Sejarah

Sejarah Manado (5): Sejarah Pendidikan, Kweekschool Tondano (1873) dan Tanobato (1862); Guru Elias Kandou dan J Ratoelangi

 




false
IN



























































































































































*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Manado dalam blog ini Klik Disini

Sejarah pendidikan di Residentie Manado,
sesungguhnya sudah berlangsung lama. Guru-gurunya adalah lulusan sekolah guru yang
diselenggarakan oleh zending di Ambon (dibuka pada tahun 1834). Lalu dalam
perkembangannya Pemerintah Hindia Belanda kurang memadai untuk kebutuhan
pemerintah. Oleh karena itu sekolah guru zending di Ambon ditutup pada tahun
1864. Namun pemerintah tidak segera membangun sekolah guru yang baru.
Dampaknya, pendidikan di Residentie Manado seakan mati suri.

Berdasarkan Keputusan Raja Belanda tanggal 30 September 1848
Pemerintah Hindia Belanda akan mulai menyelenggarakan pendidikan bagi pribumi
di sejumlah tempat. Sebelumnya sudah ada inisiatif mendatangkan guru-guru dari
Belanda termasuk kepala sekolah dan mahasiwa yang akan turut membantu. Untuk
lebih memperbanyak guru di Soerakarta pada tahun 1851 didirikan sekolah guru
(kweekschool) yang dipimpin oleh Dr. Palmer van den Broek. Pada tahun 1856 atas
saran Buddingh, Asisten Residen JAW van Ophuijsen di Fort de Kock mendirikan
sekolah guru (kweekschool). Pada tahun 1857 seorang lulusan sekolah dasar di
Panjaboengan, onderafdeeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli Si
Sati [Nasoetion] melanjutkan studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru dan
lulus tahun 1860, Pada tahun 1861 guru muda tersebut Si Sati alias Willem
Iskander pulang ke kampong halaman dan pada tahun 1862 mendirikan sekolah guru
di Tanobato, onderafdeeeling Mandailing. Pada tahun 1865 Kweekschool Tanobato
diakui pemerintah dan kemudian diakuisisi sebagai sekolah guru negeri ketiga di
Hindia Belanda.

Lantas bagaimana kelanjutan penyelenggaraan
pendidikan di Residentie Manado
?
Yang jelas p
endidikan
di Residentie Manado bukan terletak pada semangat belajar anak-anak dalam
bersekolah, melainkan sistem pendidikan yang diterima mereka kurang memadai.
Meski sekolah-sekolah zending sudah lama ada, tetapi kenyataannya, jika tidak
ingin dikatakan tidak ada artinya, tidak dapat diperbandingkan dengan
sekolah-sekolah yang belum lama diselenggarakan pemerintah di beberapa tempat.
Okelah itu, satu hal dan hal lain yang lebih penting adalah bagaimana
selanjutnya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sejarah Awal Pendidikan di Residentie Manado

Pendidikan di Manado awalnya berkiblat ke Ambon.
Pendidikan di Amboina lebih berkembang seorang guru muda yang dikirim oleh
misionaris di Belanda. Guru muda tersebut adalah BNJ Roskott yang tiba di
Hindia tahun
(Javasche courant, 10-12-1834).

