*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini
Gunung
Kinabalu di Sabah adalah gunung tertinggi di pulau Kalimantan. Kapan gunung ini
diidentifikasi tidak begitu jelas. Pada peta zaman kuno yang dibuat Ptolomeus
pada abad ke-2 (peta Taprobana) diidentifikasi rantai pegunungan dari arah
timur laut ke pedalaman. Pada pangkal rantai inilah diduga kuat letak gunung
Kinabalu yang sekarang. Posisi GPS gunung Kinabalu yang tidak jauh dari pantai
menjadi penting dalam navigasi pelayaran zaman kuno. Oleh karena itu gunung
Kinabalu ini menjadi mudah dikenali pada zaman kuno.

penting. Sebagai penanda navigasi pelayaran, juga terkait dengan banyak hal
seperti religi dan kawasan tempat tinggal. Jika gunung terletak jauh di
pedalaman, rute navigasi di darat biasanya mengikuti aliran sungai ke arah
gunung. Gunung tertinggi di Sumatra adalah gunung Kerinci (3.085 M) dan gunung
tertinggi di Jawa adalah gunung Semeru (3.676 M), serta gunung tertinggi di
Sulawesi adalah gunung Latimojong (3.430 M), Di beberapa bagian dari pulau juga
kerap diidentifikasi gunung tertinggi. Gunung-gunung ini tampaknya memiliki
kesamaan dalam pemahaman di zaman kuno dengan gunung tertinggi dunia di India
yakni gunung Himalaya dengan puncaknya yang lebih dikenal sekarang gunung
Everest (8.848 M).t
Lantas
bagaimana sejarah gunung Kinabalu di Sabah (Malaysia) pulau Kalimantan>
Seperti disebut di atas, gunung Kinabalu tidak hanya tertinggi di pulau
Kalimantan juga letaknya cukup dekat dari pantai sehingga memiliki arti penting
pada zaman kuno. Lalu bagaimana sejarahnya dari zaman kuno? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe..

bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Peta Taprobana Abad ke-2:
Gunung Kinabalu
Pada
saat daratan Afrika begitu dekat ke Eropa, belum terbayangkan ada daratan luas
yang lain di sisi lautan (benua Amerika dan benua Asutralia). Oleh karena itu
pengetahuan umum bahwa daratan dikelilingi lautan, sejauh pulau Inggris di
barat, daratan Afrika ke selatan dan daratan India-Tiongkok di timur. Dari
daratan India maupun daratan Tiongkok (seperti halnya pulau Inggris dari
daratan Eropa) dapat dijangkau suatu pulau yang cukup besar. Pulau ini tentu
sudah lama dikenal yang kemudian (menyalin) dengan nama pulau Taprobana. Pada
pulau Taprobana ini sudah diidentifikasi suatu rantai pegunungan dari arah
timur laut ke barat daya. Pada awal rantai kini diidentifikasi nama gunung
Kinabalu sebagai gunung tertunggi di pulau).
Perbandingan peta Ptolomeus abad ke-2 belum
seluas sekarang. Batas garis ekuator membagi pulau bagian utara dan bagian
selatan. Bagian utara tampak terkesan lebih luas. Ini suatu indikasi bahwa
bagian pulau di bagian selatan terus meluas seiring zaman, karena terbentuknya
darata dari suatu proses sedimentasi jangka panjang. Dalam hal ini sungai
Kapuas, sungai Kahayan dan sungai Barito belum sepnnjang yang sekarang. Dalam
hal ini aktivitas di daratan cenderung arahnya ke utara. Dari pantai utara
dengan sendirinya mudah terhubung (navigasi pelayaran) dari daratan
India-Tiongkok. Dalam catatan geografi Ptolomeus juga mengindentifikasi nama
(tempat) di bagian daratan India-Tiongkok dengan nama Katigara (nama ini
kemudian banyak ahli menyebut sebagai kota Kamboja. Dalam catatan geografi
Ptolomeus juga mencatat bagian utara pulau Sumatra sebagai sentra produksi
kamper. Ini mengindikan bahwa hanya tiga (nama) kawasan itu yang terpenting (mungkin
yang masih dikenal). Sebagaimana diketahui bahkan benua Australia baru dikenal
pada navigasi pelayaran Eropa.
Gunung
Kinabalu belum diidentifikasi pada era Ptolomeus (hanya diidentifikasi suatu
rantai pegunungan). Lantas sejak kapan gunung Kinabalu mulai teridentifikasi?
