*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Wilayah Kerinci adalah wilayah yang unik, berada diantara
beberapa wilayah budaya (Batak, Minangkabau, Melayu dan Redjang). Wilayahnya juga
strategis berada diantara pantai barat dan pantai timur Sumatra. Wilayah
Kerinci awalnya dimasukkan ke wilayah Sumatra Barat tetapi kemudian ke wilayah
Jambi (yang sekarang). Satu yang penting di wilayah Kerinci ditemukan teks tua di
Tanjung Tanah. Naskah Tanjung Tanah adalah kitab undang-undang yang
dikeluarkan oleh kerajaan Melayu pada abad ke-14. Naskah ini merupakan naskah
Melayu yang tertua, dan juga satu-satunya yang tertulis dalam aksara Sumatera
Kuno yang juga disebut sebagai aksara Malayu. Selain bahasa Melayu, naskah ini
juga menggunakan bahasa Sanskerta.

Kenduri Sko adalah rangkaian acara adat berupa
peringatan (kenduri) yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Kerinci di provinsi
Jambi. Acara ini juga disebut dengan istilah Kenduri Pusako (Pusaka). Istilah ‘sko’
berasal dari kata ‘saka’ berarti keluarga atau leluhur dari pihak ibu dan biasa
disebut dengan khalifah ngan dijunnung dan waris yang dijawab. Sko sendiri
dibagi menjadi sko tanah dan sko gelar, dimana sko gelar dapat diberikan oleh
ibu kepada saudara laki-laki dari pihak ibu (mamak). Pada acara ini terdapat
dua agenda pokok yaitu acara untuk menurunkan dan menyucikan benda-benda
pusaka, dan acara untuk mengukuhkan pada orang yang akan menerima gelar adat.
Acara penurunan benda pusaka biasanya dilaksanakan tiap setahun sekali, atau 5-10
tahun sekali, bahkan 25 tahun sekali. Di daerah Tanjung Tanah acara penurunan
benda pusaka dilaksanakan setiap 7 sampai 10 tahun. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah kenduri Sko di
Kerinci dan Tanjung Tanah? Seperti
disebut di atas, Tanjung Tanah di wilayah Kerinci antara Pantai Barat Sumatra
dan Pantai Timur Sumatra. Lalu bagaimana sejarah kenduri Sko di Kerinci
dan Tanjung Tanah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Kenduri Sko di Kerinci; Tanjung Tanah, Antara Pantai
Barat Sumatra dan Pantai Timur Sumatra
Pada artikel sebelum ini adaalah kenduri bumi antara
Jambi dan Sumatra Barat dalam hubungannya dengan peradaban di daerah aliran
sungai Batanghari yang disebut Kenduri Swarnabhumi (Kenduri Pulau Emas, Kenduri
Pulau Sumatra). Di wilayah Kerinci (provinsi Jambi, yang lebih dekat ke Sumatra
Barat) ada juga kenduri, tetapi sebagai keduri keluarga yang disebut Kenduri Sko.
Kegiatan utama dalam Kenduri Sko ini adalah peringatan yang berhubungan dengan
pasako tua, diantaranya pusako Kerinci (Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci). Pusako tertulis disebutkan
berasal dari era (Raja) Adityawarman.

Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten yang berada dibagian paling
barat provinsi Jambi. Kabupaten Kerinci ditetapkan
sebagai kabupaten sejak awal berdirinya provinsi Jambi dengan pusat
pemerintahan di Sungai Penuh. Nama Kerinci berasal dari bahasa Tamil yaitu
Kurinji, yang merupakan nama bunga yang tumbuh di daerah pegunungan India
Selatan. Abad 14, Kerajaan Dharmasraya
mulai menetapkan undang-undang kepada para Kepala suku atau luhah disetiap
dusun di Selunjur bhumi Kurinci, kepala suku tersebut disebut sebagai Depati
sebagaimana yang tercantum dalam kitab Undang-undang Tanjung Tanah. Menurut Uli Kozok, negeri Kurinci atau Kerinci
tidak sepenuhnya di bawah kendali Dharmasraya, para Depati tetap memiliki hak
penuh atas kekuasaannya, penetapan Undang-undang disebabkan Kerajaan
Dharmasraya ingin menguasai perdagangan emas yang saat itu melimpah ruah di
bumi Kerinci. Abad 15, Kerajaan Jambi mulai memegang kendali atas para Depati
di bumi Kerinci, Kerajaan Jambi yang berada di Tanah Pilih (atau Kota Jambi
sekarang). Menunjuk Pangeran Temenggung Kebul di bukit sebagai wakil Kerajaan
Jambi di wilayah hulu berkedudukan di Muaro Masumai, untuk mengontrol dan
mengendalikan para Depati di Kerinci Rendah (atau Kabupaten Merangin sekarang)
dan Kerinci Tinggi (Kabupaten Kerinci sekarang). Para depati yang dulunya terpisah-pisah dalam
sebuah kampung atau kelompok kecil disatukan dalam pemerintahan yang dibuat
oleh Kerajaan Jambi, Pemerintahan ini disebut dengan pemerintahan Depati
Empat,berpusat di Sanggaran Agung. Abad 16, terjadinya perjanjian di Bukit
Sitinjau Laut antara Kesultanan Jambi yang diwakili oleh Pangeran Temenggung,
Kesultanan Inderapura diwakili oleh Sultan Muhammadsyah dikenal dengan sebutan
Tuanku Berdarah Putih dan alam Kerinci diwakili oleh Depati Rencong Telang dan
Depati Rajo Mudo. Isi perjanjian tersebut intinya untuk saling menjaga keamanan
antar tiga wilayah sebab saat itu banyak para penyamun dan perompak yang berada
di jalur perdagangan antara Kerinci-Indrapura maupun Kerinci-Jambi. Abad 17, terbentuk pemerintahan Mendapo nan
Selapan Helai Kain yang berpusat di Hamparan Rawang, serta beberapa wilayah
otonomi tersendiri seperti Tigo Luhah Tanah Sekudung di Siulak, pegawai jenang
pegawai raja di Sungai Penuh. Tahun
1901, Belanda mulai masuk ke alam Kerinci melewati renah Manjuto di Lempur
hingga terjadi peperangan dengan beberapa pasukan Belanda, pasukan Belanda
gagal memasuki alam Kerinci. Tahun
1903, Belanda berhasil membujuk Sultan Rusli, tuanku regent sekaligus menjabat
Sultan Indrapura untuk membawa pasukan Belanda ke Alam Kerinci dengan tujuan
agar tidak terjadi perlawanan dari rakyat Kerinci. Ternyata yang terjadi
sebaliknya, perlawanan rakyat Kerinci begitu hebatnya hingga terjadi peperangan
selama tiga bulan di Pulau Tengah. Peperangan di Pulau Tengah, di bawah komando
Depati Parbo memakan korban perempuan dan anak-anak yang begitu banyak setelah
Belanda membakar habis kampung tersebut. Tahun 1904, Kerinci takluk di bawah
pemerintahan Belanda setelah kalah perang dan Depati Parbo di buang ke Ternate. Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, Kerinci masuk ke dalam Keresidenan Jambi (1904-1921), kemudian
berganti di bawah Karesidenan Sumatra’s Westkust (1921-1942). Pada masa itu,
Kerinci dijadikan wilayah setingkat onderafdeeling yang dinamakan
onderafdeeling Kerinci-Indrapura. Setelah kemerdekaan, status administratifnya
dijadikan Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci. Sedangkan Kerinci sendiri, diberi
status daerah administratif setingkat kewedanaan. Kewedanan Kerinci terbagi
menjadi tiga Kecamatan yaitu: (1) Kecamatan
Kerinci Hulu terdiri dari Kemendapoan Danau Bento, Kemendapoan Natasari,
Kemendapoan Siulak (Wilayah Adat tanah Sekudung) serta Kemendapoan Semurup, (2) Kecamatan Kerinci tengah
terdiri dari Kemendapoan Depati Tujuh, Kemendapoan Kemantan, Kemendapoan
Rawang, Kemendapoan Sungai Tutung, Kemendapoan Limo Dusun, Kemendapoan Penawar,
Kemendapoan Hiang,dan Kemendapoan Keliling danau, (3) Kecamatan
Kerinci Hilir terdiri dari kemendapoan seleman,Kemendapoan 3 Helai Kain,
kemendapoan Lempur, dan Kemendapoan Lolo. Tahun 1954, ketika rakyat Jambi berjuang untuk
mendirikan Provinsi Jambi, salah seorang tokoh masyarakat Kerinci datang ke
Bangko untuk menghadiri pertemuan dengan Front Pemuda Jambi. Kedatangan beliau
dalam rangka untuk memasukkan Kerinci ke dalam Provinsi Jambi. Ia mengatakan
bahwa “Pucuk Jambi Sembilan Lurah”, tidak lengkap kalau di dalamnya
tidak termasuk Kerinci. Pada waktu Dewan Banteng
menguasai daerah Sumatera Tengah, Kerinci dijadikan kabupaten tersendiri. Pada
waktu yang hampir bersamaan, Pemerintah Pusat mengeluarkan UU Darurat No 19
tahun 1957 yang membagi Provinsi Sumatra Tengah menjadi tiga dareah Swatantra
Tk I, yaitu : Sumatra
Barat, Riau
dan Jambi. Sumatra Barat, meliputi daerah
darek Minangkabau dan Rantau Pesisir; Riau,
meliputi wilayah Kesultanan Siak, Pelalawan, Rokan, Indragiri, Riau-Lingga,
ditambah Rantau Hilir Minangkabau: Kampar dan Kuantan; Jambi, meliputi bekas wilayah Kesultanan Jambi
ditambah Pecahan dari Kabupaten Pesisir Selatan-Kerinci: Melalui UU No 61 tahun
1958, Kerinci ditetapkan menjadi satu kabupaten yang berdiri sendiri,nsebagai
pecahan dari Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci dan masuk ke dalam wilayah
Jambi. Tahun 1970, Sistem Kemendapoan
(setingkat kelurahan) yang telah dipakai sejak ratusan tahun lalu, dihapuskan.
