Sejarah

Sejarah Manado (48): Peninggalan Zaman Kuno Manado dan Minahasa; Semenanjung Sulawesi dan Sejarah Watu Pinawetengan




false
IN


























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Sejauh
ini tidak ditemukan prasasti dan candi era Hindoe Boedha di Semenanjung
Sulawesi. Namun belum tentu tidak ada peradaban Boedha Hindoe di wilayah Minahasa
khususnya Manado. Saat ini peninggalan zaman kuno hanya disebutkan suatu prasasti
batu yang disebut Watu Pinawetengan. Prasasti ini diyakini menjadi penanda awal
adanya peradaban kuno di Simenanjung Sulawesi khususnya di wilayah Minahasa.
Disebutkan prasasti Watu Pinawetengan ini ditemukan pada tahun 1888.

Sejarah Manado di wilayah Minahasa pada
dasarnya terbilang lengkap sejak era VOC (Belanda), namun apa yang terjadi di
era sebelumnya kurang terinformasikan, pada era Portugis dan Spanyol lebih-lebih
era zaman kuno (sebelum kehadiran orang-orang Eropa. Lantas apakah untuk
memahami sejarah zaman kuno di Manado dan Minahasa kita harus menyerah. Tentu
saja tidak. Seperti halnya di Sumatra dan Jawa penemuan-penemuan bukti zaman
kuno masih berlangsung, dalam hal inilah kita masih terus menunggu penemuan
data baru yang lebih mampu menjelaskan tentang peradaban kuno–sebagai bagian
sejarah yang tidak terpisahkan dengan sejarah masa kini. Pulau-pulau di
Filipina juga tidak ditemukan candi, namun masih ada prasasti yang ditemukan
yang berasal dari zaman kuno (bertarih 900 M). Prasasti Laguna di Filipina
belum lama ditemukan (1989). Tentu saja masih optimis kita mendengar laporan
penduduk atau para arkelog tentang bukti-bukti peradaban zaman kuno.

Lantas
bagaimana sejarah zaman kuno di Semenanjung Sulawesi khususnya di Minahasa dan
Manado
? Seperti disebut di atas kita sejauh ini hanya
memiliki
Watu
Pinawetengan
, Namun yang tetap menjadi pertanyaan, setua apa
prasasti
Watu
Pinawetengan
tersebut. Lalu apakah ada sejarah zaman kuno yang
lainnya
? Nah, itu dia. Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.
Okelah,
u
ntuk memastikan
dan
menambah
pengetahuan
serta
meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Prasasti Watu Pinawetengan: Setua
Apa
?

Gunung
Empung, dan gunung Lokon yang bertetangga (dua gunung api kembar berjarak 2 Km)
di atas dataran Toohon, tidak jauh dari danau Tondano di Minahasa. Gunung
Empung memiliki kawah diameter 400 M dan kedalaman 150 M yang diduga hasil
erupsi pada abad kedelapan belas. Nama Empung terkesan mirip sebutan ‘ompung’ (kakek
atau leluhur) di Tapanuli Selatan.

Dalam bahasa Minahasa dialek Tontemboan
terdapat banyak persamaan mirip dengan bahasa elementer di Tapanuli Selatan,
seperti amang=ayah, ina=ibu, ate-hati, lila-lidah, mate=mati, matua=tua,
sisei=siapa, waba=mulut, siow=sembilan. Awalan ma juga digunakan di Tapanuli
Selatan. Dialek Toutemboan ini juga mirip dengan dialek Tonsea. Apakah ini
serba kebetulan
? Akan tetapi mengapa sama meski sangat berjauhan
secara geografis.

Dr
LGF Biedel pada tahun 1897 menulis di jurnal Tijdschrift voor Indische Land,
Taal- en Volkenkunde, Deel X dengan judul 
‘De Watu Rerumeran Ne Empung’ yang diartikannya sebagai ‘de steenen
zetel der Empnng in de Minahasa’ (batu tahta Umpung di Minahasa), Jika ‘Watu
Rerumeran Ne Empung ‘ dibaca dalam dialek Tapanuli Selatan (Angkola Mandailing)
adalah ‘Batu Rerumeran Ni Ompung’, namun Biedel menerjemahkannya sebagai ‘Batu
Tempat Duduk Para Dewa’. Tentu saja semakin menarik menelusuri leluhur orang
Minahasa, apakah Han, Bata[han] atau lainnya.