Sangat sulit menemukan peta-peta pulau Taprobana setelah publikasi Ptolomeus
pada tahun 150 M (buku II Bab 13, 14, 17 disebutkan portus Sinarura yang diduga
para ahli nama Kattigara, berada di muara sungai Mekong). Wilayah dalam peta
Taprobana baru muncil pada peta-peta Eropa, khususnya peta-peta Portugis dengan
nama lain (diidentifikasi sebagai pulau Borneo). Tiongkok juga tidak ada menginformasikan
temuan peta kuno yang mengindikasikan tentang pulau Taprobana atau pulau
Borneo.
Catatan Tiongkok hanya disebut disebut ada
kerajaan yang eksis sejak abad ke-2 pada era dinasti Han yakni Lin yi (di kota
Hue yang sekarang). Dari catatan sejarah dinasti Tiongkok Hou
Han-Shu (yang disusun pada abad ke-5) diketahu bahwa pada tahun 132 M. pesisir
wilayah di timur laut Annam [nama Tiongkok adalah Jih-nan] sudah menjadi titik
terminal untuk navigasi dari Laut Selatan. Pada tahun itu di dalam catatan itu
disebut raja Yeh-tiao dari luar perbatasan Jih-nan sebuah kedutaan untuk
memberikan upeti. Kaisar memberikan Tiao Pien kepada raja Yeh-tiao segel emas
dan ungu. Yeh-tiao diduga kuat adalah Sumatra, hal ini dapat dikaitkan dengan
catatan geografi Ptolomeus bahwa bagian utara pulau Sumatra adalah sentra
produksi kamper (yang sangat dibutuhkan di Eropa). Pada masa kini ditemukan
prasasti yang berasal dari abad ke-3 yang disebut prasasti Vo Cahn (yang merupakan prasasti tertua di Asia
Tenggara). Prasasti Vo Cahn ini berada di suatu tempat tempo doeloe yang
disebut Annam (kemudian diidentifikasi sebagai nama Champa). Kota Annam ini
tepat berada di selatan kota Lin yi (Hue yang sekarang). Ini mengindikasikan
hingga abad ke-3, kawasan Laut China Selatan sudah dikenal nama-nama tempat
Sinarura (Katigara), pulau Taprobana dan Lin yi. Besar dugaan navigasi
pelayaran awalnya ke pulau Taprobana dari kota Lin yi kemudian bisa dicapai
dari Annam (tempat ditemukan prasasti Vo Cahn). Isi prasasti ini menceritakan
seorang raja terkenal berkunjung untuk melihat menantunya yang belum lama
kehilangan ayah yang kemudian menggantinya sebagai raja. Dalam hal ini besar
dugaan bahwa raja yang mengutus utusan ke Tiongkok adalah raja terkenal yang berasal
dari Yeh-tiao (Sumatra), wilayah penghasil kamper adalah mertua dari raja baru
di Annam ((kini provinsi An di Vietnam). [Catatan: Tanah Batak ada sentra
produksi kamper. Sinarura dalam bahasa
Batak dapat diartikan sebagai Cina (Sina) dan lembah (rura). Tanda-tanda adanya
kerajaan kuno di Tanah Batak seperti kita lihat nanti berada di wilayah Angkola
yang situsnya kita dikenal sebagai candi Simangambat dibangun abad ke-8 dan
candi yang dibangun pada abad ke-11 Padang Lawas di kota Binanga pertemuan
sungai Batang Pane dan sungai Barumun di pantain timur Sumatra. Kelak di
kawasan ini diketahui suatu kerajaan yang disebut Kerajaan Aru. Terminologi aru
sendiri merujuk pada nama India selatan yang diartikan sungai, yang menjadi
rujukan nama sungai Barumun]. Wilayah Annam ini sudah disebutkan pada Hou
Han Shu (semacam Negarakertagama) yang ditulis pada abad ke-5 disebut menjadi
bagian dari wilayah diklaim kekaisaran Tiongkok pada era dinasti Han sebagai (wilayah)
yurisdiksinya. Boleh jadi klaim ini terkait dengan kerjasama Kaisar Tiongkok
dan raja Yeh-tiao dari Sumatra pada abad ke-2. Perlu ditambahkan disini bahwa pada
abad ke-5 diketahui keberadaan kerajaan di Jawa yakni Kerajaan Taruma.
