Pada tahun 1938 Dr, Hazairin asisten dosen di Rehthoogeschool diangkat
menjadi Ketua Pengadilan di Landraad di Padang Sidempoean. Di kampus ini Dr.
Husein Djajadiningrat adalah guru besar. Parada Harahap sudah kenal lama Husein
Djajadiningrat sedangkan Hazairin saat menulis desertasinya di Rehthoogeschool
melakukan penelitian lapangan di Bengkulu (lulus tahun 1936). Parada Harahap
tahun 1927 adalah sekretaris Sumatranen Bond juga sudah lama kenal Hazairin,
selain asal satu daerah juga Hazairin adalah anggota Sumatranen Bond ketika
memulai kuliah Rehthoogeschool dengan Amir Sjarifoeddin. Parada Harahap dan
Hazairin kebetulan keduanya adalah ‘gibol’ yang kerap bermain sepakbola dalam
satu tim. Oleh karenanya perpindahan Soekarno dari Ende sangat naif jika itu
bersifat random dan juga sangat naif jika tempat yang baru dipilih Bengkulu
juga bersifat random. Boleh jadi pengenalan Bengkulu tidak hanya atas deskripsi
Hazairin dan boleh jadi Soekarno sudah pernah ke Bengkulu? Sebab Soekarno
diduga kerap secara diam-diam ke Tapanoeli. Pada tahun 1932 Ir. Soekarno datang
ke Tapanoeli dalam rangka pembentukan
divisi Partai Nasional Indonesia (lihat De Sumatra post, 13-05-1932). Kunjungan
Soekarno ke Tapanoeli dapat mudah dipahami, karena besar dugaan atas petunjuk
dari Parada Harahap. Tentu saja tidak hanya itu, PNI memiliki basis massa di
Tapanoeli dan di Sumatra Barat. Sebagaimana diketahui pemimpin PNI di Sumatra
Barat adalah Dr. Abdul Hakim (lihat De Sumatra post, 14-01-1922) dan pemimpin NIP
di Tapanoeli adalah Dr. Abdoel Karim. Sebagaimana diketahui juga bahwa pendiri NIP
adalah Dr. Tjipto di Bandoeng. Hubungan antara Abdul Hakim dan Abdul Karim
dengan Tjipto Mangoenkosoemo adalah teman sekelas di Docter Djawa School. Untuk
sekadar diingat kembali bahwa (sejak awal kebangkitan bangsa/pergerakan politik
Indonesia) Parada Harahap di Batavia adalah ‘mentor politik’ dari trio
revolusioner muda: Soekarno, M. Hatta dan Amir. Dalam fase ini, pada tanggal 29
Desember 1929 sepulang dari Kongres PPPKI ke 2 di Solo, Soekarno ditangkap.
Lalu pada tanggal 18 Juni Soekarno diadili di Pengadilan Landraad di Bandoeng
dan kemudian didakwa hukuman empat tahun penjara. Namun, akibat adanya
pengurangan hukuman, Soekarno dilepas pada tanggal 31 Desember 1931 (lihat De
tijd: dagblad voor Nederland, 22-06-1970). Pada hari-hari setelah bebas inilah
Soekarno terdeteksi berada di Tapanoeli. Lalu kemudian, pada tanggal 31 Juli
1933, Soekarno ditangkap lagi karena melakukan manuver politik. Kali ini
Soekarno tidak diadili namun dengan keputusan Gubernur Jenderal langsung
diasingkan ke Ende, Flores (lihat De
tijd: dagblad voor Nederland, 22-06-1970). Sejak diasingkan di Ende, Soekarno
kerap dipojokkan oleh pers pribumi. Sebagaimana Parada Harahap yang terus
konsisten mengawal karir politik Soekarno, ketika semua surat kabar memojokkan
Soekarno, hanya Parada Harahap yang terang-terangan melalui surat kabar
miliknya, Tjaja Timoer yang membela Soekarno. Dalam hubungan ini diduga bahwa
Parada Harahap adalah pendukung utama dana politik Soekarno termasuk dukungan
dana dalam proses perpindahan Soekarno dari Ende ke Bengkoeloe (lihat Het
Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 01-05-1940). Oleh karenanya,
Soekarno dalam pengasingan (terutama di Bengkoeloe) tidak sendiri alias
terasing secara sosial. Soekarno terkawal dengan baik mulai dari Soerabaja oleh
Dr. Radjamin Nasution, di Djakarta oleh Parada Harahap dkk, di Telok Betong,
Lampoeng oleh Gele Haroen Nasution dan ayahnya Dr. Haroen Al Rasjid serta Mr
Abdoel Abbas (Siregar), di Padang oleh Egon Hakim Nasution dan ayahnya Dr.
