Sejarah

Sejarah Menjadi Indonesia (74): LIPI dan Radermacher; Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen di Batavia 1778




false
IN

























































































































































 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini 

Apa itu LIPI? Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Suatu
institusi (kantor) tentang ilmu dan pengetahuan di Indonesia, Oleh karena itu
tentang ilmu dan pengetahuan di luar Indonesia bisa diurus oleh institusi
lainnya seperti institusi ilmu dan pengetahuan di perguruan tinggi. Institusi
LIPI ini dikoordinasikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan
Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). LIPI berkiprah dalam bidang riset terkait
penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Maksudnya, lembaga
Indonesia ini menerapkan ilmu dengan melakukan riset untuk menghasilkan
pengetahuan baru tentang Indonesia atau terkait dengan Indonesia. Serupa itulah
yang dilakukan Bataviaasch Genootschap der Wetenschappen yang digagas
Radermacher tahun 1778.

Disebutkan
kegiatan ilmiah di Hindia Timur sudah dimulai abad ke-16 oleh Jacob Bontius yang
mempelajari flora dan Rumphius (Herbarium Amboinese). Pada tahun 1778 dibentuk
Bataviaasch Genotschap van Wetenschappen dan pada tahun 1817 Reinwardt
mendirikan S’land Plantentuin di Buitenzorg (kini Bogor). Pada tahun 1928
Pemerintah Hindia Belanda membentuk Natuurwetenschappelijk Raad voor
Nederlandsch Indie yang mana pada tahun 1948 diubah namanya menjadi Organisatie
voor Natuurwetenschappelijk onderzoek (Organisasi untuk Penyelidikan dalam Ilmu
Pengetahuan Alam). Badan ini menjalankan tugasnya hingga terbitya UU No. 6
tahun 1956 tentang Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Pada tahun 1962
pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan
MIPI didalamnya. Lalu pada tahun 1966 pemerintah mengubah status DURENAS
menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS). Pada bulan Agustus 1967 pemerintah
membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan SK Presiden RI No. 128 tahun 1967. Berdasarkan
Keputusan MPRS No. 18/B/1967 pemerintah membentuk Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI. Berdasarkan Keppres
No. 128 tahun 1967 diubah dengan Keppres No. 43 tahun 1985. Untuk penyempurnaan
lebih lanjut, ditetapkan Keppres No. 1 tahun 1986 tentang Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (Pedoman yang digunakan saat ini adalah Keppres No. 103
tahun 2001).

Lantas bagaimana sejarah lembaga
ilmu dan pengetahuan Indonesia
? Seperti disebut di
atas itu sudah ada sejak lama pada era Hindia Belanda yang disebut
Bataviaasch
Genotschap van Wetenschappen tahun 1778. Tentu saja lembaga baru ini diperlukan
sesuai kebutuhan para pegiat ilmu dan pengerahuan yang boleh jadi terisnpirasi
dari para pendahulu mereka seperti Rumphius, Saint Martin dan Cornelis
Chastelein. Juga terinspirasi dari inisiatif para penulsi sejaman seperti
Francois Valentijn. Lalu bagaimana dengan (sejarah) LIPI
RI? Seperti
kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan
dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki
permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang
bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk
menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya
anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena
sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bataviaasch Genotschap van Wetenschappen, 1778: Rumphius,
Martin dan Chastelein

Seperti halnya orang-orang
Belanda, orang-orang Inggris juga menyukai ilmu pengetahuan tentang Hindia
Timur. Ini terbukti ketika terjadi pendudukan Inggris (1811-1816), lembaga LIPI
Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen yang berada di Batavia
(kini Jakarta) tetap dipertahankan tanpa mengubah namanya (lihat Java
government gazette, 03-04-1813), bahkan ketuanya Letnan Gub Raffles sendiri. Ini
menggambarkan saat itu bahwa ilmu pengetahuan tidak terkait dengan (perbedaan) bangsa
apakah negeri asal maupun di negeri jajahan (kolioni). Ibarat musik, ilmu
pengetahuan bersifat universal.