Istilah dusun diganti menjadi desa.(Wikipedia)
Sejarah (wilayah) Kerinci
tertulis dimulai sejak abad ke-14, tetapi kemudian lenyap hingga muncul kembali
pada era Hindia Belanda (sejak 1901). Ada interval waktu yang panjang catatan keberadaan
wilayah Kerinci tidak dikenali. Namun masih dapat dipelajari melalui sejarah
Kerajaan Minangkabau/Pagarujung dan Kerajaan Jambi (dua kerajaan ini dihubungkan
dengan sungai Indragiri atau sungai Batanghari. Lebih tepatnya untuk memahami
sejarah zaman kuno Kerinci harus diperhatikan dari segi geografis dari pantai
barat dan pantai timur Sumatra.

Secara geografis, wilayah
Kerinci berada di pegunungan Bukit Barisan. Wilayah Kerinci seakan dunia
tersendiri yang memiliki akses sulit dari manapun, termasuk dari pantai barat
Sumatra. Di wilayah Kerinci di pedalaman memiliki danau sendiri (danau Kerinci)
semakin menambah kesan wilayah Kerinci sebagai dunia sepi sendiri. Tipikal
wilayah Kerinci ini ditemukan banyak di pulau Sumatra yakni wilayah di dataran
tinggi di pedalaman dimana terdapat danau. Di Aceh terdapat di Tangse dan di
Takengon; di Sumatra Utara terdapat di Samosir/danau Toba, Angkola/Mandailing/danau
Siabu, Agam/danau Maninjau dan Solok/danau Singkarak; dalam di wilayah Jambi
(Kerinci); Sumatra Selatan/Bengkulu/Lampung di danau Ranau.
Wilayah Kerinci secara
geomorfologis berada di pegunungan. Wilayah yang begitu dekat dengan pantai
barat Sumatra, namun dibatasi oleh pegunungan. Tentulah ada celah yang menjadi
akses ke pedalaman di wilayah Kerinci. Namun dari pantai barat Sumatra tidak
ada moda yang menghubungkan ke wilayah Kerinci baik melalui jalan darat maupun
lalu lintas sungai. Hingga kini, akses ke wilayah Kerinci salah satunya di
jalur pegunungan arah utara ke (kabupaten) Solok Selatan (Padang Aro) dan
(kabupaten) Solok (Arosuka) terus turun ke Padang. Juga ada satu jalur ke arah
timur ke Bangko (Kabupaten Merangin). Jadi dalam hal ini tampaknya hubungan
Kerinci dengan pantai barat Sumatra (Indrapura) hanya penting di masa lampau,
tetapi tidak lagi kemudian.

Hubungan antara wilayah
Kerinci dengan pantai barat Sumatra (khususnya Inderapura) hingga kini tidak
ada jalan raya, namun di masa lampau hanya dimungkinkan dengan jalan pegunungan
yang di masa lampau dengan menggunakan angkutan kuda dan jalan kaki. Hal serupa
itu yang terjadi ke utara di Solok dan ke timur hingga ke Bangko/Merangin.
Wilayah Kerinci di pedalaman di pegunungan menjadi sangat penting untuk melihat
relasinya dengan pantai timur Sumatra. Secara geomorfologis di pantai barat
telah meluas karena proses sedimentasi namun sangat terbatas, tetapi meluas
sangat luas hingga ke pantai timur Sumatra.
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Tanjung Tanah, Antara Pantai Barat Sumatra dan Pantai
Timur Sumatra: Sumatra Barat dan Jambi
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.