Kerajaaan Taruma ini berada di pulau di dekat muara sungai Citarum. Pada masa
kini di pulau zaman kuno ini terdapat situs candi (candi Batujaya). Tidak jauh
dari situs candi ini ditemukan prasasti Tugu yang berasal dari abad ke-5. Besar
dugaan Kerajaan Aru di bagian utara Sumatra dan Kerajaan Taruma di bagian barat
Jawa adalah dua kerajaan pertama yang terbentuk di nusantara, antara India dan
Tiongkok dimana pengaruh India sudah sejak lama ada.
Sejak kawasan Laut China
Selatan sudah ramai dengan navigasi pelayaran hingga abad ke-5 belum ada
indikasi pulau Taprobana dikenal lagi. Dalam
catatan sejarah dinasti Liang yang dicatat dalam Liang Shu (502-557 M) sudah
terdapat adanya navigasi pelayaran perdagangan dari India ke Tiongkok.
Sementara itu, Cosmas mengatakan dalam abad ke-6 produk dari Tzinista (Cina)
dibawa ke Ceylon, pusat komersial besar selama berabad-abad, Kota utama
tersebut adalah Canton.
Pada
awal abad ke-7, para pedagang asing sudah membentuk koloni di Canton dan juga
di Ch’üan-chow serta Yang-chow. Sejumlah pedagang Arab sudah masuk di Canton
yang menjadi awal siar agama Islam di Tiongkok. Antara tahun 618 dan 626 M
empat pengikut Muhammad yang membawa Islam di Tiongkok. Satu mengajar di
Canton, satu di Yang-chow dan dua lainnya di Ch’üan-chow. Dalam teks
P’an-yü-hsien-chih bab 53 disebutkan bahwa:
‘Ketika perdagangan laut dibuka pada Dinasti T’ang, Muhammad, raja
Muslim Medina mengunjungi koloni Muslim di Canton’. Orang-orang Muhammad
membentuk pemukiman besar di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok, orang Tiongkok menyetujui
orang asing yang tinggal dalam kelompok di wilayah mereka, semacam pemerintahan
sendiri, Orang asing diizinkan untuk menggunakan hukum mereka sendiri dan
mengamati kebiasaan dan kebiasaan mereka sendiri begitu lama karena mereka bisa
hidup tertib dan damai dengan orang Tiongkok. Pihak berwenang Tiongkok tidak
akan mempertimbangkan untuk ikut campur dalam hal-hal yang menyangkut orang
asing, kecuali bila hal itu perlu.
Kota dagang lainnya pada masa ini adalah Tamlook (kota
antara Ceylon dan Sumatra). Kota Tamlook ini disebut kerap dikunjungi para
peziarah China pada abad ke-7. Fa-hsien adalah orang Tiongkok pertama yang
meninggalkan catatan perjalanan dari India ke Tiongkok. Fa-hsien menyebut bahwa
banyak gangguan laut di kawasan Laut China Selatan. Annam sendiri telah menjadi
protektorat Tiongkok sejak tahun 679 M, dan tidak memiliki kemerdekaann lagi (hingga
tiba waktunya, memiliki kemerdekaan lagi pada tahun 968 M).
Sumber lainnya dari Tiongkok menyatakan bahwa
telah dilakukan suatu ekspedisi hukuman kepada Annam dan telah berhasil
ditaklukkan kerajaan tersebut. Oleh karena itu, kawasan Laut China Selatan
menjadi aman bagi pedagang-pedagang Tiongkok ke India setidaknya untuk beberapa
waktu. Boleh jadi inilah ekspansi pertama Tiongkok ke selatan (Luat China
Selatan). Dengan amannya situasi Laut China Selatan memungkin pedagang-pedagang
Tiongkok terhubung ke India yang mana dicatat oleh Fa-hsien pada abad ke-7.
Pada fase ini terjadi hubungan satau yang memiliki pelabuhan
bernama Binanga (Kerajaan Aru) dengan (kerajaan) Sriwijaya (lihat prasasti
Kedukan Bukit 682 M). Sebagaimana diketahui bahwa Fa-hsien ini lebih dahulu
dari I’tsing (yang baru memulai perjalanan ke India tahun 671 M).
