*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Apalah artinya bahwa di kabupaten Grobogan yang
berada di pedalaman (pulau) Jawa ditemukan sumber garam. Orang hanya sekadar
tahu, habis itu berlalu. Akan tetapi mengapa tidak ada orang yang bertanya
mengapa ada sumber garam di pedalaman Jawa di Grobogan. Nah, itulah pertanyan
kita dalam artikel ini.

Garam tidak bersumber dari air hujan atau air sungai.
Garam biasanya diasosiasikan dengan air laut yang umumnya mengandung garam.
Pada masa ini ada garam industri dan ada juga garam alam. Pada masa lampau
garam alam yang tersedia, diperdagangkan dan dibuat oleh penduduk yang berada di
pesisir pentai. Pembuatan garam tidak berada di muara sungai tetapi agak jauh
di area dimana ombak tidak terlalu besar dan lahan-lahan pembuatannya cenderung
dangkal dan datar. Sentra produksi garam muncul karena adanya sumber garam yang
baik (air laut dengan salinitas yang tinggi) dan terdapatnya populasi penduduk
yang memiliki kemampuan untuk mengolah. Hal itulah mengapa sentra produksi
garam tidak di semua tempat tetapi hanya di beberapa tempat seperti pantai
utara di Jawa berada di pulau Madura, do pantai barat Sumatra berada di teluk
Tapanuli.
Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Grobogan
dan daerah aliran bengawan (sungai) Solo? Seperti disebut di atas, secara geomorfologis daerah
Grobogan pada masa ini berada di pedalaman, tetapi ditemukan sumber garam.
Dalam hal ini apakah ada kaitannya dengan daerah lairan sungai (bengawan) Solo. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi
Grobogan dan daerah aliran bengawan (sungai) Solo? Seperti kata ahli sejarah
tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Geomorfologi Grobogan dan Daerah Aliran Bengawan Solo;
Mengapa Bisa Ada Garam di Gunung?
Sejauh ini tidak ada peta kuno pulau Jawa yang
ditemukan. Informasi minim hanya gambaran suatu perahu layer di dalam relief candi
Borobudur (yang dibangun abad ke-8). Dalam teks Negarakertagama (1365) juga
tidak ada keterangan yang mengindikasikan nama tempat di Jawa bagian tengah
(umumnya di Jawa bagian timur). Hal itu sedikit sulit mengidentifikasi wilayah
Grobogan pada masa doeloe. Oleh karena itu hanya pendekatan geomorfologis yang
dimungkinkan untuk menggambarkan wilayah Grobogan pada zaman kuno.

Temuan arkeologis yang ditemukan saat ini di sekitar wilayah Grobogan
adalah manusia Phitecantropus erectus di Trininl/Sangairan di daerah aliran
sungai Bengawan Solo dan temuan arkeologis prasasti Sojomerto dan candi tua di
Kendal. Dua fakta sejarah ini sangat berjauhan dan tidak memiliki relasi. Prsasati dan candi tua, pada era sebelum
candi Boronudur dibangun diduga hanya satu-satunya keterangan yang saling
berkaitan. Candi tua di Kendal (dan prasasti) diduga kuat pada permulaan
dinasti Seilendra (lihar prasasti Sojomerto, akahir abad ke-7). Situs kuno tersebut
ditemukan di dusun Boto Tumpang, desa Karangsari, kecamatan Rowosari, kabupaten
Kendal.
Peta tertua pulua Jawa yang ditemukan pada masa ini
adalah berasal dari era Portigis (Peta 1521). Namun peta hanya mengindikasikan
bentuk pulau Jawa yang digambarkan hanya dengan sangat sederhana. Gambaran yang
lebih baik pulau Jawa baru beberapa decade setelahnya ditemukan dimana dalam peta
itu sudah diidentifikasi sejumlah nama tempat (kita) di pulau Jawa, yakni: Jepara,
Mandalika dan Tuban. Dalam peta itu kota Mandalikan berada di pantai (daratan
Jawa), suatu yang berbeda dengan situasi dan kondisi masa ini berada di sebuah
pulau di utara antara Kota Jepara dan Kota Rembang.