Pada rapat Buitengewone en Algemeene Vergadering van het
Nederlandsche Zendeling-Genootschap tanggal 21 Juli di Rotterdam, Roskott
dianggap telah berhasil mengelola sekolah guru (kweekschool) di Ambon (Algemeen
Handelsblad, 24-07-1843). LJ an Rijn yang pernah berkunjung ke Hindia menyebut
sekolah guru di Ambon cukup memuaskan (Leeuwarder courant, 23-11-1847). Hampir
semua guru sekolah di Ambon adalah lulusan sekolag guru Ambon yang dipimpin
oleh Roskott. Pemerintah mengangkat Roskott sebagai pengawas sekolah di Ambon
yang juga mencakup Haroekoe dan Saparoea (Rotterdamsche courant, 23-07-1853). Pada saat BNJ Roskott memulai
aktivitasnya di Ambon, struktur pemerintahan di (kepulauan) Maluku adalah sebagai
berikut: Gubernur berkedudukan di Ambon. Masing-masing asisten Residen untuk
memimpin Saparoea en Haroekoe dan Hila en Larikke. Di Boeroe dan Ceram
masing-masing ditempatkan pejabat yang lebih rendah. Di Banda dan Ternate
masing-masing ditempatkan seorang Residen. Untuk urusan pendidikan sub-komisi
pendidikan ditempatkan masing-masing di Amboina, Banda dan Ternate. Sekolah
dasar pemerintah (Govt. Lager School) terdapat masing-masing di Amboina, Banda
dan Ternate. Mereka yang bersekolah di sekolah dasar tersebut adalah anak-anak
Eropa/Belanda dan para pemimpin lokal. Saat itu jumlah orang Eropa/Belanda di
Residentie Amboina sebanyak 270 orang; di Residentie Banda sebanyak 290; dan di
Residentie Ternate sebanyak 72 orang.

Residentie Ternate termasuk wilayah Manado. Guru-guru
yang dididik di sekolah guru misionaris di Ambon ini kemudian mengalir ke
wilayah Manado.
Pemerintah juga mulai mendirikan sekolah di tempat dimana kehadiran misionaris
kurang intens seperti di kota-kota pantai yang juga terdapat penduduk beragama
Islam, seperti di (kota) Manado. Adanya sekolah pemerintah (negeri) di kota
Manado paling tidak sudah diketahui tahun 1845 (lihat  Javasche courant, 27-08-1845). Disebutkan pada
hari Senin tanggal 30 Juni 1845, ujian umum siswa Sekolah Dasar Pemerintah diadakan
di Manado, di hadapan subkomite pendidikan dan banyak orang tua, wali, atau
kerabat terdekat siswa,

Namun, NBJ Roskott
sebagai bagian dari misi (Nederlandsch Zendeling Genootschap/NZG) pendidikan
bagi pribumi mengalami reduksi (hanya terbatas untuk kepentingan misi). Meski
demikian, kehadiran NBJ Roskott di Ambon telah menaikkan level
pendidikan ke tingkat (tahapan) yang lebih tinggi. Akan tetapi persoalan
baru muncul ketika Pemerintah Hindia Belanda mulai menyelenggarakan pendidikan
bagi pribumi di sejumlah tempat di Hindia Belanda berdasarkan Keputusan Raja,
tanggal 30 September 1848. Sebelumnya sudah ada guru-guru swasta dari Belanda.
Guru-guru yang didatangkan pemerintah juga dari Belanda, selain guru juga
termasuk kepala sekolah dan siswa-siswa dari Belanda.

 

Untuk lebih memperbanyak guru di Soerakarta pada tahun
1851 didirikan sekolah guru (kweekschool) yang dipimpin oleh Dr. Palmer van den
Broek.  Sementara itu untuk penyelenggaraan
sekolah dasar, jumlah tenaga yang didatangkan dari Belanda pada tahun 1854
sudah mencapai 102 orang yang terdiri dari 57 guru dan 16 kepala sekolah plus
29 siswa sekolah guru di Belanda. Jumlah ini terus meningkat pada tahun 1855
yang mana guru menjadi 60 orang dan kepala sekolah 30 orang (lihat Dagblad van
Zuidholland en ‘s Gravenhage, 21-11-1856). Ada indikasi dengan meningkatnya
jumlah guru, jumlah siswa Belanda yang diperbantukan dikurangi. Guru-guru dari
Belanda ini disebar di sejumlah tempat termasuk di luar Jawa seperti
Kalimantan, Palembang, Padangsch dan Mandailing en Angkola.