Dari kronologi tersebut, pengaruh Tiongkok
belum ada di nusantara, ketika Kerajaan Aru, melalui rajanya Dapunta Hyang
Nayik mengukuhkan Sriwijaya sebagai kerajaan (prasasti Kedukan Bukit 682 M)
dengan raja yang bergelar Dapunta Hyang yakni Srinagajaya (lihat prasasti
Talang Tuo 684 M). Justru sebaliknya pengaruh Sumatra (bagian utara) sudah ada
sejak abad ke-3 ke selatan Tiongkok (lihat prasasti Vo Canh). Seperti banyak
disebut penulis-penulis Indonesia masa ini, sebelum I’tsing ke India, singgah
di kota Melayu (671 M) dan sepulang dari India 685 M I’tsing menyebut nama
Sriwijaya. Sejak I’tsing inilah diduga awal hubungan Tiongkok dengan nusantara
(Sriwijaya).
Sampai sejauh ini belum ada
indikasi nama pulau Taprobana dikenal kembali. Namun nama Annam terus dikenal. Disebutkan
dalam catatan Tiongkok pada tahun 792 Gubernur Lingnan melaporkan intensitas
perdagangan melemah di Tiongkok, para pedagang asing seperti dari Arab hanya
sampai di Annam.
Pada abad kesembilan oleh saudagar Arab Solaiman
menyatakan salah satu dari mereka ditunjuk oleh orang Tiongkok kewenangan untuk
mengadili perselisihan yang timbul di antara seagamanya tempat tinggal di Canton.
Pada hari raya ketika umat Islam berkumpul, dia berdoa, menyampaikan Khutbah
dan berdoa untuk kesejahteraan Sultan mereka. Sebagai orang yang tepat
ditunjuk, penyelesaiannya diatur dengan baik, karena Solaiman menambahkan
bertindak menurut kebenaran, dan keputusannya sesuai dengan kitab Tuhan
(Al-Qur’an) dan ajaran Islam. Hal inilah yang membuat pedagang-pedagang Arab
diterima di Tiongkok. Adapun komoditas perdagangan maritim dari Solaiman bahwa
impor utama ke Cina adalah gading, kamper, kemenyan, batangan tembaga, cangkang
penyu dan cula badak. Catatan: Satu yang menarik dari komoditi yang diimpor
pedagang-pedagang Arab di Tiongkok adalah kamper dan kemenyan. Sebab dua
komoditi ini hanya diproduksi di wilayah Kerajaan Aru (Sumatra bagian utara). Namun
ini mudah dijelaskan karena wilayah Laut China Selatan adalah kawasan
perdagangan Kerajaan Aru, yang menjadi sebab terjadinya perdagangan kamper dan
kemenyan di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok seperti Canton.
Pengaruh Tiongkok yang
signifikan di seputar Laut China Selatan baru terlihat menjelang akhir abad
ke-9 dengan minat maritim setelah semakin populernya dua kota pesisir Tiongkok
yakni Canton dan Ch’üan-chow karena selama periode ini perdagangan meningkat
sangat banyak di dua kota pelabuhan tersebut.
Pada
awal abad ke-10 pengaruh Kerajaan Aru di kawasan Luat China selatan masih cukup
kuat. Pengaruh itu berada di Annam, Kamboja dan Thailand selatan. Pengaruh
Kerajaan Aru di Filipina dapat dibaca pada prasasti Laguna 900 M. Disebut raja
masyhur di Binwangan melalui utusannya memberi pengampunan kepada raja Nayanam
atas hutang perdagangan yang disaksikan oleh raja Tondo, raja Pila dan raja
Palilan. Binwangan adalah Binanga, ibu kota Kerajaan Aru, nama kota yang
disebut pada prasasti Kedukan Bukit 682
sebagai Minanga. Bedasarkan catatan dinasti Sung yang ditulis Chu Yu
(1111-1117) disebutkan bahwa pada bagian akhir abad ke-10, Tiongkok mulai
berdagang dengan Semenanjung Malaya, Jawa, Champa (Annam), beberapa pulau di
kawasan selatan Laut China (Filipina dan mungkin Kalimantan), Sumatra dan
lain-lain. Dalam laporan Chu Yu tersebut juga disebutkan metode navigasi
sebagai berikut: ‘Junk-jung yang mengarungi samudra berlayar di bulan kesebelas
atau kedua belas untuk memanfaatkan angin utara, dan kembali di bulan kelima
atau bulan keenam untuk memanfaatkan angin selatan. Di laut seseorang tidak
hanya memanfaatkan angin kencang, tetapi juga angin lepas atau menuju pantai.
