Sejarah

Sejarah Menjadi Indonesia (799): Malaysia Dulu-Indonesia Dibelakangi Masa Ini; Bagai Lagu Kau Memulai, Kau Yang Mengakhiri


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Kita pada masa ini kerap bingung membaca narasi
sejarah Malaysia. Namun faktanya pada masa lampau tidak demikian. Uniknya para
ahli di Malaysia membangun narasi sejarah yang nyaris tak pernah belajar dari
sejarah Indonesia. Mangapa membangun narasi sejarah di Malaysia jika isi narasi
itu tidak dapat dijalankan di dalam negeri tetapi sebaliknya narasi yang ada
justru menyinggung negara lain (terutama Indonesia). Apa yang terjadi di
Malaysia? Mengapa akademisi Malaysia kerap membuat bingung oeang Indonesia?


Dalam narasi sejarah Indonesia, meski ada banyak yang
masih perlu diperbaiki, tetapi pathnya sudah pada garus yang lurus (benar). Narasi
sejarah Indonesia dibangun di atas tanah (ranah) Indonesia. Fakta bahwa
Indonesia itu sangat besar, dan sangat luas dengan populasi yang sangay besar.
Berbeda dengan Malaysia masa kini yang adakalanya dipersepsikan hanya sebatas
Semenanjung Malaya (dilupakan Singapoera dan terlupakan Serawak dan Sabah).
Dalam konteks membangun dan mengembangan narasi sejarah Malaysia, sejumlah isu
mengemuka, yang notabena adakalnya mrembuat orang Indonesia salah paham dan merasa
gerah. Sejumlah isu tersebut yang menjadi menarik perhatian (berifat
kontroversi) antara lain: Dominasi kekuasaan Melayu di Malysia, bahasa nasional
dan usulan bahasa Melayu menjadi bahasa ASEAN, sistem pendidikan—berbeda Cina
dan India, status penjajahan—dijajah vs tidak dijajah, kemederkaan di
Malaysia—hari kemerdekaan, tetapi tidak sama, federasi negara dalam soal
Sabah—akta dan pelanggaran, peran pahlawan Inggris vs pihak lain yang semua
diangga[ komunis, budaya–klaim sejarah, klaim heritage, lupa bantuan Indonesia,
hanya ingat Ganyang Malaysia, sengketa pulau dan perbatasan, soal TKI dan merasa
diri kaya dan pintar, orang lain di Indonesia dianggap miskin dan bodoh.

Lantas bagaimana sejarah Malaysia tempo dulu dan
mengapa Indonesia dibelakangi pada masa Ini? Seperti disebut di atas, ada
persepsi yang berubah di Malaysia antara dulu dan sekarang tentang hubungan
bernegara dan hubungan antar maysrakat. Persepsi itu cenderung tidak positif
dan tidak mendukung suasana kondusif antara kedua negara. Itu menjadi memicu
banyak hal soal ketegangan. Ibarat l
agu judulnya adalah ‘Kau yang Memulai, Kau yang Mengakhiri. Lalu bagaimana sejarah Malaysia tempo dulu dan
mengapa Indonesia dibelakangi pada masa Ini? Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Malaysia Dulu – Indonesia Dibelakangi Masa Ini; Bagai
Lagu Kau Memulai, Kau Yang Mengakhiri

Hubungan antara Malaysia dan Indonesia, sebenarnya bukan
baru. Hubungannya sudah terbentuk bahkan jauh sebelum terbentuk Indonesia dan
Indonesia. Ada hubungan pasang-surut, tetapi pasangnya lebih banyak daripada
surutnya. Sejarah hubungan itu dimulai pada era Nusantara, dimana antara satu
tempat dan tempat lain terhubungan dalam konteks perdagangan; antara pulau
Sumatra dengan pulau Jawa, antara pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya, dan
sebagainya (lihat misalnya teks Negarakertagama, 1365)..


Seiring dengan memudarnya Kerajaan Majapahit di Jawa, bangkitnya Kerajaan
Panai dengan nama (baru) Kerajaan Aru di (pantai timur) Sumatra, lalu seorang
pangeran di Palembang (yang diduga kurang senang dengan Majapahit) pada awal
abad ke-15 membentuk kerajaan baru di Semenanjung Malaya di suatu daerah antara
Muar dan Kelang di kampong Malaya (koloni orang-orang India). Kerajaan ini
kemudian disebut Kerajaan Malaya. Orang-orang Moor yang berkoloni di Muar
menyebut kerajaan dengan nama Kerajaan Malaka (kelak orang-orang Portugis
menyebut Malaka dengan nama Malacca.

Ketika Kerajaan Malaka mulai berulah di pantai barat
Semananjung Malaya, kerajaan kuat tetangganya di seberang lautan (selat) di
pantai timur gerah (Kerajaan Aru). Untuk menekan Kerajaan Malaka, lalu Kerajaan
Aru Batak Kingdom di pantai timur Sumatra menyerang (kerajaan) Malaka. Sejak
serangan itu, Kerajaan Malaka selalu takut kepada Kerajaan Aru (lihat Mendes
Pinto, 1537).