Bataviaasch
Genootschap der Kunsten en Wetenschappen digagas oleh Radermacher dan didirikan
di Batavia pada tahun 1778. Boleh jadi itu, karena Radermacher berasal dari (provinsi)
Zealand, suatu wilayah perbatasan Belanda dan Jerman di pantai utara. (salah
satu wilayah dari tujuh wilayah federasi Belanda). Perhimpunan (Genootschap)
sejenis sudah sejak lama ada di Vlissingen (ibu kota Zealand) dengan nama Zeeuwsche
Genootschap der Kunsten en Wetenschappen. Genootschap di Zealand mulai peduli
dan perhatian terhadap Hindia Timur pada tahun 1781 sehubungan dengan adanya
upaya untuk menghimpun ilmu pengetahuan tentang Hindia Timur dalam kaitannya
dengan (keselamatan) orang-orang Zealand di Hindia Timur seperti pelaut, dokter
dan sebagainya yang berada di Hindia Timur (karena perbedaam situasi kondisi
alam dan iklim dalam upaya peningkatan teknologi kapal dan volume perdagangan
Zealand dari Hindia Timur (lihat Middelburgsche courant, 13-09-1781). Itulah
arti penting Genootschap der Kunsten en Wetenschappen di Zealand. Tampaknya
Radermacher yang sudah lama di Hindia Timur menyadari itu. Tampaknya
terminologi Kunsten en Wetenschappen masih tergolong baru (lihat Johannes Swammerdam,
1675); sejak era Portugis hanya disebut wetenschappen saja atau kunsten, dua kata
yang terpisah. Sementara Genootschap sendiri juga tampaknya masih terbilang
baru, karena selama ini urusan seperti itu hanya ada di lingkungan kerajaan dan
lingkungan gereja. Genootschap atau kelak lebih sering disebut Societeit
didirikan untuk semua orang yang memiliki perhatian yang sama (ilmu dan
pengetahuan).

Pasca pendudukan Inggris,
nama Genootschap ini tetap dipertahankan. Tampaknya untuk membedakan Genootschap
secara khusus untuk ilmu dan pengetahuan ini untuk yang bersifat umum digunakan
terminologi yang berbeda yakni societeit seperti pendirian dan penamaan
Societeit Harmonie. Dalam perkembangannya societeit didirikan di berbagai kota
dan terus meluas hingga ke kota-kota kecil di Hindia Belanda, tetapi nama genootschap
ini tetap dipertahankan untuk ilmu dan pengetahuan. Dalam hal ini nama Mr Jacob
Cornelis Matthieu Radermacher harus ditempatkan pada posisi pionier pada awal
pembentukan lembaga ilmu dan pengetahuan di Hindia Timur (Hindia Belanda).
Sejak pendirian Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen 1778 yang
juga menerbitkan jurnal triwulanan dimana banyak kontribusi Radermacher di
dalamnya menjadi salah satu sumber yang kerap digunakan dalam berbagai artikel
dalam blog ini.