Hanya angin kencang yang mendorong perahu kembali. Ini disebut ‘memanfaatkan
angin tiga arah’. Dalam navigasi pelayaran perdana Tiongkok juga disebutkan
bahaya dan ancaman bajak laut di tengah pelayaran. Kekhawatiran lainnya
disebutkan misalnya, jika sebuah kapal akan menuju Champa, dan kebetulan ia
keluar dari jalurnya dan masuk ke (wilayah) Kamboja, lalu keduanya kapal dan
muatannya disita, dan orang-orangnya diikat dan dijual dan diberi tahu: ‘Bukan
tujuan Anda datang ke sini.’
Setelah perkembangan yang
begitu dinamis di Jawa, pengaruh Sriwijaya semakin menurun di Jawa dan lebih
intens di wilayah domestik (Sumatra bagian selatan). Sementara Kerajaan Aru di
wilayah Sumatra bagian utara (bagian utara ekuator) memiliki pengaruh yang
signifikan di kawasan Laut China Selatan. Orientasi perdagangan ke Tiongkok
(melaluii Laut China Selatan) telah menyebabkan kota-kota dagang di India makin
sepi. Padagang-pedagang Arab mendapatkan mata dagangannya langsung dari Hindia
Timur (terutama di selat Malaka) dan Tiongkok. Hal ini tampaknya membuat
Kerajaan Chola tidak senang dan mulai melancarkan invasi ke wilayah pantai
timur India dan kawasan selat Malaka.
Pada
prasasti Tanhjore 1030 disebutkan bahwa Kerajaan Chola telah menaklukkan
sejumlah kerajaan, termasuk kerajaan-kerajaan di seputar selat Malaka.
Nama-nama kerajaan yang ditaklukkan militer Chola ini antara lain, Lamuri (kini
Aceh), Kadaram (kini Kedah), Malayur (mungkin Malaka atau Bintan), Panai dan
Sriwijaya. Dalam hal ini Panai adalah kota pelabuhan di muara sungai Batang
Pane, dekat dengan Binanga di muara sungai Barumun, Panai diduga telah menjadi
ibu kota Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra.
Pasca invasi militer Chola,
Kerajaan Aru dan Kerajaan Sriwijaya bangkit kembali. Kerajaan Aru dengan cepat menemukan
kejayaannya karena selama pendudukan Chola, Kerajaan Aru masih memiliki
pengaruh di sekitar kawasan Laut China Selatan. Penduduk Kerajaan Aru
menghianati Hindoe (warisan Chola) dan kembali ke Boedha tetapi dengan sekte
baru yang disebut Bhairawa (campuran Boedha, Hindoe dan pagan). Pengaruh agama
Boedha Batak sekte Bhairawa ini menurut Schnitger (1935) juga terdapat di
Kamboja. Penduduk Khmer juga menjadi pengikut sekte Bhairawa. Karakteristik
candi Angkor Wat di Kamboja yang dibangun tahun 1113 menurut Schnitger mirip
dengan karakteristik candi-candi di Padang Lawas. Satu karakteristik yang khas
candi Angkor Wat, satu-satunya di Kamboja, yang menghadap ke barat. Apakah itu
mengindikasikan pusat sekte Bhairawa di Kerajaan Aru (Sumatra bgian utara)?
Wilayah
Khmer (Kamboja) sudah lama diketahui. Dalam catatan geografi Ptolomeus (90-168
M) menyebut dua kawasan di Hindia (India sebelah timur) yakni Suamatra bagian
utara sebagai sentra produksi kamper dan portos
Sinarura yang kemudian menurut para ahli nama tersebut dikenal kemudian
sebagai Kattigara. Entah kebetulan apakah benar atau tidak Sinarura mirip
bahasa Batak di Sumatra bagian utara Sina=Cina dan rura=lembah pertanian yang
subur. Kattigara tampaknya bahasa Sanskerta Katti=Kotta, nagar=negeri. Oleh
karena itu Kattigara dapat diartikan sebagai Negeri Kota. Bukankah nama candi
Angkor Wat adalah candi kota (angkor bahasa Khmer sebagai kota dan wat=candi).
Lagi-lagi kebetulan. Kelak wilayah ini disebut Cochinchina. Di wilayah inilah
candi Angkor Wat dibangun tahun 1113.