Abdul Hakim, di Solok oleh Eny Karim dan ayahnya Dr. Abdul Karim (Lubis) dan di
Padang Sidempoean oleh Mr. Dr. Hazairin (Harahap) dan tentu saja di Medan oleh
Adinegoro dkk. Relasi-relasi inilah secara politis nyaris tidak terungkap saat
mana Soekarno mengasingkan diri di Bengkoeloe (bukan diasingkan!).
merasa nyaman dan aman.Soekarno nyaman karena selama berinteraksi sosial dengan
menduduk mengalami jatuh cinta (seorang gadis cantik Fatmawati). Soekarno juga
aman karena kerap dikunjungi oleh Gele Haroen dari Tandjong Karang dan Egon Hakim
dari Padang. Gele Haroen dan Egon Hakim yang bersaudara sepupu adalah sama-sama
advocat lulusan dari Uiveriteit Leiden.
dalam pelayaran. Di tengah dua kota ini terdapat Bengkoeloe. Saling mengunjungi
antar keluarga Gele Haroen dan keluarga Egon Hakim tentu saja tetap terjaga.
Dalam perjalanan anatr dua kota inilah Egon Hakim dan Gele Haroen mampir ke
Bengkoeloe. Boleh jadi juga dilakukan oleh Parada Harahap jika pulang kampung
ke Padang Sidempoean melalui Tandjong Priok menuju pelabuhan Sibolga dan mampir
di Bengkoeloe.
Dalam perkembangannya Radjamin Nasution
tengah reses di Volksraad dan pulang kampung di Soerabaja. Saat itu sudah
terdengar luas kabar bahwa militer Jepang telah melakukan pemboman di sejumlah
wilayah di Indocina. Radjamin Nasution tiba-tiba mendapat surat dari anak
perempuannya, seorang dokter yang bersuamikan dokter yang sama-sama berdinas di
Tarempa, Tandjong Pinang, Kepulauan Riau. Surat ini ditujukan kepada khalayak
dan cepat beredar, karena termasuk berita penting masa itu. Surat kabar Soeara
Oemoem yang terbit di Surabaya mempublikasikan isi surat keluarga (anak kepada
ayahnya) tersebut menjadi milik public sebagaimana dikutip oleh koran De
Indische Courant tanggal 08-01-1942. Berikut isi surat tersebut.
Tandjong Pinang, 22-12-194l.
Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk ini kita harus berterima kasih kepada
Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang telah kami alami. Ini mengerikan, enam
hari kami tinggal di dalam lubang. Kami tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di
gunung. Dan apa yang harus kami makan kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan
terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom dua kali dan rusak parah. Apa yang
bisa kami amankan, telah kami bawa ke gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa
yang telah kami menabung berjuang dalam waktu empat tahun, dalam waktu setengah
jam hilang. Tapi aku tidak berduka, ketika kami menyadari masih hidup.