 

Pada tahun 1856 atas saran Buddingh, Asisten Residen JAW
van Ophuijsen di Fort de Kock mendirikan sekolah guru (kweekschool).
Penyelenggaraan sekolah dasar sudah dilakukan sejak 1846 oleh Residen Steimez
di Residentie Padangsch Bovenlanden. Dengan demikian pada tahun 1856 sudah
terdapat dua sekolah guru negeri dan satu sekolah guru yang dikelola misionaris
di Ambon (dengan kepala sekolah Roskott).

Pada tahun 1864
sekolah guru misionaris di Ambon harus ditutup (Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-11-1870). Banyak faktor
penyebabnya. Pemerintah berupaya untuk mengambil alih pendidikan pribumi yang
selama ini ditangani oleh misi yang dipimpin NBJ Roskott karena levelnya yang
rendah jika dibandingkan dengan yang diselenggarakan pemerintah (di tempat lain
di luar Ambon). Faktor lainnya, beban yang harus ditanggung misionaris tidak
sepadan dengan yang dibutuhkan, banyaknya guru yang tidak mendapat gaji
(sementara guru-guru pemerintah mendapat gaji) menjadi kurang bersemangat yang
pada gilirannya siswa dan orangtua merasa tidak puas. Tentu saja karena
penduduk Residentie Ambon (Ambon, Haroekoe, Saparoea) juga banyak yang beragama
Islam.

Pemerintah dan gereja (misi) dibedakan dan berbeda tujuan.
Pemerintah Hindia Belanda tidak membeda-bedakan apapun bagi penduduk, termasuk
pendidikan. Islam, Kristen dan pagan sama pentingnya bagi pemerintah. Yang
diutamakan pemerintah adalah siapa yang mau membangun jalan dan jembatan apapun
keyakinannya. Perbedaan dua misi ini (Pemerintah vs NZG) telah membuka
perhatian bahwa pendidikan di Ambon tidak berbeda jauh jika dibandingkan dua
ratus tahun sebelumnya. Diskusi dan polemik juga muncul diantara orang-orang
Eropa/Belanda di Hindia Belanda.

Pendidikan di Ambon juga termasuk di Manado
dianggap sangat terbatas (untk kepentingan misi) dan mutunya dianggap tidak
memadai oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dalam hubungan ini, meski yang terawal
dalam pendidikan, pendidikan di Manado justru baru memulai pendidikan babak
baru. Sementara itu pendidikan di tempat lain mutunya sudah sangat maju.

Pada
tahun 1862 Si Sati [Nasution] alias Willem Iskander yang baru pulang studi
pendidikan guru di Belanda membuka sekolah guru di Tanobato, Afdeeeling
Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli, Province Sumatra’s Westkust. Si
Sati pada tahun 1857 berangkat ke Belanda untuk menempuh pendidikan guru di
Harlem. Pada tahun 1860 Si Sati dinyatakan lulus dan mendapat akte guru. Pada
tahun 1861 Si Sati alias Willem Iskander pulang ke kampong halaman di
Panjaboengan. Pada tahun 1864 sekolah guru (kweekschool) yang didirikan Willem
Iskander mendapat pengakuan yang kemudian diakuisisi pemerintah sebagai sekolah
guru negeri yang ketiga di Hindia Belanda.

Pendidikan di Manado bukan terletak pada semangat
belajar anak-anak dalam bersekolah, melainkan sistem pendidikan yang
diterapkan. Sistem yang diterapkan tidak sejalan dengan standar minimal
pengelolaan pendidikan. Meski sekolah-sekolah di Ambon sudah lama ada, tetapi
kenyataannya, jika tidak ingin dikatakan tidak ada artinya, tidak dapat
diperbandingkan dengan sekolah-sekolah yang belum lama diselenggarakan
pemerintah di beberapa tempat.

