*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Dalam sejarahnya Tawi-Tawi kepulauan adalah wilayah Kerajaan
Sulu. Dalam sejarah, Kerajaan Sulu terbilang wilayah yang bersifat independent cukup
lama (dibandingkan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara). Mengapa? Di bagian
wilayah Sulu di Tawi-Tawi dan sekitar merupakan salah satu wilayah di bawah
proteksi (kerajaan) Sulu yang kerap melakukan perlawanan kepada orang-orang
Eropa sejak era Portugis/Spanyol. Pada era Hindia Belanda, para bajak laut yang
dikejar Angkatan laut Hindia Belanda sangat aman berlindung di Tawi-Tawi
(ibarat pengejaran keuangan di berbagai negara pada masa kini sangat aman di
bank-bank Swiss).

Tawi-Tawi (Tagalog: Lalawigan ng
Tawi-Tawi; Tausug: Wilaya’ sin Tawi-Tawi; Sinama: Jawi Jawi/Jauih Jauih) is an
island province in the Philippines located in the Bangsamoro Autonomous Region
in Muslim Mindanao (BARMM). The capital of Tawi-Tawi is Bongao. It is the southernmost province
of the country, sharing sea borders with the Malaysian state of Sabah and the
Indonesian North Kalimantan province, both on the island of Borneo to the west.
To the northeast lies the province of Sulu. Tawi-Tawi also covers some islands
in the Sulu Sea to the northwest, Cagayan de Tawi-Tawi Island and the Turtle
Islands, just 20 kilometres (12 mi) away from Sabah. The municipalities comprising the current Tawi-Tawi
province were formerly under the jurisdiction of Sulu until 1973 (1.087 km²; population 322.317 (2000)). Administrative divisions: Tawi-Tawi comprises 11
municipalities, all encompassed by two legislative districts and further
subdivided into 203 barangays. Bongao — the capital of the province; Languyan — created by President Marcos for rebel leader
Hadjiril Matba who joined the government in the 1970s; Mapun — Tawi-Tawi’s northernmost municipality, formerly
Cagayan de Tawi-Tawi or Cagayan de Sulu; Panglima Sugala — formerly known as Balimbing. However,
in the EDSA Revolution, the word “balimbing” acquired a derogatory
meaning associated with turncoatism due to the fruit’s many sides. It is the
former capital of the province; Sapa-Sapa; Sibutu — home to the descendants of Malay royalty in Borneo
and not necessarily associated with the Sulu royalty; Simunul — site of oldest mosque in the Philippines and
home of Sheikh Makdum, one of the early pioneers spreading Islam in the country; Sitangkai — southernmost
municipality in the country; South Ubian; Tandubas; Turtle Islands — a turtle sanctuary and protected area; Most of the municipalities are
located on the islands in the Sulu Archipelago. Two of them, Mapun (which is
closer to Palawan) and Turtle Islands, lie within the Sulu Sea. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Tawi-Tawi diantara
Sulu dan Sabah? Seperti disebut di atas, Tawi-Tawi
kepulauan berada di dalam yurisdiksi Kerajaan Sulu di masa lampau, yang mana
pada hari ini provinsi berada di antara provinsi Sulu (Filipina) dan wilayah
negara Sabah (Federasi Malaysia). Lalu bagaimana sejarah Tawi-Tawi diantara Sulu dan
Sabah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber
baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.
Tawi-Tawi Diantara Sulu dan Sabah; Tawi-Tawi dan
Bulungan, Tidung, Sandakan dan Marudu
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bulungan dan Tidung Era Hindia Belanda – Sandakan dan
Marudu Era Maskapai Borneo Utara/Inggris
Wilayah perairan antara pulau Borneo, Paragao
(Palawan) Sulawesi dan Mangindanao sudah dikenal sejak zaman kuno (Hindoe) sebagai
persimbangan lalulintas navigasi pelayaran perdagangan. Namun situasinya
menjadi berbeda pada era kehadiran Eropa (Portugis, Spanyol) khususnya pada era
Belanda/VOC yang justru jarang dilewati. Perairan yang luas ini menjadi momok
bagi pelaut-pelaut Spanyol dan Belanda karena banyak pulau-pulau kecil dan
karang yang memanjang dari pulau Mindanao hingga pantai timur laut pulau Borneo.
Wilayah yang dikuasai Kerajaan/Kesultanan Sulu ini termasuk wilayah Tawi-Tawi
kepulauan (yang lebih dekat ke pantai timur laut Borneo).

Jauh sebelum kehadiran orang Eropa (Portugis) wilayah perairan luas ini
merupakan jalur lalu lintas navigasi pelayaran perdagangan Kerajaan Aru di
pantai timur Sumatra dan pedagang-pedagang Moor bergama Islam menuju ke utara
di pulau-pulau di Filipina seperti Luzon hingga Formosa (Taiwan); menuju timur
di pantai utara Sulawesi, pantai selatan Mindanano hingga ke Maluku; serta ke
selatan di selat Sulawesi (panrtai timur Borneo dan pantai barat Sulawesi).