Pada tahun 1177, kota Angkor diserang etnik Champa yang menjadi pesaing
Khemer setelah Champa di bawah pengaruh Tiongkok. Kota Khmer bangkit kembali
sang raja mendirikan ibu kota dan candi yang baru beberapa kilometer di sebelah
utara Angkor Wat, yakni kota Angkor Thom dan candi Bayon yang ia baktikan untuk
kepentingan agama Buddha, karena merasa sudah dikecewakan dewa-dewi Hindu.
Angkor Wat juga sedikit demi sedikit diubah menjadi sebuah situs agama Buddha
dan banyak ukiran bertema Hindu diganti dengan karya seni agama Buddha. Lalu
pada akhir abad ke-12, sedikit demi sedikit Angkor Wat diubah dari sebuah pusat
peribadatan agama Hindu menjadi pusat peribadatan agama Buddha. Perubahan
karakter candi ini mengikuti karakteristik candi di Padang Lawas (Kerajaan
Aru).
Para pengikut agama Boedha
Batak sekte Bhairawa ini menurut Schnitger (1935) termasuk dari Jawa. Raja
Singhasari Kertanegara dan raja Adityawarman di Kerajaan Mauli adalah pendukung
fanatik sekte Bhairawa. Kertanegara meninggal tahun 1292 M dan Adityawarman
meninggal tahun 1375 M. Hal itulah mengapa candi Singasari dan candi Padang
Roco (Kerajaan Mauli) mirip dengan candi-candi di Padang Lawas (Kerajaan Aru). Setelah
Raja Keertanegara meninggal, maka suksesi kerajaan di Jawa adalah Kerajaan
Majapahit. Setahun setelah meinggalnya patih Gajah Mada di Kerajaan Majapahit
ditulis teks Negarakertagama pada tahun 1365. Dalam teks inilah nama-nama
tempat di pulau Kalimantan terinformasikan. Nama Kalimantan adalah nama yang
mengindikasikan pulau Taprobana yang dipetakan oleh Ptolomeus pada abad ke-2.

Kern yang telah menerjemahkan teks Negara Kertagama ke dalam bahasa Belanda
pada tahun 1919 telah mengindentifikasi nama-nama tempat yang disebut dalam
teks ke dalam peta. Pada peta ini Prof Kern menyebut nama-nama sebagai berikut:
Solot, Saludang, Sawaku, Burune, Tirim, Malano, Tanjung Kute, Passir, Tabalong,
Kadangdangan, Kunir, Baruto, Kapuhas, Sampit, Katingan, Lauwai. Kutawaringin,
Tanjungpuri, Landa, Sambas, Sedu, Kutalingga dan Kalka. Nama-nama tersebut
sebagian besar nama yang dikenal pada masa kini. Namun jika membadingkan dengan
nama-nama tempat yang terdapat pada peta Taparobana Ptolomeus pada abad ke-2 nyaris
tidak ada yang memiliki kemiripan. Tampaknya nama-nama pada Negarakertagama
adalah nama-nama baru. Boleh jadi masih ada nama sesuai peta Taprobana tetapi
tidak begitu penting lagi, karena nama tempat yang baru lebih utama sehingga
diidentifikasi pada teks Negarakertagama.
Satu-satunya sumber tertua
yang mengindikasikan pulau Kalimantan pada masa kini dan pulau Taprobana pada
zaman kuno hanyalah teks Negarakertgama yang ditulis pada tahun 1365. Namun bukan
berarti nama pulau Taprobana tersebut belum dikenal sebelum teks itu dibuat.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Gunung Kinabalu: Era Portugis
hingga Era Inggris
Nama Brunai paling tidak sudah diidentifikasi teks
Negarakertagama 1365. Itu berarti ada jarak waktu sekitar 150 tahun ketika
pelaut-pelaut Eropa mencapai Hindia Timur ketika Portugis mulai menetap di
(kota) Malaka pada tahun 1511, Pada tahun ini juga tiga kapal Portugis menuju
kepulauan Maluku melalui laut Jawa, pantai utara Jawa, pantai utara pulau-pulau
Nusa Tenggara hingga mencapai Maluku. Peta navigasi pelayaran ini memang
mengidentifikasi pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi, tetapi hanya nama (kota)
Makassar yang diidentifikasi. Bagaiman tiga kapal ini kembali ke Malaka tidak
diidentifikasi (tetapi diduga kembali dengan rute yang sama ketika berangkat).