Watu Rerumeran adalah
sebuah batu besar dengan menorehkan angka, orang, dan lain-lain. Seorang laki-laki
dan perempuan diukir di batu tersebut. Lokasi batu ditemukan sekitar 0,5 pal di
lereng (bukit) Tonderukan di onderafdeeling Amoerang. Situs kuno ini sudah
dimasukkan dalam buku Oudheidkundig verslag Commissie in Nederlandsch-Indië
voor Oudheidkundig  (1914) pada nomor
urut 216 . Terminilogi rerumeran (rerum-erant) diduga dari bahasa Latin yang
artinya ‘leluhur atau ayah’. Siapa yang mengintroduksi kata ini kepada penduduk
asli (Minahasa)
? Makin menarik bukan?

Empoeng sendiri diartikan oleh N Graafland 1869
sebagai Kasoeroean yang dikaitkan kepercayaan terhadap leluhur penduduk asli
Minahasa (Alifoeroen). Tentu saja masih ditemukan pada masa kini sebagai lagu
rakyat di Minahasa berjudul Amang Kasuruan, suatu lagu tradisi yang berasal
dari zaman kuno dengan syair masa kini. Ada yang mengatakan lagu Amang Kasuruan
ini umum ditemukan di penduduk 
Tontemboan.

Watu Rerumeran menjadi bergitu penting pada
masa ini, karena batu bertulis ini terbilang, jika tidak bisa dibilang
satu-satunya’ bukti tertua peradaban zaman kuno di Minahasa. Lu terhadap watui
rerumeran ini dihubungkan dengan nama Empung apakah sebagai ‘tokoh’ leluhur
atau pun nama gunung. Seperti disebut di atas atas hal tersebut melembaga dalam
lagu (nyanyian) tradisi. Tentu saja sudah banyak yang memikirkan hal-hal zaman
kuno tersebut, meski hasilnya belum maksimal, tetapi belum lama ini bung Fary
SJ Oroh membuka perhatian kembali tentang sejarah zaman kuno Minahasa yang
disatukannya dalam sebuah buku berjudul ‘9 Alasan Kenapa Penguasa Dinasti Han
Bukan Leluhur Minahasa’ [Benarkah leluhur orang Minahasa itu datang dari
Tiongkok? Benarkah leluhur Minahasa adalah penguasa Dinasti Han?]. Bung Orah
jelas tidak setuju asal usul Minahasa paling tidak terkait dengan bangsa Han. Tentu
saja bung Oroh sudah berusaha keras untuk tujuan itu, tetapi kita harus tetap
menyimak (boleh setuju boleh tidak) sebagaimana dinyatakan Andy WMR Waisang
dalam kata pengantarnya pada buku tersebut karena minimnya data yang digunakan.
Tapi, okelah. Sebab upaya pencarian tidak pernah berhenti, tidak hanya di
Minahasa, juga di Jawa, Sumatra dan khususnya di Tanah Batak.

Pada
era VOC, orang-orang Belanda hanya terbatas di kota-kota pantai (Manado). Tidak
banyak yang mengetahui tentang dinamika penduduk di pedalaman di jantung
wilayah penduduk Minahasa. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, para
penulis-penuilis Belanda mengidentifikasi penduduk lebih ke dalam di pedalaman
adalah Alifoeroen, suatu penduduk asli yang berkulit agak gelap tetapi bukan
negritos. Sementara penduduk di pulua-pulau dan kota-kota pantai lebih beragam.
Dalam hal ini para pengamat membedakan penduduk di pedalaman (dengan identitas
tunggal Alifoeroen) dan penduduk di sisi luar. Penduduk di pedalaman tentulah
sudah ada peradaban yang lebih awal memasuki wilayah penduduk asli dibandingkan
dengan penduduk di pantai yang begitu dinamik denga lingua franca bahasa
Melayu. Penduduk yang diidentifikasi inilah diduga yang memiliki kaitan
langsung dengan ditemukannya Watu Rerumeran yang terus dibiacarakan hingga ini
hari.