mengepak koper dengan beberapa pakaian. Kami tidak diperbolehkan untuk
mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus dilakukan dengan cepat. Kami hanya
diberi waktu lima menit, takut Jepang datang kembali. Mereka datang setiap
hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit controller, karena pesawat Jepang bisa
kembali setiap saat. Aku tidak melihat, tapi terus berlari. Saya hanya bisa
melihat bahwa tidak ada yang tersisa di Tarempa.
merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian
dengan menggunakan sampan. Butuh waktu satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk
laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya menjadi sangat gugup, apalagi saya
punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari saya…Saya mendapat telegram Kamis
14 Desember supaya menuju Tapanoeli…Saya memiliki Kakek dan bibi di
sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa bertemu….Selamat bertemu. Ini
mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda lagi segera. [Catatan: kakek
dan bibinya di Padang Sidempoean; sedangkan orangtua, suaminya Dr. Amir Hoesin
Siagian berada di Laboehan Bilik, Labohan Batoe].
menakutkan, karena tidak lama kemudian Soerabaja juga dibom oleh militer
Jepang. Sementara di sisi lain, kehadiran militer Jepang akan melegakan napas.
Selama ini orang Indonesia tertindas oleh pemerintah Hindia Belanda, para
politisi dijebloskan ke penjara dan diasingkan.
pemimpin di Soerabaja (Walikota). Radjamin Nasution dipilih dibandingkan yang
lain karena Radjamin Nasution satu-satunya tokoh pribumi di Surabaya yang
memiliki portfolio paling tinggi. Sahabat baiknya Dr. Soetomo setahun
sebelumnya telah meninggal dunia. Radjamin Nasution selain dikenal sebagai
Wethouder (anggota senior dewan kota) yang pro rakyat, Radjamin Nasution juga
diketahui secara luas sangat dekat dengan rakyat dan didukung tokoh-tokoh
‘adat’ di Soerabaja. Radjamin Nasution juga berpengalaman dalam pemerintahan
Belanda sebagai pejabat tinggi (eselon-1) Bea dan Cukai di Soerabaja. Tentu
saja, Radjamin Nasution juga seorang yang cerdas, dokter, lulusan perguruan
tinggi, STOVIA di Batavia.
penduduk sangat bersukacita dengan kehadiran militer Jepang dan terusirnya
Belanda. Tidak hanya di Soerabaja, di berbagai wilayah militer Jepang kemudian
membentuk pemerintahan.
minggu terakhir berhenti terbit (karena proses pendudukan Jepang), terbit
kembali tanggal 27-04-1942. Disebutkan bahwa Radjamin telah membentuk panitia
peringatan ulang tahun Tenno Haika. Panitia terdiri dari, Ketua: Ruslan
Wongsokoesoemo, dan sekretaris: Dr Angka Nitisastro. Kegiatan menghormati Raja
Jepang itu meliputi berbagai kegiatan, seperti karnaval, hiburan rakyat, dan
pertandingan sepakbola. Untuk pertandingan sepakbola dilaksanakan tiga hari
28-30 April 1942 yang diikuti empat klub, yakni: Persibaja (Persatuan Sepakbola
Indonesia, Soerabaja), HBS, Tiong Hwa dan Excelsior.
Tunggu deskripsi lengkapnya
dengan Jepang, Amir Sjarifoeddin Harahap dan Sjahrir Menentangnya: 1942
meletus di Kota Surabaya. Pasukan Jepang selama satu bulan beberapa kali
mengebom Kota Surabaya. Koran Soerabaijasch Handelsblad yang menjadi salah satu
sumber utama artikel tentang Radjamin ini, lama tidak terbit. Baru terbit
kembali pada tanggal 26-02-1942. Dalam terbitan tersebut, dilaporkan terjadi
perubahan di Dewan Kota. Radjamin diangkat sebagai Wakil Ketua.