Ini berarti pelaut-pelaut pertama Eropa ini tidak atau belum mengunjungi pulau
Kalimantan. Bahkan pelaut-pelaut Portugis justru membuka jalur navigasi
pelayaran dari Malaka ke Tiongkok.
Boleh jadi pelaut-pelaut Portugis yang berhomebase
di Malaka hanya bolak-bolik dengan riter perdagangan yang pertama tersebut
(antara Malaka dan Maluku). Tampaknya pelaut-pelaut Portugis mulai memahami
bahwa ada jalur perdagangan antara Hindia Timur dengan Tiongkok melalui Laut
China Selatan. Boleh jadi itu menjadi faktor mengapa utusan (kerajaan Portugis)
melalui pelabuhan Malaka melakukan ekspedisi perdagangan ke Tiongkok pada tahun
1514 yang dipimpin oleh Fernao Peres. Pelaut-pelaut Poertugis mendarat di pulau
Tunmen tepat di muara sungai menuju kota Canton. Kunjungan ini tampaknya
berhasil karena para utusan yang mendapat kabar dari Caton dapat menemui Kaisar
di Peking.
Pada
tahun 1519 tidak mengira apa yang mereka lakukan di pulau Tunmen menjadi
kesalahan besar bagi penduduk dan pedagang-pedagang Tiongkpk di pantai timur.
Pelaut-pelaut Portugis membangun benteng di pulau tanpa sepengetahuan
pemerintah Tiongkok. Alasan pelaut Portugis masih dapat diterima karena mereka
mengatakan membangun benteng karena semata-mata untuk bertahan dari bajak laut
yang berada di perairan Laut China Selatan dan pemerintah Tiongkok tidak
memberi perlindungan tentang keamanan mereka saat transaksi dagang di sekitar
muara sungai. Namun kasusnya tidak hanya itu ternyata diketahui kemudian bahwa
mereka menampung budak yang dijual dari daratan Tiongkok yang tidak jarang
mereka yang dijadikan budak diculik. Akhirnya pemerintah Tiongkok mengusir
pelaut-pelaut Portugis dari pulau Tunmen pada tahun 1520. Sejak kasus benteng
pulau Tunmen ini pelaut-pelaut Portugis membuka rute pelayaran baru ke pantai
utara pulau Kalimantan terus ke Maluku (tidak lagi melewati pantai utara Jawa).
Seperti sebelumnya dalam membuka jalur
perdagangan ke Tiongkok, benteng Malaka mengutus ekspedisi perdamaian ke pantai
utara Kalaimantan di Boernai (Brunai). Ekspedisi ini dipimpin oleh George
Menesez pada tahun 1521. Misi dagang Portugis ini juga diketahui juga (dari
Boernai) ke Manila (pulau Luzon). Tahun 1521 inilah pelaut-pelaut Poertugis
menjejakkan kaki di pulau Kalimantan di pantai utara (Boernai). Sejak inilah
nama pulau Kalimantan yang sebelumnya dalam peta mereka belum memiliki nama
diberikan nama pulau Borneo (merujuk pada nama pelabuhan Boernai). Pada tahun
1524 pelaut-pelaut Spanyol melalui celah pantai selatan Amerika menuju Hindia
Timur melalui lautan Pasifik dan mencapai Zebu (Filipina). Pelaut-pelaut yang
sudah mengenal pulau Kalimantan dan pulau-pulau di barat Filipina mulai
mendapat saingan sesama Eropa (Spanyol).
Pada
peta-peta Portugis tentang wilayah pulau Kalimantan yang diidentifikasi sebagai
pulau Borneo daeri waktu ke waktu tidak hanya semakin akurat juga semakin
banyak nama-nama kota pelabuhan yang diidentifikasi. Pada peta-peta awal belum
mengidentifikasi nama geografis sungai maupun pegunungan tetapi kemudian mulai
diidentifikasi rantai pegunugan (seperti pada peta Ptolomeus) tetapi nama
gunung Kinabalu belum diidentifikasi. Tampaknya peta-peta Portugis masih lebih
fokus pada identifikasi nama-nama pelabuhan, tidak hanya seputar pulau Borneo
tetapi juga sudah muncul peta Sulawesi yang mengiudentifikasi kota-kota
pelabuhan di bagian utara dan juga kota-kota di pantai selatan Mindanao. Dengan
demikian jalur pantai utara Borneo dan Laut Sulawesi menjadi menjadi jalur
utama navigasi pelayaran perdagangan Portugis dari Malaka ke Maluku.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.