Jauh
sebelum Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen dibentuk di
Batavia, upaya pengembangan pengetahuan sudah pernah dirintis oleh Saint Martin
di Batavia sebelum kematiannya pada tahun 1698. Kemampuan dan minat yang tinggi
dari Majoor St Martin dalam pengetahuan, terutama pengetahuan penduduk asli,
dimiuta oleh Gubernur Jenderal VOC kelahiran Amboina van Hoorn untuk
mendampingi Rumphius yang mengalami sakit dan telah lama bekerja di Amboina
dalam bidang botani. Pekerjaan Rumphius ini diteruskan Saint Martin, namun
karena Saint Martin meninggal muda tahun 1698 tugas yang belim selesai itu
diteruskan oleh Cornelis Chastelein di Sering Sing. Georg Eberhard Rumphius meningal
tahun 1702 di Amboina. Pejabat VOC yang tertarik dengan dunia ilmu pengetahuan
ini, selain Chastelein adalah Abraham van Riebeeck. Entah bagaimana Rumphius,
Martin dan Chastelein sama-sama berdarah Francis, sedangkan Riebeeck berdarah
Belanda. Tiga yang terakhir inilah petani-petani pertama di Hindia Timur, Di
hulu daerah aliran sungai Tjiliwong Saint Martin membuka lahan di Tjinere dan
Pondok Terong, Cornelis Chastelein di Seringsing dan Depok serta Abrahan van
Riebeeck di Bodjing Manggis dan Bosjong Gede. Van Hoorn sendiri juga adalah
seorang petani di land van Hoorn (kini wilayah Pasar Baru), yang bertetangga
dengan land Chastelein di land Briel atau land Anthonij (kini wilayah Gambir
dan Senen) dan land Saint Martin di kawawan Kemayoran yang sekarang (nama
Kemayoran merujuk pada nama Majoor St Martin). Para pendahulu ilmu dan
pengetahuan Hindia Timur ini masih terpokus pada penghimpunan pengetahuan
botani, sedangkan Radermacher dkk lebih pada penghimpunan pengetahuan tentang
geografi yang terkait dengan politik (peran pemerintah dan eksistensi
kerajaan-kerajaan) yang dihubungkan dengan pengembangan pertanian dan
perdagangan.

Nama Radermacher menjadi
identik dengan nama Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen. Radermacher
yang mendapat pendidikan tinggi dengan gelar Mr memiliki kemampuan menulis yang
baik dan tentu saja kepedulian tentang penghimpunan berbagai pengetahuan di
Hindia Timur. Apa yang dilakukan oleh Radermacher dkk ini sudah pernah dirintis
oleh seorang penulis dari Amboina (yang masih pernah bersua dengan Rumphius) yakni
Francois Valentijn dengan bukunya yang terkenal Oud en Nieuw Oost Indisch yang
diterbitkan tahun 1726.

Satu
keutamaan Francois Valentijn adalah banyaknya kunjungan yang dilakukannya ke
berbagai wilayah di Hindia Timur sehingga isi bukunya tidak hanya dari sumber
sekunder tetapi juga sumber primer (observasi dan wawancara). Keutamaan lainnya
adalah Francois Valentijn terbilang orang Belanda yang memanfaatkan sumber
Daghregister (catatan harian Kasteel Batavia) dan juga upayanya yang tidak
terduga menggali data terkait Hindia Timur dari sumber-sumber Portugis (dan
sumber-sumber Spanyol). Francois Valentijn meninggal di Belanda tahun 1727
setahun setelah bukunya diterbitkan. Setelah era Francois Valentijn ini tidak
ada lagi penulis-penulis hebat hingga munculnya nama Radermacher.

Tunggu deskripsi lengkapnya

LIPI Masa Kini: Radermacher dan Para Penerus

Saya pernah melamar ke LIPI
tahun 1890 tapi ditolak, kurang memenuhi syarat. Namun tanpa persyaratan itu
lamaran sayan diterima di Harian Kompas dan diundang untuk mengikuti test. Saya
gagal ke tahap ke dua karena persaingan yang ketat, seingat saya yang mengikuti
test 1000an orang yang akan diterima nantinya mengerucut hanya tujuh orang yang
akan diangkat kandidat jurnalis. Setelah saya penuhi persyaratan (yakni ijazah
dan transkrif nilai), sebagaimana ditolak di LIPI dan diterima di Kompas dengan
hanya melampirkan surat keterangan lulus ujian skripsi, saya melamar ke LP3ES
dan lembaga riset di UI, keduanya lulus. Saya memilih di UI saja meski gajinya
lebih kecil. Sebab saya akan gratis satu kamar kontrakan dari uda saya di
Rawasari (hanya cukup keluar ongkos bemo ke kantor). Itulah sejarah LIPI dalam
pengetahuan saya: Dekat Di Hati, Jauh Di Mata. Entah mengapa pula saya pada
gilirannya harus menulis Sejarah LIPI (pada artikel) ini.