oleh Pemerintah Hindia Belanda. Soekarno berada di Bengkulu sejak 1938 (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 28-03-1941), tepatnya bulan Mei 1938 (lihat De Indische
courant, 31-03-1941). Pada bulan Februari 1942, setelah Palembang diduduki
militer Jepang, Pemerintah Hindia Belanda di pantai barat Sumatra (Sumatra’s
Westkust) seperti di Sibolga dan Bengkulu bergerak ke Kota Padang. Soekarno
sebagai tahanan politik terpenting, Soekarno dan keluarga turut dievakuasi dan
ikut ke Kota Padang
Belanda di Indonesia benar-benar takluk tanpa syarat kepada pasukan Jepang di
Kalijati-Subang setelah sebelumnya militer Jepang melakukan pendaratan di timur
Batavia. Pada tanggal 8 Meret 1942 kekuasaan Gemeente (Pemerintahan Kota)
Surabaya berpindah tangan kepada militer (pasukan tentara) Jepang. Lantas Dewan
Kota dibubarkan. Namun demikian, pada fase konsolidasi ini, pihak Jepang masih
memberi toleransi dua kepemimpinan di dalam kota. Walikota Fuchter masih
dianggap berfungsi untuk kepentingan komunitas orang-orang Eropa saja.
Sementara walikota di kubu Indonesia dibawah perlindungan militer Jepang
ditunjuk dan diangkat Radjamin Nasoetion–Wethouder, mantan anggota senior
dewan kota yang berasal dari pribumi.
berkedudukan di Fort de Kock diduduki 17 Maret 1942. Jabatan wakil wali kota
Kota Padang ini dipegang Abdoel Hakim selama 11 tahun (1931-1942). Pemerintahan
militer Jepang di Sumatra yang sebelumnya berpusat di Singapura kemudian
dipindahkan tanggal 1 Mei 1943 ke Fort de Kock.
(akibat serangan militer Jepang), Pemerintah Hindia Belanda mulai secara
bertahap dievakuasi dengan kapal ke Australia. Situasi yang semakin membuat
panik, orang-orang Belanda tidak peduli lagi dengan siapa kecuali masing-masing
ingin menyelamatkan dirinya. Soekarno di Kota Padang dengan sendirinya tidak
terawasi. Saat situasi chaos inilah, Soekarno dan keluarganya diamankan oleh Egon
Hakim.
Seorang pengacara di Padang lulus fakultas hukum di Universiteit Leiden. Egon
Hakim adalah anak wakil wali kota (burgemeeter) Padang, Abdoel Hakim. Pada era
pemerintahan Hindia Belanda hanya ada dua wali kota pribumi, yakni wali kota
Padang dan wali kota Batavia, MH Thamrin. Untuk sekadar diketahui, Egon Hakim
adalah juga menantu dari MH Thamrin. Abdoel Hakim, ayah Egon Hakim sebelum
menjadi wakil wali kota Padang adalah wethouder Kota Padang. Sementara itu di
Kota Soerabaja yang menjadi wethouder adalah Radjamin Nasution. Untuk sekadar
diketahui saja: Abdoel Hakim Nasution, wethouder Kota Padang dan Radjamin
Nasution adalah wethouder Kota Soerabaja. Abdoel Hakim Nasution dan Radjamin
Nasution adalah sama-sama kelahiran dan lulusan ELS Kota Padang Sidempoean,
satu kampung dengan Parada Harahap. Radjamin Nasution adalah sekelas dengan
Soetomo di STOVIA. Sedangkan Abdoel Hakim Nasution adalah sekelas dengan Tjipto
Mangoenkosoemo di Docter Djawa School. Saat Dr. Tjipto Mangoenkosoemo
mendirikan NIP (Indische Partij). Dr. Abdoel Hakim Nasution adalah Ketua NIP di
Residentie West Sumatra dan Dr. Abdoel Karim Lubis adalah Ketua NIP di Residentie
Tapanoeli. Dr. Abdoel Karim juga kelahiran dan alumni ELS Padang Sidempoean,
yang juga teman sekelas Tipto Mangoenkoesomo dan Abdoel Hakim di Docter Djawa
School. Parada Harahap kerap bertemu dengan Dr. Abdoel Hakim dan Dr. Abdoel
Karim. Tentu saja Soekarno kerap bertemu dengan Dr. Tjipto Mangoenkosoemo di
Bandoeng. Dan, Parada Harahap dan
Soekarno kerap bertemu. Ini ibarat, sejarah itu
tidak terbentuk secara random (acak), dan juga tidak terbentuk secara tiba-tiba
(simsalabim), tetapi perihal yang membuat sejarah terbentuk bersifat sistematis
(ada relasi satu sama lain).
