Namun dalam perkembangannya, orang-orang
Spanyol yang berbasis di Filipina tidak menyukai Portugis. Boleh jadi itu
karena orang Portugis pernah mengusir orang Spanyol dari Hindia Timur (Maluku)
dan harus menyingkir ke Filipina. Situasi Portugis menyadi sangat buruk,
lebih-lebih pada tahun 1605 pendatang baru Belanda menyerang Portugis di
Amboina. Orang Belanda tidak puas sampai disitu, pada tahun yang sama Belanda
kembali mengusir Portugis dari Tidore (yang dalam hal ini Belanda dan Ternate
bekerjasaa). Portugis yang terdesak ke arah Manado diusir balik oleh Spanyol
pada tahun 1606. Habis sudah kekuatan Portugis di Maluku. Belanda yang terus
menguat di Bali dan Bima pada tahun 1613 mengusir Portugis dari Koepang dan
bergeser ke arah timur.

Meski
kekuatan Portugis telah tergerogoti di sejumlah tempat seperti di Maluku dan
Koepang (Timor), namun kekuatan Portugis masih ada terutama di Malaka.
Orang-orang Portugis di pantai timur pulau Timor seakan hidup segan mati tak
mau. Koepang sebagai pusat perdagangan di kawasan telah dikuasai Belanda.
Wilayah pantai timur pulau Timor tidak terlalu potensial. Semua yang potensial
telah beralih ke tangan Belanda termasuk Banda (tetangga terdekat pulau Timor).

Orang-orang Moor kembali memainkan peran dalam
memperkuat software kerajaan Gowa-Tallo di selatan Celebes. Seperti di Ternate,
orang-orang Moor menyatu di dalam kerajaan Gowa-Tallo dengan para pangeran-pangeran.
Orang-orang Moor juga eksis di Soembawa (khususnya di Bima). Kerajaan Gowa(-Tallo)
lambat laun semakin kuat dan semakin besar. Kerajaan Gowa menjadi simpul
perdagangan utama yang menggantikan Ternate. Para pedagang-pedagang Melajoe,
Jawa dan Madoera menjadi penghubung (feeder) antara Terante dengan Gowa.
Kerajaan Gowa yang berpusat di Sombaopoe menjadi pelabuhan internasional,
tempat dimana berbagai bangsa (Belgia, Denmark, Jerman dan sebagainya)
berdagang (melakukan transaksi perdagangan). Pedagang-pedangan Portugis yang
berpusat di Malaka termasuk yang membuka cabang perdagangan di Sombaopoe. Tentu
saja pedagang Belanda juga membuka kantor perdagangan di Sombaopoe. Kerajaan
Gowa dan Soeltan Gowa berada di atas angin. Lantas apakah kesultanan Ternate
iri
? Yang jelas pada fase inilah Belanda memindahkan
pos utama perdagangannya di Amboina ke muara sungai Tjiliwong dengan mendirikan
benteng (kasteel) Batavia pada tahun 1619 sebagai pusat sarikat dagang Belanda
(VOC) yang baru dibentuk. Tentu saja kerajaan Mataram tersinggung dengan
kehadiran Belanda di Batavia. Pada tahun 1628 kerajaan Mataram di bawah
pimpinan Soeltan Agoeng menyerang Batavia.

Pada
fase inilah nama Morotai dikenal di Ternate sebagai nama pulau yang berada di
arah timur pulau Halmahera atau pulau Batocini del Moro. Lantas mengapa disebut
pulau Morotai
? Tidak diketahui sebab-sebanya, tetapi dapat
diduga bahwa setelah nama Halmahera menggantikan naa sebutan Batochina del
Moro, pulau yang di sebelah timurnya kemudian mulai dikenal sebagai pulau
Morotai. Boleh jadi penyebutan Batochina del Moro (oleh orang-orang Spanyol dan
Portugis) mereduksu menjadi hanya pulau yang terpisah di timur sebagai del Moro
(Morotai) sementara pulau utamanya sebagai pulau Halmahera.

Sebelumnya, jauh sebelum orang Spanyol menyingkir
dari Maluku ke Manila (Filipina), kerajaan-kerajaan di pulau-pulau tersebut
sudah sangat kuat pengaruh orang-orang Moro yang dibantu oleh orang-orang
Melajoe yang berasal dari Sumatra dan Semenanjung Malaka. Seperti halnya
orang-orang Moor yang menyebarkan agama Islam, orang-orang Portugis dan Spanyol
yang sempat menyebarkan agama Katolik di Maluku dan Manado, orang Spanyol memperkuat
kegiatan misionaris di Manila yang membuat penganut agaa Islam menciut dan
hanya terkonsentrasi di Mindanao dan pulau-pulau di sekitar. Orang-orang Islam
(yang tersisa) di Filipina inilah yang kini disebut bangsa Moro (bangsa
pengaruh bangsa Moor).

Nama
Moro menjadi bersifat generik (dimana pengaruh orang Moor ada). Hal itulah
mengapa muncul nama pulau Halmahera dengan nama Batochini del Moro yang
kemudian mereduksi menjadi hanya naa pulau Morotai. Wilayah Mindanao selatan
tidak disebut nama pulau sebagai Moro, tetapi menjadi nama kolektif untuk
menyebut penduduk yang tinggal di pulau Mindanao dan pulau-pulau sekitar yang
sejak lama menganut agama Islam (tidak berhasil dikonversi Spanyol menjadi
beragama Katolik). Kelak orang-orang yang beragama Katolik di Semenanjung
Celebes (Minahasa dan Manado) serta pulau-pulaui di utara (Sangihe dan Talaud)
berhasil dikonversi Belanda menjadi beragama Kristen Protestan.

Meski pengaruh orang-orang Moor di Hindia
Timur sangat luas mulai dari pantai barat Sumatra hingga pantai timur Papoea,
termasuk di Banten, Batavia, Demak, Djapara dan Semarang serta Soerabaja,
tetapi pengaruh orang Moor yang lebh kuat lebih terasa di wilayah Ternate,
semenanjung Celebes (Manado) dan Mindanao. Tidak hanya nama pulau Moratai
sebagai sisa sejak orang Moor, juga naa kota pelabuhan A-moer-ang juga diduga
kuat sebagai pelabuhan dimana di masa lampau terdapat orang-orang Moor. Tidak
ada jejak Spanyol dan Portugis yang tersisa di kawasan (del Moro) ini. Jejak
Spanyol dengan kasat mata hanya ditemukan di Filpinan. Sedangkan jejak Portugis
hanya ditemukan di Timor, terutama (negara) Timor Timur yang sekarang yang
sebelunya orang Portugis terrusir dari Koepang (1613). Nama-nama Portugis
banyak ditemukan di Timor terutama Timor Timur seperti Dilli (nama kota yang
terbentuk setelah Portugis terusir dari Koepang). Catatan: adanya pengaruh
Islam di Timor dan Flores bukan dari Gowa tetapi oleh orang-orang Malajoe plus
orang Moor, tetapi dala perkembangannya setelah kesultan Gowa semakin kuat,
pengarih Gowa menggantikan pengaruh Malajoe en Moor. Sementara pengaruh Islam
di pulau Soembawa dan pulau Lombok berasal dari Djapara keudian Mataram (yang
juga di dalamnya ada pengaruh orang-orang Moor terutama di Bima).

Tunggu deskripsi
lengkapnya

 

*Akhir
Matua Harahap
, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com

 


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top