Pada
tahun 1854 seorang pemimpin lokal di Minahasa mengajukan permintaan satu siswa
untuk mengikuti pendidikan kedokteran docter djawa school di Batavia. Hal ini
karena atas permintaan pemimpin lokal, dua siswa di Afdeeeling Mandailing en
Angkola diterima di sekolah kedokteran docter djawa school. Permintaan dari
Minahasa tersebut ditolak karena tidak memenuhi syarat. Sementara itu dua siswa
yang diterima Si Asta dan Si Angan ternyata kemudian diketahui adalah siswa
pertama yang diterima di docter djawa school dari luar Jawa. Dua siswa ini
sukses dalam pendididkan mereka dan endapat gelar dokter djawa. Dr Asta adalah
kakak kelas Willem Iskander di Panjaboengan, onderafdeeling Mandailing. Saat
itu ada dua sekolah pemerintah yang dibangun di Afdeeeling Mandailing en
Angkola, satu buah di Panjaboengan dan satu lagi di Padang Sidempoean,
onderafdeeeling Angkola. Dr Angan adalah lulusan sekolah pemerintah di Padang
Sidempoean.

Sejak sekolah guru
NBJ Roskott telah ditutup ternyata tidak otomatis pendidikan langsung diambil
alih pemerintah. Pemerintah tampaknya kebingungan sendiri. Di Province Amboina
(termasuk di Manado), bukan satu, dua buah sekolah, tetapi malahan jumlahnya
sudah ratusan dan siswanya ribuan. Meski sudah tersedia infrastruktur dasar
(sekolah-sekolah), persoalannya adalah sarana yang kurang memadai dan
kualifikasi (kompetensi) guru yang tidak sesuai untuk standar pemerintah.

Sementara sekolah guru baru ada tiga di Soeracarta, Fort
de Kock dan Tanobato dan kemudian pada tahun 1866 baru didirikan di Bandoeng.
Tentu saja lulusan sekolah guru yang ada tidak mencukupi bahkan untuk kebutuhan
untuk wilayah dimana sekolah guru itu berada.

Situasi dan kondisi
di Ambon (termasuk Manado), jelas itu sulit bagi pemerintah karena harus
mangangkat dan menggaji guru yang sangat banyak di (residentie) Ambon. Belum
lagi pengadaan buku dan ATK yang tentu saja harus dihitung sebagai biaya.
Akibatnya pendidikan di Ambon terabaikan. Boleh jadi levelnya sekarang telah
berada di bawah era NBJ Roskott. Pendidikan di Ambonia menjadi sebuah dilema.

Untuk sekadar perbandingan lainnya. Di Residentie
Tapanoeli belumlah banyak sekolah seperti di Ambon (termasuk Manado). Jumlah
sekolah di Residentie Tapanoeli pada tahun 1851 baru dua buah (satu buah di
onderfadeeling Mandailing dan satu buah di onderafdeeling Angkola). Seperti
diutarakan di atas, tahun 1854 sudah dua siswa yang lulus tes dan diterima di
Docter Djawa School di Batavia. Pada tahun 1860 di Afdeeling Mandailing en
Angkola sudah terdapat enam sekolah negeri. Dari lulusan sekolah negeri inilaj
pada tahun 1862 ketika Willem Iskander mendirikan sekolah guru (kweekschool).

Kegiatan pendidikan di Ambon dan Manado mati
suri. Sesungguhnya masih berjalan, tetapi diselenggarakan seperti pada era NBJ
Roskoot. Akan tetapi lama kelamaan mutunya semakin menurun. Intervensi
pemerintah belum ada. Polemik di surat kabar muncul. Maluku dan Manado yang
terbilang awal dalam pendidikan, seakan ketinggalan ketika penduduk yang
berpendidikan dibutuhkan oleh pemerintah dan dunia swasta yang semakin
berkembang.