Pada
tahun 1990 usia LIPI sesungguhnya baru 23 tahun (mengacu pada pendiriannya
dengan nama LIPI, 1967). Saya sendiri melamar ke LIPI pada usia 26 tahun. Itu
berarti usia saya lebih tua dari LIPI. Apa yang membaut saya tertarik melamar
ke LIPI dan LP3ES karena pada waktu itu keduanya sangat terkenal di bidang
penelitian dan publikasi. Nyaris saya menjadi jurnalis, meski akhirnya tetap
ingin meneliti. Namun ketika mulai bekerja di lembaga riset di UI, entah
mengapa saya tertarik (fokus) pada bidang metodologi. Padahal hampir tidak ada
yang tertarik pada aspek ini karena semua orang ingin jadi analis, lebih-lebih
software mulai diterapkan dalam penelitian seperti software database (ISSA) dan
software analisis (SAS). Buku metodologinya yang terkenal, mungkin
satu-satunya, karya anak bangsa, adalah karangan Masri Singarimbun (yang juga selagi
masih mahasiswa saya gunakan dalam mata kuliah Metode Penelitian). Kebetulan
pada saat permulaan bekerja saya ditempatkan pada project multi-years kolaborasi
dengan Rand Corporation. Saya pendengar yang baik, setiap ahli-ahli Rand
berbicara apakah dalam suatu rapat atau sutau presentasi saya simak dan saya
tulis. Bahkan setiap habis rapat atau presentasi saya menulis satu artikel tentang
aspek metodologi. Judul-judul artikel saya sebenarnya terkesan remeh temeh
seperti, cara wawancara yang baik, taktik membuat Question dan Answer, teknik membuat
coding, cara mengorganisir tim survey di lapangan, cara membuat tabel dan
grafik (pakai softaware HP) dan taktik membuat judul, berbagai teknik  sampling dan cara menganalisi data untuk
menyiapkan dataset (data yang siap dianalisis dengan menggunakan tools
statistik) dan sebagainya. Jumlah artikel (yang sebenarnya hanya semacam log
bagi saya) jumlahnya bahkan sudah lebih dari 50 artikel yang kebetulan saya
satukan menjadi terkesan satu buku. Pada suatu waktu di tahun 1995 seorang ahli
statistik Rand melihat buku itu di meja saya dan kaget dengan membolak-balik
buku itu meski ditulis dalam bahasa Indonesia tampaknya dia paham isinya. Pak Harahap,
saya akan cari Anda tempat kursus yang tepat. Beberapa bulan kemudian saya
direkomendasikan untuk mengikuti training metodologi riset di East-West Center,
Hawaii 1996. Sepulang dari Hawaii, saya banyak diberi kesempatan terlibat dalam
pembuatan kuesioner mereka. Seorang pakar metodologi dari Rand berkomentar
dalam suatu rapat, ‘Saudara Akhir, kami tidak selalu bisa membuat kuesioner
yang baik (sesuai kebutuhan), Anda ahli di negaramu’. Saya kaget! Saya balik
merespon: ‘maksudnya bagaimana?’. Jawabnya ringkas: ‘kami hanya bisa
menganalisi, tetapi kurang begitu memahami bagaimana mengumpulkan data yang
baik. Saya mulai paham. Dari penjelasan ini baru saya paham mengapa saya pernah
diminta membuat kuesioner tentang topik kebiasaan merokok yang akan disubmit
pada kuesioner mereka. Ternyata kuesioner saya itu diterima dengan senang hati
dengan beberapa modifikasi dan editing. Pada tahun berikutnya 1997 saya diminta
mereka ikut ke Rand Corporation di Santa Monica, LA, California. Saya tidak
tahu ada apa mau tugas apa disana. Setelah beberapa hari ngantor di Rand,
bagaikan orang kampong bengong tidak tahu mau apa tetapi diberikan fasilitas
kantor, komputer dan kartu perpustakaan. Setelah memiliki kartu perpustakaan
saya diminta seorang ahli lain di Rand untuk membuat laporan tentang semua
survei di seluruh dunia dalam tahun-tahun terakhir. Sederhana saja tugas itu bagi
saya dan juga hanya dibuat dalam bahasa Indonesia saja (tidak ada petunjuk
teknis yang diberikan, hanya diminta membuat laporan tentang metodologi survei di
seluruh dunia itu). Tugas itu selesai dalam satu bulan sekitar 60 halaman.
Laporan saya diterima dan bahkan dikasih bonus kecil 1.000 dollar (selain sudah
ada tiket pp, kamar kontrakan dan perdiem per hari 30 dollar plus mengikuti PAA
Meeting di Washington DC selama tiga hari). Pada tahun 1997 ketika mereka
mengembangkan survei mereka di Indonesia dari survei 1993 menjadi p         anel survei 1997 saya diminta mereka
untuk tugas khusus, menyusun (buku) pedoman tracking survei (setahu saya inilah
survei panel pertama di negara sedang berkembang). Kali ini juga dapat bonus
900 dollar. Tidak lama kemudian, 1999, orang yang kerap berdiskusi dengan saya
soal survei di Indonesia (Prof di UCLA, orang yang meminta saya membuat buku
pedoman tracking), ketika kembali ke Indonesia membawa oleh-oleh sebuah jurnal
ilmiah yang mana didalamnya terdapat satu tulisannya tentang yang langka,
analisis data kuesioner berbasis data di Indonesia (1993 dan 1997) yang dapat
dikatakan masuk bidang metodoligis (data collecting). Lalu saya mulai tertegun dan
pesimis apa yang telah dilakukan oleh BPS selama ini.