dari pengawasan Belanda oleh Egon Hakim dan lalu Ir. Soekarno diamankan di
rumah Egon Hakim tentu saja sudah ada skenarionya. Orang yang berada di
belakang pengamanan Soekarno di Padang sudah tentu adalah Parada Harahap MH
Thamrin, Abdoel Hakim dan Radjamin Nasution.
kelalaian orang Belanda sendiri. Kelak orang Belanda sangat-sangat menyesalinya
karena di Bengkoeloe ada kans untuk membunuh Soekarno (De Telegraaf,
21-03-1966). Sementaa lolosnya Soekarno dari kawalan intel/polisi Belanda di
Padang menjadi faktor terpenting berubahnya jalan sejarah Belanda di Indonesia
(setelah 350 tahun).
1945
Soekarno
dan Mohammad Hatta (Presiden dan Wakil), Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin Harahap
(Perdana Menteri Pertama dan Kedua): 1945-1948
Detik di Bukittinggi: 1948
Delegasi Indonedia ke Eropa: 1954
Delegasi ke Amerika Serikat: 1956
van Indonesia pertama kali diberikan oleh para anggota Indonesia-club di New
York tahun 1946 (Limburgsch dagblad, 21-08-1946). Ketua klub Indonesia-club di New
York adalah John R. Andu. Saat itu, Indonesia-club di New York akan melakukan
pertemuan yang akan dihadiri 200 orang. Pearl Buck, penulis terkenal diundang
untuk berbicara. Dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia berupa ucapan selama
dibacakan dalam pertemuan di kota kantor PBB tersebut.
Belanda, RIS pernah mengeluarkan prangko yang menyandingkan nama-nama phalawan
Amerika Serikat dengan tokoh-tokoh Indonesia (De Telegraaf, 28-12-1949).
Presiden RIS Soekarno disandingkan dengan George Washington dan Mohammed Hatta disandingkan
dengan Abraham Lincoln; Hadji [Agoes] Salim dengan Benjamin Franklin; dan Mr
Maramis, yang merancang struktur keuangan dari ‘republik’ Indonesia dengan Alexander
Hamilton, sekretaris negara keuangan pertama Amerika Serikat pada tahun 1915.
Serikat tahun 1956, De nieuwsgier, 16-05-1956 memberi judul berita George Washington
van Azie. De nieuwsgier mengutip ucapan Wellington Long yang pernah turut
menghadiri konferensi Asia Afrika di Bandoeng (1955). Wellington Long
mengatakan bahwa Presiden AS pertama George Washington. Presiden Soekarno
adalah ayah bagi rakyatnya. Dalam konferensi tersebut disebut Wllington Long
bahwa Soekarno mengingatkan para hadirin bahwa revolusi Amerika merebut
kemerdekaan dimulai dari perang melawan Inggris.
Dwitunggal, Tanggal Tunggal Tinggal Tunggal: 1957
tidak saling kenal, yang memperkenalkan keduanya adalah Parada Harahap.
Kebetulan ketiga orang yang berjauhan ini sama-sama berjiwa revolusioner.
Parada Harahap di Batavia, Mohammad Hatta di Belanda dan Soekarno di Bandoeng.