Peranan
misi (NZG) di Ambon dan Manado telah lama berlangsung, dan sekolah guru ditutp
tahun 1864, sebaliknya kegiatan pendidikan yang diselengarakan misi (Rheinische
Missionsgesellschaft/RMG).di Siloendoeng (Nord Tapanoeli) justru baru mulai.
Para misionaris yang dipimpin oleh Ludwig Ingwer Nommensen terkesan kurang menerima
kehadiran pemerintah. Akibatnya, pendidikan di Silindoeng en Toba (Nord
Tapanoeli) lebih intens oleh RMG dan pendidikan di Mandailing en Angkola (Zuid
Tapanoeli) lebih intens oleh pemerintah. Singkatnya: apa yang sudah berlalu di
Ambon, sebaliknya di Silindoeng en Toba baru memulainya.

Rencana pemerintah baru muncul tahun 1870 yakni
untuk meningkatkan pengadaan guru akan dibuka sekolah guru (kweekschool). Pada
tahun 1873 dibuka sekolah guru di Tondano dan setahun kemudian dibuka di Ambon
tahun 1874. Sekolah guru pemerintah ini memang dari awal dimaksudkan untuk
menggantikan sekolah guru yang telah lama dirintis oleh NBJ Roskott..

Rencana
pemerintah dalam bidang pendidikan tahun 1870 pada intinya dua hal: Pertama,
peningkatan jumlah guru dengan memperbanyak sekolah guru (kweekschool). Setelah
sekolah guru diselenggarakan sebanyak empat buah (Soeracarta, sejak 1851; Fort
de Kock, 1856; Tanobato, 1862, Bandoeng, 1866) akan disusul pembukaan sekolah
guru di Tondano, Ambon, Probolinggo, Banjarmasin dan Makassar. Kedua,
peningkatan kualitas sekolah dan kualitas guru. Terdapat tiga sekolah guru yang
akan ditingkatkan, yakni Kweekschool Soeracarta ditutup dan akan dibangun
sekolah guru yang lebih besar di Magelang; Kwekschool Tanobato ditutup dan
sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru yang lebih besar di Padang
Sidempoean (ibukota Afdeeling Mandailing en Angkola); Kweekschool Bandoeng yang
sudah memiliki gedung yang baik hanya untuk meningkatkan kualitas gurunya.

 

Oleh
karena itu, tiga guru muda segera dikirim studi ke Belanda, yakni Barnas Lubis
dari Tapanoeli yang akan ditempatkan di Kweekschool Padang Sidempoean yang akan
dibuka pada tahun 1879; Raden Soerono guru di Soeracarta akan ditempatkan di
sekolah guru yang baru di Magelang; dan Ardi Sasmita, guru di Madjalengka yang
akan ditempatkan di Bandoeng. Ketiga guru ini dipimpin oleh Willem Iskander,
yang mana di Belanda sambil membimbing guru muda juga mengikuti pendidikan
untuk mendapatkan akte kepala sekolah. Willem Iskander akan ditempatkan sebagai
Kepala Sekolah di Kweekschool Padang Sidempoean. Penutupan Kweekschool Tanobato
bersamaan dengan persiapan keberangkatan Willem Iskander studi (yang kedua) ke
Belanda. Willem Iskander dan tiga guru muda berangkat dari Batavia pada bulan
April 1875. .

Kweekschool Tondano (1873): Elias Kandou dan J Ratoelangi Studi ke Belanda

Kweekschool Tondano dan Kweekschool Ambon mulai menghasilkan lulusan dan
diangkat menjadi guru.
Setelah tiga tahun
mengajar di Allang, JH Wattimena dikabarkan akan pergi ke Belanda untuk studi
lebih lanjut (lihat Nederlandsche staatscourant, 12-07-1881). Dalam berita ini,
JH Wattimena tidak sendiri juga ME Anakota. Disebutkan ME Anakota guru kelas 1
di Hative dan JH Wattimena, guru kelas 1 di Allang (Residentie Amboina). Mereka
berdua studi ke Belanda atas biaya pemerintah (semacam beasiswa).