Sejarah LIPI sesungguhnya
tidaklah harus dipandang sejak 1967. Narasi sejarah LIPI terlalu ringkas dan
simpel (lihat http://lipi.go.id/tentang/sejarahlipi).
Tidak menginspirasi bagi generasi penerus. Memang ada disebut sebaris pada awal
paragraf ‘Pembentukan LIPI memiliki sejarah yang panjang. Setelah melewati
beberapa fase kegiatan ilmiah sejak abad ke-16 hingga tahun 1956, pemerintah
Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI). Satu baris itu
ingin menunjukkan sesuatu yang berkesan di masa lampau tetapi dengan sebaris
itu tidak memiliki makna apa-apa.

Saya
ada beberapa membaca laporan penelitian atas nama LIPI, namun anehnya, hanya
mengutip sejarah (topik yang diteliti) di negara lain, tetapi abai dengan yang
telah (pernah) dilakukan pada era sejaman di Indonesia (baca: Hindia Timur dan
Hindia Belanda). Saya kurang tahu mengapa demikian, apakah karena tidak
mengetahuinya (paling tidak pada sumber-sumber Belanda) atau memang sengaja
diabaikan seakan kita masa ini yang pertama kali melakukan penelitian topik itu.
Mengabaikan hal semacam ini sesungguhnya kita tidak melihat garis continuum,
padahal bidang keilmuan (ilmu dan pengetahuan) bersifat akumulatif. Hal-hal
serupa ini juga ditemukan dalam tulisan-tulisan ilmiah yang berasal dari
perguruan tinggi di Indonesia. Kalimat sebaris ‘Setelah melewati beberapa fase
kegiatan ilmiah sejak abad ke-16 hingga tahun 1956’ pada mukaddimah Sejarah
LIPI sudah sebaiknya diperkaya agar lebih inspiratif dalam bidang (kajian)
penelitian.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top