Dalam laporan Portugis, seperti laporan Mendes Pinto (1537-1539) sudah
muncul nama Demak, tetapi di dalam peta nama yang ada hanya nama Jepara. Boleh jadi itu adalah peta lama, tetapi
laporan terbaru para pelaut Portugis belum dimasukkan para ahli kartografi ke
dalam peta. Dalam ekspedisi Tiongkok yang dipimpin oleh Cheng Ho pada permulaan
abad ke-15, tidak ditemukan indikasi yang kuat tentang Jepara, tetapi indikasi
ekspedisi itu mencapai Semarang. Situs Cheng Ho (kini diduga Klenteng Sam Poo
Kong) tidak berada di pantai pada masa ini tetapi di pedalaman. Lokasi dimana
klenteng ini berada diduga di masa lampau era Cheng Ho muara sungai Semarang
(masih) berada. Dalam bahasa sekarang, klenteng itu kini berada di antara kota
Semarang Bawah dan Kota Semarang Atas.
Tampaknya wilayah Semarang dan sekitar bukanlah wilayah
yang penting/strategis bagi Portugis. Hal itu diduga yang menyebabkan wilayah
Semarang dan sekitar tidak ditemukan peta-peta lama Portgus kecuali peta awal
yang mengindikasikan kota Jepara dan Mandalika. Boleh jadi pada era Portugis
ini kekuatan (kerajaan) Demak pada puncaknya sehingga sulit bagi Portugis
membangun pos perdagangan di Demak dan sekitar (Semarang dan Jepara). Nama
Demak baru muncul lagi pada awal era Belanda, ketika ekspedisi Belanda pertama
dipimpin Cornelis de Houtman (1595-1597) dilaporkan tentang keberadaan Jepara
(sebagai suatu kerajaan yang kuat).

Pada peta-peta era awal Belanda baik peta Portugis
dan peta Belanda, di wilayah Semarang dan sekitar, selain Jepara dan Mandalika sudah
dipetakan nama-nama tempat yang penting seperti Demak, Pati dan Lasem. Besar
dugaan pada era Portugis Kerajaan Demak adalah kerajaan yang namanya saling
dipertukarkan antara Jepara dan Demak. Pada masa tertentu nama Jepara yang dikenal
asing dan pada masa yang lain yang dikenal nama Demak. Dimana kota Demak dan
kota Jepara diduga sama-sama berada di pantai. Pada masa ini kota Jepara tetap
berada di pantai, lalu mengapa kota Demak seakan berada di pedalaman? Peta Portugis
Pada permulaan kehadiran Belanda mereka hanya lebih
mengenal Jepara dan Lasem. Keberadaan Belanda/VOC di Semarang baru dimulai pada
tahun 1701 dimana benteng VOC dibangun di muara sungai Semarang. Muara sungai Semarang
diduga telah bergeser dari tempat dimana klenteng Sam Po Kong era Cheng Ho
telah bergeser jauh ke peraira/laut karena proses sedimentasi jangka Panjang (terbentuknya
daratan baru yang kini dikenal Kota Semarang Bawah). Kota Semarang dimana
benteng VOC dibangun menjadi cikal bakal kota Semarang yang menjadi basis VOC
untuk memasuki pedalaman hingga ke Soeracarta dan Mataram. Dengan kata lain
Semarang menjadi wilayah yang penting bagi VOC.

Kehadiran VOC di Semarang diduga telah menimbulkan perselisihan antara VOC
dan Demak. Meski kerajaan Demak yang tidak berada pada puncaknya lagi, masih
bisa mengalahkan Belanda
pada bulan September 1825. Pada saat ini diduga
posisi GPS Kota Demak tidak lagi berada di pantai, tetapi sudah agak ke pedalaman
karena adanya proses sedimentasi jangka panjang dari sungai Demak yang berhulu
di Rawa Pening di Ambarawa. Pada era
Pemerintah Hindia Belanda, kanal-kanal yang dibangun di wilayah Semarang telah
menambah Kawasan daratan karena wilayah rawa-rawa menjadi mengering.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Daerah Grobongan di Pedalaman: Mengapa Bisa Ada Garam
di Gunung?
Penemuan candi tua Kendal yang jauh kini jauh di
belakang pantai diduga pada awalnya dibangun di suatu pulau di muara sungai Kuto.
Sementara itu prasasti Sojomerto yang ditemukan berasal dari abad ke-7 kini berada
di kecamatan Reban, kabupaten Batang. Dua situs kuno ini diduga pada fase akhir
Hindoe (kerajaan Kalingga) dan pada fase awal Boedha (kerajaan Mataram Kuno).
Tempat dimana prasasti dan candi diduga kuat masih berada di perairan/laut masing-masing
di suatu pulau di muara sungai. Dalam hal ini kita sedang membicarakan sejarah
geomorfologis pantai utara (pulau) Jawa.