Pengaruh Belanda (VOC( di Semenanjung Sulawesi
terbilang baru. Pusat perhatian perdagangan VOC awalnya dan hanya fokus di
Amboina (Maluku) dan kemudian bergeser ke Jawa (Batavi) pada tahun 1619.Wilayah
antara Maluku dan pantai timur Tiongkok menjadi wilayah navigasi pelayaran
perdagangan Portugis dan Spanyol. Persaingan antara Belanda (VOC) berakhir
dengan mengusir Portugis dan kemudian disusul mengusir Spanyol dan menjadi
konsentrasi di pulau-pulau Filipina. Pada tahun 1657 pedagang-pedagang VOC
sudah menguasai pelabuhan Manado (Oud Manado) yang beberapa tahun kemudian
relokasi ke muara sungai Tondano (kota Manado yang sekarang). Sejak inilah
kekuatan dan kekuasaan tidak terbantahkan di Semenanjung Sulawesi. Pada tahun
1681 sisa permasalahan antara VOCdan Spanyol dibereskan, sebagain eks Kerajaan
Ternate di pulau Mindanao diserahkan ke Spanyol sementara bagian pulau terdekat
dimasukkan ke wilaya VOC (pulau Sanghihe).

Pada
era Portugis-Spanyol selain (pulau)Manado sebagai pusat perdagangan lokal, juga
pusat perdagangan lokal lainnya di kawasan berada di Amoerang. Di kota
pelabuhan Amoeran ini pada era VOCmasih ditemukan sisa benteng Portugis yang
sudah lama ditinggalkan. Meski demikian, di teluk sekitar benteng aktivitas
perdagangan masih intens karena terhubung dengan wilayah pedalaman. Muara
sungai Tondano juga menjadi jalur menuju pedalaman apakah aliran orang atau
produk-produk perdagangan. Kota-kota yang sudah lama cukup banyak di pedadalaman
di sekitar kawasan pegunungan (Emung, Lokon dana sebagainya) dan kawasan danau
(danai Tondano). Singkat kata banyaknya kota-kota di pedalaman mengindikasikan
tingginya populasi (penduduk). Hal itulah mengampa pada era Portugis dibangun
benteng di Amoerang.

Dalam garis pantai utara pulau Sulawesi ini
terdapat pelabuhan-pelabuhan penting selain Manado (pulau), Amoerang (benteng)
juga Buol dan Toli Toli. Di antara pelabuhan-pelabuhan tersebut sejak lampau yang
dianggap begitu penting, tidak hanya karena pedagang-pedagang Portugis
membangun benteng, kota Amoerang juga diduga kota yang sudah terbentuk sebelum
kehadiran Porttugs. Dari namanya diduga adalah salah satu koloni orang-orang
Moor. Pada peta-peta Portugis di wilayah Maluku diidentifikasi Batachini del
Moro atau Cust del Moro (yang kini dikenal sebagai pulau Halmahera). Nama yang
tersisa dari aktivitas perdagangan hingga era VOC hanya nama pulau Morotai,
pulau Batachini del Moro telah berganti nama menjadi Halmahera (Hale Mahera).
Di pulau Morotai terdapat kota Daruba. Berdasarakan catatan-catatan yang ada
navigasi pelayaran perdagangan hingga ke Maluku hingga selat Torres dan Maori jauh
sebelum kehadiran Portugis diperankan oleh pedagang-pedagang Melayu dari
Semenanjung Malaka dan pedagang-pedagang Moor dari pantai timur Sumatra.
Pelaut-pelaut Portugis baru menduduki kota pelabuhan Malaka pada tahun 1511
(dan pada tahun 1524 Spanyol menemukan jalan dari Amerika Selatan ke Filipina
(di Zebu). Beberapa tahun sebelumnya pada tahun 1521 pedagang-pedagang Portugis
sudah berada di Broenai dan Manila (Luzon) dan kemudian ke Macao. Kota
pelabuhan Amoerang diduga kuat dirintis oleh para pedagang-pedagang Moor dan
kota (pulau) Manado oleh pedagang-pedagang Melayu. Menjadi pola yang umum
terlihat pada waktu itu (jauh sebelum kehadiran Portugis) penamaan kota-kota
pelabuhan yang berawalan Ma cenderung dikesan dirintis oleh pedagang-pedagang Melayu
(yang berpusat di Malaka) dan penamaan kota yang menggunakan nama-nama baru
atau memiliki kemiripan dengan nama Moor seperti Morotai, Morowali, Amoerang
dan pulau-pulau Moro (Filipina selatan). Nama Moro ini juga banyak ditemukan di
pantai barat daya Papua dan selat Torres seperti Morouke (Merauke), Morehead,
Daru dan (Port) Moresby. Tentu saja banyak nama kota pelabuhan di pulau
sulawesi berawalan Ma seperti Majene, Mamuju, Makale dan Makasar. Sedangkan
nama-nama kota lainnya di Sulawesi yang terkait dengan pedagang-pedagang Moor
adalah kota Goa (Gowa). Meski demikian anatara pedagang-pedagang Melayu dan
pedagang-pedagang Moor tidak berseteru seperti Portugis vs Spanyol, tetapi
antara pedagang-pedagang Melayu dan pedagang-pedagang Moor berbagai pelabuhan.

