*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Politik rasial adalah isu
internasional sejak masa lampau. Terutama sejak era kolonial. Bagaimana politik
rasial itu terjadi. Itu satu hal. Apakah politik rasial benar-benar ada pada
era kolonial di Asia Tenggara. Jika ada apakah di negara Federasi Malaysia
masih mewariskan politik rasial?

Politik rasial adalah praktik para aktor politik yang
mengeksplotasi masalah ras untuk memajukan sebuah agenda. Di Malaysia, politikus
Malaysia, Chang Ko Youn berkata “Malaysia telah mempraktikkan politik
rasial selama 51 tahun dan kami tahu itu bersifat memecah belah karena setiap
partai hanya berbicara atas nama kelompok rasial yang diwakili… Saat seluruh
ras berada dalam sebuah partai tunggal, tak ada seorangpun yang akan berupaya
untuk menjadi pahlawan partai…. Lebih mudah untuk menjadi pahlawan Melayu,
pahlawan Tionghoa Malaysia atau pahlawan India Malaysia, sulit menjadi pahlawan
Malaysia…. Negara ini sekarang menghadapi masalah-masalah ekonomi dan kini
penting bagi pemerintah dan partai-partai politik untuk merumuskan sebuah
agenda Malaysia tentang bagaimana cara menyatukan rakyat dan menghadapi tantangan-tantangan
tersebut. (Wikipedia)
Lantas
bagaimana sejarah politik
rasial di Asia Tenggara era kolonial, benarkah? Seperti
disebut di atas, banyak
orang berasumsi bahwa di negara Malaysia masih ada politik rasial. Politik
rasial ini disebutkan terjadi pada era kolonial. Lalu bagaimana sejarah politik rasial di Asia Tenggara
era kolonial, benarkah? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*.
Politik Rasial di Asia
Tenggara Era Kolonial, Benarkah? Federasi Malaysia Mewariskan Politik Rasial?
Apa itu politik rasial? Pada
masa ini kerap muncul kritik parea rasis.
Para penonton sepak bola attau pemain sepakbola sendiri bisa bersikap
rasis. Karena itu muncul slogan dengan memasuk spanduk ‘no racism’ di lapangan
sepak bola. Lalu apakah permasalahan sosial di Amerika Serikat juga adalah soal
politik rasis? Contoh politik rasis yang kerap dihubungkan adalah praktek rasis
di Afrika Selatan (Apartjeid). Nah, apakah di Asia Tenggara terjadi politik
rasial? Apakah tuduhan dari sepihak ada politik rasial di Malaysia? Bagaimana
dengan di Indopesia?
Jika memperhatikan sejarah, terutama sejak era
kolonial, politik rasial di Afrtika Selatan dapat dikatakan adalah sisa poliyik
rasial dari era kolonial yang paling mencolok diantara negara-negara di dunia pada
dekade-dekade terakhir. Jika itu yang digambarkan sebagai politik rasial,
berarti itu pernah berlaku di Indonesia pada era kolonial tetap tidak lagi
setelah era kemerdeakaan Indonesia 1945. Nah, lalu bagaimana di Malaysia? Apakah
masih politik rasial masih tersisa? Apakah ada tanda-tanda yang tersisa praktek
politik rasial yang tersisa?
Politik rasial, pada dasarnya baru
kasat mata terjadi sejak kehadiran orang Eropa di wilayah lain muka bumi
termasuk di Hindia Timur. Namun itu masih sebatas rasialism seperti halnya
dilapangan sepak bola pada hari ini. Politik rasial baru tampak nyata pada era
pemerintahan kolonial yang di Indonesia (baca: Hindia Belanda) bermula tahun
1800 (dan di Malaysia pada tahun 1819. Pada masa itu dapat diperhatikan pada
peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan kerajaan (seperti Inggris dan
Belanda) dan tanah jajahan (Hindia Belanda; dan Hindia Inggris) yang mana dalam
pasal-pasal tertentu dibedakan secara hukum antara orang Eropa di satu sisi dan
orang pribumi di sisi lain (diantara keduanya dibedakan golongan Asia Lainnya).
Pada awal pembentukan sistem pemerintahan di
Hindia Belanda, kedudukan Gubernur Jenderal adalah hub bagi Menteri Koloni di
wilayah jajahan. Gubernur Jenderal (Hindia Belanda) adalah pimpinan tertinggi di
wilayah (negara) jajahan. Pada level yang lebih rendah gubernur/residen susunan
pemerintahan masih kombinasi. Artinya dalam susunan pemerintahan,
gubernur/residen dalam memerintah masih dibandtu oleh orang Eropa, orang
pribumi (dan adakalanya ditambahkan pimpinan komunitas Asia Lainnya). Kombinasi
ini tidak hanya pada sistem eksekutif tetapi juga dalam sistem yudikatif. Untuk
urusan fungsinal lainnya yang memerlukan keahlian khusus seperti militer dan
bidang pembangunan seperti pendidikan, kesehatan dan pertanian ditangani oleh
orang-orang Eropa/Belanda. Sturuktut kombinasi ini juga berlaku untuk tingkat
pemerintahan yang lebih rendah Asisten Residen (Afdeeeling) dan Controleur (Onderafdeeling).
Namun hal itu tampak berbeda di wilayah jajahan Inggris seperti do Semenanjung
Malaya (The Strait Settlement).
Dalam perkembangannya, struktur
kombinasi pemerintahan tersebut secara perlahan dihapus mulai dari tingkat atas
gubernur/residen, tetapi tidak pada semua wilayah. Pada wilayah-wilayah
tertentu yang memiliki pemimpin/sistem pemerintahan yang terbilang kuat masih
disertakan. Boleh jadi hal itu berlaku karena di satu sisi para pemimpin
pribumi dianggap lemah atau tidak efektif lagi dan di sisi lain masih ada
pemimpin pribumi yang dibutuhkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya
sistem pemerintahan mulai dipisahkan dimana di satu sisi terbentuk stuktur
pemerintahan Eropa/Belanda, dan para raja/sultan diakui dengan
pejanjian-perjanjian (pendek/panjang). Daftar para raja/sultan yang masih
diakui dapat dilihat pada Almanak 1870. Sejak saat inilah diduga praktek
politik rasial mulai efektif diberlakukan yang mana secara hukum dipisahkan
orang Eropa/Belanda. Orang Timur Asing dan orang pribumi.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Federasi Malaysia Mewariskan
Politik Rasial? Apakah Ada Hubungannya dengan
Kolonial?
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.