Pada era Portugis dan Spanyal Kawasan segi tiga tersebut masih kerap dikunjungi
kapal-kapal mereka. Namun pada era Belanda/VOC situasi berubah, jarang
dikunjungi karena tonase kapal-kapal Eropa sudah lebih berat sehingga berisiko
tersandung karang. Seperti kita lihat nanti, hal itulah mengapa Kawasan ini
mengalami kemunduran Ketika di tempat lain mengalami kemajuan perdagangan,
bahkan hingga kehadiran pedagang Inggris di Sabah (Maskapai Borneo Utara pada
pengujung abad ke-19).
Berita tersandungnya kapal pedagang Swedia di Kawasan
pada tahun 1798 menjadi Kawasan ini membuktikan sebagai Kawasan yang harus
dihindari oleh kapal-kapal Eropa. Bahkan kapal-kapal Amerika Serikat (yang
telah mengakuisisi Filipina dari Spanyol tahun 1798) tidak berani ke Kawasan ini,
suatu Kawasan dimana hilir mudik orang-orang Moro sejak Spanyol. Oleh karena
itu, kawasan ini menjadi kawasan bebas dari orang-orang Eropa dalam waktu yang
lama, dan kerap menjadi tujuan pelarian para perompak laut jika dikejar
kapal-kapal Pemerintah Hindia Belanda dari Kawasan teluk Tomini, Kawasan kepulauan
Riau serta Selat Sulawesi.
Oleh karena Kawasan segitiga ini rawan dalam navigasi pelayaran, maka
kapal-kapal (perang) Pemerintah Hindia Belanda hanya nyaman berlayar di sisi
pantai barat Sulawesi hingga ke Manado dan sisi pantai timur Borneo hingga ke
Batu Tinagat. Kapal-kapal dagang Belanda dari Hindia dan Inggris dari Sidney ke
Hongkong, Makao dan Jepang lebih memilih dang menggunakan peta navigasi Spanyol
melalui Talaud, ke Zebu dan keluar di pantai barat daya pulau Luzon. Sementara
kapal-kapal Belanda dari Batavia dan Inggris dari India ke pantai timur Tiongko
atau Jepang tidak mengalami kesulitan melalui selat Malaka dan selat Karimata
melalui Laut Cina Selatan. Jalur ini juga digunakan untuk menuju Manila dan
pantai utara Borneo.
Kawasan segi tiga perairan ini juga memiliki arah
angin yang kerap menyesatkan arah navigasi pelayaran. Ini pernah dialami oleh Captain
Barnes bulan Agustus 1821 yang berlayar ke sebelah timur Sulu, telah hanyut di
antara Kapoeal dan Bietienan (lihat Zeemansgids voor Nederlandsch Oost-Indie, 1929).
Juga disebutkan Tawie-Tawie Kepulauan yang membentuk bagian barat daya dari Soelu
meluas hampir ke Semenanjung Oensang di pantai timur laut Borneo terdiri dari
rantai pulau yang cukup besar, yang dikenal, dan di sekitarnya terdapat
berbagai bahaya navigasi. Rantai pulau kedua terbentang dari Tawie-Tawie cukup
jauh di lepas pantai Kalimantan dan khususnya Liegitan.
Jika kapal lewat di dekat
pulau-pulau ini atau pantai Kalimantan selalu didahuli perahu di depan untuk
memimpin pelayaran terutama pada malam hari seperti yang dilaporkan dalam
sejarah navigasi pelayaran pada tahun 1787.
Sejak kehadiran Inggris di pnatai utara Borneo terutama sejak James
Brooke, secara perlahan Kawasan yang cukup lama tidak dikenal dalam navigasi
pelayarn mulai dirintis tetapi hanya di sekitar sepanjang pantai dari pantai
utara hingga pantai timur Borneo. Pada tahun 1849 saru kapal dagang Inggris
terdampar di pantai timur di Berau. Kapal-kapal dagang Inggris dari Labuan
kerap mencapai Tenggarong di sungai Mahakam. Sejak Pemerintah Hindia Belanda
membuka cabang pemerintahan di Koetai pada tahun 1850 kapal-kapal perang Hindia
Belanda berpatroli hingga ke Batu Tinagat, selain mengawasi pedagang-pedagang
Inggris juga untuk menjaga keamanan penduduk pantai dari serangan bajak laut. Dalam
laporan 1929 juga disebutkan sebuah kapal di salah satu dari kawasan Tawi-Tawi
Soeloe membutuhkan kehati-hatian yang ekstrim; karena belum lama ini di pulau-pulau
ini terjadi pihak menyerbu sebuah kapal dagang, dengan cepat diserang dan mereka
dapat melarikan diri.
Lalu bagaimana dengan situasi dan kondisi Tawi-Tawi
kepulauan sebagai bagian wilayah dari Kesultanan Sulu? Seperti di kutip di
atas, bahasa yang berlaku umum di Tawi-Tawi mirip dengan Bahasa yang berlaku
umum di Sulu dan juga wilayah pantai timur laut Borneo di wilayah Tidoeng.
Secara linguistic kurang lebih sama, namun terdapat sejumlah kosa kata
elementer yang sama yakni kosa kata ‘ina’=ibu dan ‘ama’=ayah. Hal serupa juga
dengan Bahasa Melanau di pantai utara Borneo dan pulau-pulau di sebelah barat
daya Filipina seperti di pulau Palawan. Dari segi linguistic dan kosa kata
elementer itu haruslah dirujuk pada masa
jauh sebelumnya pada era navigasi pelayaran perdagangan sebelum kehadiran
orang-orang Eropa (Portugis/Spanyol).
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.