Menurut Mendes Pinto, Kerajaan Aru Batak Kingdom adalah kerajaan terkuat nusantara
saat itu (sejak memudarnya Majapahit, lebih-lebih setelah kematian Gadjah Mada
1364). Kerajaan Panai berkolaborasi dengan pedagang-pedagang Moor yang berada
di seputar selat Malaka (yang kemudian muncul nama Kerajaan Aru). Orang-orang Moor
di selat Malaka sudah lama dan komunitasnya semakin kuat, yang diduga menjadi
sebab utusan Moor yakni Ibnu Batutah mengunjungi selat Malaka pada tahun 1345 (dan
juga pantai timur Tiongkok). Seiring dengan memudarnya Kerajan Majapahit, lalu
berkembang pesat Kerajaan Aru sebagai kekuatan satu-satunya di nusantara. Dalam
kunjungan Mendes Pinto ke Kerajaan Aru Batak Kingdom pada tahun 1537 kekuatan
Kerajaan Aru sebanyak 15,000 tentara, dimana delapan ribu orang Batak dan sisanya
didatangkan dari Minangkabau, Jambi, Insdragiri, Broenai (pantai utara Borneo)
dan Luzon (Filipina)

Saat kehadiran pelaut-pelaut Portugis, hingga
menaklukkan Kerajaan Malaka pada tahun 1511, Kerajaan Aru dalam posisi
puncaknya. Bagaimana pelaut-pelaut Portugis menyerang Kerajaan Malaka diduga atas
pertimbangan Kerajaan Malaka tidak memiliki hubungan baik dengan Kerajaan Aru.
Dengan kata lain dalam situasi dan kondisi tersebut pelaut-pelaut Portugis
yakin dapat menaklukkan Kerajaan Malaka (tanpa ada kekhawatiran serangan dari
belakang (Kerajaan Aru).


Saat mana Mendes Pinto dari Malaka yang mengunjungi Kerajaan Aru pada
tahun 1537, Mendes Pinto menyebut Kerajaan Aru tengah berselisih dengan
Kerajaan Atjeh. Dalam hal ini Kerajaan Aru didukung pedagang-pedagang Moor dan
pedagang-pedagangan Mandarin (asal Tiongkok), sementara Kerajaan Atjeh yang
baru tumbuh didukung Angkatan laut Turki. Pedagang-pedagang Portugis yang
berpusat di Malaka memiliki hubungan dagang ke berbagai tempat termasuk ke
wilayah Kerajaan Aru maupun wilayah Kerajaan Aceh. Pedagang-pedagang Portugis
tidak memiliki hubungan dengan ujung Semenanjung Malaya (Kerajaan baru Djohor,
yang dapat dianggap sukses Kerajaan Malaka), tetapi pedagang-pedagang Portugis
membentuk hubungan dengan pulau-pulau di Kepulauan Riau dengan membuka pos
perdagangan di pulai Bintang (dalam peta diidentifikasi Rheo yang kemudian
menjadi nama Riau). Dalam situasi dimana Portugis abstain (tidak memihak)
terjadi perselisian antara Kerajaan Aru dan Kerajaan Atjeh.

Dengan tingkat teknologi perang yang berbeda,
Kerajaan Aru mengalami kekalahan di sejumlah tempat melawan Kerajaan Atjeh. Lambat
laut Kerajaan Aru semakin memudar, sebaliknya Kerajaan Atjeh semakin menguat.
Oleh karena Portugis dan Turki memiliki hubungan yang tidak baik, maka Kerajaan
Atjeh dengan pelaut-pelaut Portugis mulai menarik jarak yang akhirnya menekan
pelaut-pelaut Portugis di pantai barat Semenanjung Malaya. Perang terbuka
antara pelaut-pelaut Portugis dengan Kerajaan Atjeh. Akhirnya Kerajaan Atjeh
dapat mengatasi Portugis di Malaka dan juga menaklukkan Djohor. Saat inilah
Kerajaan Atjeh pada puncaknya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bagai Lagu Kau yang 
Memulai, Kau yang Mengakhiri: Apakah Judul Lagu Itu Berubah Menjadi  Kau yang 
Mengakhiri, Kau yang Memulai

Soal klaim Melaysia tentang produk budaya menjadi menarik perhatian di
Indonesia. Reog Ponorogi, batik, tari tortor dan rendang dan lainnya diklaim
Malaysia. Lalu ada juga ahli Malaysia, tenpa malu-malu mengklaim candi
Borobudur dan situs Gunung Padang sebagai produk peradaban bangsa Melayu. Dalam
kasus pertama produk budaya yang bisa dipindahkan, sedangkan kasus kedua produk
budaya tidak bisa dipindahkan.

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top