Parada Harahap tidak punya utang kepada pemerintah Hindia Belanda, Parada
Harahap sejak di Medan 1918 sudah menentang Belanda yang cenderung tidak adil
dan eksploitatif. Virus kemerdekaan Parada Harahap inilah yang menular ke tubuh
Mohammad Hatta dan Soekarno.
sekolah MULO di Padang. Mohammad Hatta melanjutkan studi ke Batavia dan setelah
lulus Handelschool di PHS pada tahun 1921 langsung berangkat studi ke Belanda.
Sementara itu, Soekarno tahun yang sama lulus di HBS Soerabaja lalu melanjutkan
studi ke THS Bandoeng. Pada tahun 1922 Parada Harahap, editor sura kabar
Poestaha (yang didirikan Soetan Casajangan) dan pendiri surat kabar Sinar
Merdeka dari Padang Sidempoean hijrah ke Batavia dan tahun 1923 mendirikan
surat kabar bersama Dr. Abdul Rivai, Bintang Hindia. Soetan Casajangan dan Dr.
Abdul Rivai adalah mahasiswa-mahasiswa awal di Belanda. Pada tahun 1926 di
Batavia, Parada Harahap mendirikan surat kabar Bintang Timoer, yang di tahun
yang sama Mohammad Hatta terpilih menjadi ketua Perhimpoenan Indonesia di
Belanda dan Soekarno (yang baru saja lulus THS) membentuk studi klub di
Bandoeng. Saat inilah interaksi Parada Harahap dan Soekarno dimulai melalui
berita dan artikel di surat kabar Bintang Timoer. Diduga kuat, Parada Harahap
yang saat itu menjabat sekretaris Sumatranen Bond mendorong Soekarno membentuk
perserikatan. Dan perserikatan Nasional Indonesia segera terbentuk yang mana
sekretaris adalah Soekarno. Posisi Parada Harahap dan Soekarno yang sama–sama sekretaris
perserikatan membuat hubungan keduanya semakin intens hingga terbentuknya
PPPKI.
dasar di Padang Sidempoean. Namun Parada Harahap lebih awal terjun ke dunia
politik praktis melawan Belanda dibandingkan Mohammad Hatta dan Soekarno.
Parada Harahap, sang pemberani yang sudah menjadi jurnalis senior di Batavia
memerlukan pemuda yang cerdas (mahasiswa) sebagai sparring partner melawan
Belanda dan kemudian mendorong Mohammad Hatta dan Soekarno menjadi pemimpin
revolusioner-revolusioner muda. Sejauh ini, hingga terbentuknya PPPKI (1927),
Parada Harahap boleh dikata adalah mentor politik praktis Mohammad Hatta dan
Soekarno.
majalah Indonesia Merdeka, organ Perhimpoenan Indonesia Belanda menggarisbawahi
peran kebangkitan Sarikat Islam, penetrasi prinsip-prinsip PNI dan juga
prinsip-prinsip Perhimpoenan Indonesia dan lainnya yang non-cooperative (terhadap
pemerintah Hindia Belanda) serta pengusiran ke Banda dari tokoh tua, Dr. Tjipto
Mangoenkusoemo menjadi awal mula munculnya persatuan dengan dibentuknya PPPKI.
Saat ini bukan politik pasif Gandhi, tetapi kebijakan yang aktif, yang hanya dapat
berlangsung semua bekerja sama dengan mereka yang berada di dalam pemerintahan,
di Volksraad, di bidang pendidikan menolak untuk mempersiapkan kemerdekaan
nasional oleh aktivitas sendiri melainkan bekerja secara bersama-sama,
Hatta dan Soekarno. Demikian juga sebaliknya, Parada Harahap sangat menyayangi
Mohammad Hatta dan Soekarno. Saking sayangnya, Parada Harahap sebagai kepala
kantor yang merangkap sekretaris di gedung PPPKI di Gang Kenari hanya memajang
dua foto pemuda yang ditaruh di dinding, yakni foto Soekarno dan foto Mohammad
Hatta. Parada Harahap di mata Mohammad Hatta dan Soekarno bukan saudara (Bung),
tetapi Mohammad Hatta memanggil dengan sapaan Oom Parada, dan Soekarno dengan
panggilan Bang Parada. Mereka hanya beda tipis dalam soal umur (Parada lahir
1899, Soekarno, 1901 dan Mohammad Hatta, 1902). Akan tetapi Parada Harahap
lebih (dulu) berpengalaman di dunia praktis. Hingga tahun 1927, Parada Harahap
sudah seratus kali (sejak 1918) dimejahijaukan dan belasan kali masuk penjara
karena delik pers. Parada Harahap sangat piawai di pengadilan tanpa pengacara.