Di Belanda mereka berdua
di sekolah guru di Amsterdam yang dipimpin oleh D. Hekker. Anakotta dan JH
Wattimena memenuhi syarat kelas 3 untuk lanjut ke kelas empat atau kelas lima
di sekolah guru Belanda (guru lisensi/akta Belanda). JH Wattimena selama
mengikuti pendidikan tidak menemukan kesulitan. Pada tahun 1884, JH Wattimena
dikabarkan lulus sekolah guru di Amsterdam dan mendapat akta guru Lager
Onderwijs (LO) (lihat Algemeen Handelsblad, 07-04-1884). Disebutkan dari 14
kandidat yang diuji oleh Universiteit Amsterdam empat siswa dinyatakan lulus,
salah satu diantaranya JH Wattimena (dari Amsterdam). Sementara itu, ME
Anakotta tidak berumur panjang, ME Anakotta meninggal selama pendidikan karena
penyakit paru-paru di Amsterdam. Ini menambah daftar guru-guru yang meninggal
di Belanda. Tiga guru muda yang dulu tahun 1874 meninggal satu per satu selama
pendidikan. Willem Iskander yang telah menyelesaikan pendidikannya, sebelum
pulang ke tanah air juga dikabarkan meninggal di Amsterdam.

Setelah semua urusan beres di Belanda, JH Wattimena
kembali ke tanah air. Dalam manifes kapal yang diberitakan Algemeen
Handelsblad,  06-09-1884 terdapat nama JH
Wattimena. Kapal Prins van Oranje yang ditumpangi JH Wattimena berangkat dari
Amsterdam menuju Batavia pada tanggal 6 September 1884. Di Batavia, JH
Wattimena sudah barang tentu menghadap Gubernur Jenderal, sebagaimana dulu
tahun 1861 Willem Iskander menghadap Gubernur Jenderal sepulang dari Belanda.
Tidak lama kemudian, sebelum kapal yang membawa JH Wattimena tiba di Ambon
sudah keluar beslitnya untuk ditempatkan sebagai guru di Kweekschool Ambon (De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 04-11-1884). Setelah
tiba kembali di Ambon, selesai sudah perjuangan Johannes Hendrik Wattimena
menempuh studi, jauh ke negeri Belanda.   

Ada jarak waktu yang
cukup jauh selama 24 tahun ketika Willem Iskander mendapatkan akta guru pada
tahun 1860 dengan tahun 1884. Dalam rentang waktu tersebut sudah dikirim guru
muda; Banas Lubis, Sasmita, Soerono. Namun ketiga tidak kembali karena
meninggal dunia. Setelah itu, sebelum ME Anakota dan JH Wattimena tiba di
Belanda, dua guru pernah dikirim yakni Ardi Sasmita (bukan guru yang meninggal)
dan Si Hamsah tetapi keduanya gagal dan harus kembali ke tanah air. Baru
kemudian disusul lagi dua guru muda yakni ME Anakotta dan Wattimena. Namun
hanya JH Wattimena yang lulus dan kembali ke tanah air. Anakota meninggal di
Amsterdam. Di luar Willem Iskander, pemgiriman guru pada tahun-tahun permulaan
semuanya gagal: empat meninggal dunia, satu gagal dan satu berhasil sebagian
(Ardi Sasmita).

Pada tahun …..setelah
kepulangan JH Wattimena, dua lulusan sekolah guru di Tondano melanjutkan
pendidikan ke Belanda. Dua guru muda tersebut adalah Elias Kandouj
dan J. Ratulangi. Mereka berdua dikirim
studi ke Belanda atas biaya negara. Mereka di Belanda berada di bawah
pengasuhan guru Kepala Sekolah di Amsterdam, D. Hekker.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top