Lantas
kapan Watu Rerumeran dibuat
? Tentu saja hal itu sangat sulit diukur usianya.
Sebab tidak ada tenda-tanda baca yang dapat dibaca kecuali, seperti disebut di
atas, gambar laki-laki dan perempuan, bentuk lingga dan garis-garis lainnya.
Tanda-tanda zaman kuno pada batu ini dengan hanya tanda-tanada baca itu sulit
diperkirakan. Satu penemuan tua yang diketahui adalah prasasti Laguna di pulau
Luzon Filipina. Prasasti Laguna inilah tanda-tanada zaman kuno yang begitu
dekat secara geografis dengan kota-kota pelabuhan di pantai utara Semenanjung
Celebes (Amoerang dan Manado). Manado dan Amoerang diduga kuat adalah hub
navigasi pelayaran perdagangan terjauh ke Maluku yang berpusat di selat Malaka.

Pengaruh Singhasari dan suksesinya Majapahit di Jawa
tidak terdapat bukti-bukti di kepulauan Maluku maupun Sulawesi (pada era awal).
Kerajaan Singhasari tampaknya hanya berinterkasi dengan kerajaan-kerajaan di
Sumatra, sedangka Kerajaan Majapahit selain ke Sumatra juga ke pantai barat
Borneo, pantai selatan Borneo dan wilayah timur Jawa hingga ke Sumbawa (Bima).
Namun tanda-tanda navigasi pelayaran perdagangan Melayu dan Moor sangat banyak
di Sulawesi, Maluku, Papua dan pulau-pulau di timur pulau Sumbawa.

Dalam
teks prasasti Laguna disebutkan beratrih 900 M. Suatu waktu satu abad lebih
awal sebelum terjadi invasi Kerajaan Chola (India selatan)  hingga ke selat Malaka (1025). Pada prasasti
Laguna ini menyatakan suatu kehadiran pengaruh besar dari suatu kerajaan yang
termasyur di Binwangan. Lewat utusan radja di Binwangan ini membuat perjanjian
dengan radja-radja di teluk Manila yalni Radja Tondo, Radja Pulilan, Radja Pila
dan terakhir Radja Namayan. Ini mengindikasikan bahwa pulau Luzon sudah dihuni
penduduk yang banyak sehingga menjadi wilayah perdagangan dari kerajaan besar
di Binwangan. Namun dimana ibu kota Binwangan ini jelas sulit diketahui dan
sulit dibuktikan jika tidak ada bukti pendukung lainnya. Satu yang terdekat
adalah bukti zaman kuno ini adalah prasasti Kedukan Bukit (682 M).

Tunggu
deskripsi lengkapny
a

Bukti-Bukti Zaman Kuno: Tidak
Perlu Dikejar, Tetapi Ditunggu

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top