Pada masa lampau juga diduga posisi GPS kota Demak berada di suatu pulau
atau di daratan (pulau) Jawa pada muara sungai. Dalam awal era Portugis yang
dikenal luas adalah nama Jepara dan Mandalika yang masing-masing berada di
pantai. Boleh jadi dua kota inilah sejak awal yang eksisi. Sementara kota Demak
belum muncul, karena kawasan dimana kota Demak pada masa ini, pada saat itu
masih berada di perairan/laut atau sebuh pulau. Ini diduga berawal pada mulanya
kota Jepara dan mandalikan berada di suatu pulau yang lebih besar, karena
proses sedimentasi jangkan panjang menyatu dengan daratan (pulau) Jawa. Pada
era Portugis dimana kota Demak muncul diduga masih berada di suatu pulau di
muara sungai (katakanlah itu teluk Jepara), sementara kota Jepara berada di
arah utara (ujung dari teluk di suatu lereng gunung). Hal itulah menfapa pada
era Portugis mengapa Jepara dan atau Demak terbilang sebagai kerajaan maritime yang
jaya di laut (berhasil menghancurkan kerajaan Hindoe di Jawa bagian barat
(Pakuan-Pajajaran) dan bersaing ketat dengan pelaut-pelaut Portugis di Laut
Jawa (mungkin hingga selat Malaka).
Jika kita menarik sejarah jauh mundur ke belakang. Besar
dugaan kota/kampong Grobogan pada awalnya berada di pantai/pesisir laut di
suatu muara sungai. Sungai yang melintasi kota Purwodadi yang sekarang mengalir
ke hilir ke teluk Jepara melalui kota Kudus yang sekarang. Dalam hal ini juga
di masa lampau kota Pati dan kota Kudus juga pernah berada di pantai/pesisir di
muara sungai (sementara kota Demak berawal di suatu muara sungai di dalam teluk
Jepara, sungai yang berhulu di sebelah barat di Rawa Pening. Dalam konteks
inilah kita berbicara secara geomorfologis mengapa ditemukan sumber garam di
Grobogan.

Seperti disebut di atas, ada indikasi yang kuat dari
masa ke masa pantai utara (pulau) Jawa secara geomorfologis telah mengalami
perubahan bentuk. Perubahan di sebelah barat Semarang sedikit dan pelan, tetapi
perubahan di sebelah timur sangat besar (radikal). Situs dimana prasasti
Sojomerto dan candi tua Kendal awalnya berada di suatu pulau demikian juga kota
Semarang masa kini, pada masa itu masih berada di muara singai Semarang dimana kini
terletak klenteng Sam Po Bo. Kota Jepara dan kota Mandalika pada masa lampau di
suatu pulau, yang mana pulau itu semakin mebesar dan pulau Jawa semakin meluas
sehingga menyatu membentuk daratan yang lebih luas. Lalu kemudian terbentuk dua
teluk. Teluk pertama di barat (teluk Jepara/Kudus dimana kota Demak berada di
suatu pulau) dan teluk kedua di timur (teluk Pati/Rembang). Kota Grobogan pada
masa lampau berada di bagian teluk yang sempit dari teluk Jepara/Kudus. Sungai
yang berhulu di Grobogan/Purwodadi yang menyebabkan proses sedimentasi jangka
panjang di teluk sehingga sungai sendiri menemukan jalan sendiri melalui kota Kudus
hingga selatan kota Jepara. Demikian juga sungai Demak yang berhulu di Rawa
Pening yang bermuara di teluk Jepara/Kudus pada akhirnya menemukan jalan
melalui kota/pulau Demak hingga ke laut (seperti sekarang).
Pada masa ini beberapa kota penting diantara kota-kota
kunio (Jepara dan Mandalika) adalah kota Demak, Grobogan/Purwadadi, Pati, Kudus
dan Rembang. Namun perlu dicatat kota yang terbilang tua adalah kota Juwana
(kini menjadi sebuah kecamatan di kabupaten Pati). Kota Pati di masa lampau
terletak di dalam sungai pulau. Kota Demak dan kota Rembang dapat dikatakan
kota-kota yang lebih muda.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.