Lebih banyak yang lolos, jika tidak lolos, karena kemampuan finansialnya yang
ok cukup membayar denda yang tinggi. Parada Harahap terdeteksi dimejahijaukan
tahun 1931. Berikut kutipan di pengadilan.
untuk keseratus kalinya di meja hijau. Kali ini Parada Harahap dipanggil ke
pengadilan karena korannya memuat iklan tagihan hutang. Si penagih hutang
digugat karena dianggap mencemarkan nama dan juga editor Bintang Timoer, Parada
Harahap juga diseret. Ketika dituduhkan [kepada] Parada Harahap ikut
bertanggungjawab karena iklan itu menjadi pendapatannya. Parada menjawab: ‘Bagaimana
saya bertanggungjawab?’. Polisi mencecar: ‘Anda kan direktur editor?’ [Parada
menyahut] ‘Iya betul, tapi saya hanya bertanggungjawab untuk bagian jurnalistik’,
jawab Parada Harahap. ‘Bagian administrasi bertanggungjawab untuk iklan’.
[Djaksa tidak puas,lalu mendesak] ‘Ah’, kata Sheriff, ‘tanya sekarang, setuju
bahwa di koran Anda muncul iklan cabul, apakah Anda akan mengatakan tidak
bertanggung jawab?’. [Parada Harahap spontan jawab]. ‘Oh, kalau soal itu
tanggungjawab saya’.
(Presiden) dan Mohammad Hatta (wakil Presiden) masih menghargai kejeniusan
Parada Harahap dan mengangkat sebagai pimpinan delegasi Indonesia ke 14 negara
di Eropa tahun 1954 untuk studi banding yang akan dijadikan sebagai buku
repelita Indonesia. Laporan studi banding tersebut ditulis Parada Harahap dan
dicetak serta diedarkan secara luas tahun 1955. Buku repelita ini adalah karya (dalam
bentuk buku) terakhir Parada Harahap. Buku pertama Parada Harahap diterbitkan
tahun 1926 yang merupakan hasil perjalanan jurnalistiknya ke Sumatra dan
Semenanjung tahun sebelumnya (1925) yang diberi judul: ‘Dari Pantai ke Pantai’.
lengser keprabon. Parada Harahap yang berumur 56 tahun pensiun dari segala
aktivitas. Parada Harahap memiliki dua putri yang sulung lulus dari Sekolah
Tinggi Hukum (Universitas Indonesia) tahun 1957 bersama-sama putri dari Dr.
Radjamin Nasution. Pada tahun 1958 Parada Harahap menikahkan putrinya Mr. Aida
Dalkit Harahap dengan seorang srjana hukum di Pintoe Padang, Padang Sidempoean.
Selesai sudah tugas Parada Harahap untuk negeri dan juga untuk keluarganya.
Parada Harahap dikabarkan meninggal di Djakarta tahun 1959.
Soekarno dan Mohammad Hatta adalah Parada Harahap. Sejauh itu antara Soekarno
dan Mohammad Hatta sangat kuat sehingga disebut dwitunggal. Namun setelah
Parada Harahap lengser, hubungan Soekarno dan Mohammad Hatta mulai tidak
harmonis.