Sejarah

Sejarah Menjadi Indonesia (94): Teori Proto Deutro Tidak Bisa Jelaskan Terbentuknya Penduduk dan Bahasa Nusantara; So, What?




false
IN


























































































































































 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini

Dalam
sejarah awal nusantara ras adalah satu hal. Sedangkan terbentuknya penduduk dan
bahasa adalah hal lain lagi. Manusia sebagai pemilik ras yang dalam bahasa
sekarang struktur DNA yang menyebabkan perbedaan fisik penduduk. Adanya
perkawinan beda ras menyebabkan penduduk yang terbentuk sangat beragam. Ras
tidak ada hubungannya dengan bahasa. Akan tetapi penduduk yang terbentuk
berkaitan dengan terbentuknya bahasa. Lalu bagaimana sejarah terbetuknya
penduduk dan bahasa-bahasa nusantara?

Teori awal tentang terbentuknya penduduk dan
bahasa nusantara adalah teori Proto Melayu (Melayu Tua) vs Deutro Melayu
(Melayu Muda). Teori tersebut tampaknya tidak relevan lagi. Teori Proto-Deutro
membedakan pendatang yang masuk nusantara dalam dua tahapan. Ada yang menyebut
perbedaan waltu 2.000 tahun. Proto Melayu sebagai nenek moyang orang Melayu
Polinesia yang tersebar dari Madagaskar sampai pulau-pulau paling timur di
Pasifik yang datang dari Cina bagian selatan (Yunan) dengan ciri rambut lurus,
kulit kuning kecoklatan-coklatan dan bermata sipit. Pada era berikutnya Deutero
yang datang dari Indocina bagian utara mendesak Proto Melayu relokasi pedalaman,
lalu Proto Melayu ini mendesak keberadaan Austronesia yang sudah lama eksis.
Deutro membawa peradaban baru. Persebaran peralatan dan teknologi inilah oleh
para arkeolog menyusun bukti (secara fisik). Lalu bagaimana dengan non fisik
seperti bahasa dan pengetahuan lainnya?

Lantas
bagaimana sejarah awal terbentuknya penduduk dan bahasa-bahasa nusantara? Yang
jelas pada masa ini kita kenal penduduk beragam suku dan beragam bahasa serta
beragam tingkat perkembangan sosialnya. Lalu bagaimana keragaman itu terbentuk?
Secarra fisik berbeda-beda, itu berarti sudah ada persilangan ras (DNA).
Seiring dengan percampuran (ras) manusia inilah yang memberikan keragaman dalam
terbentuknya pednduduk (etnik) dan bahasa-bahasa. Seperti kata ahli
sejarah
tempo doeloe,
semuanya
ada permulaan.
Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu
terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*.

Continuum dan Random: Siapa Pendahulu?

Siapa
penduduk pertama di pulau-pulau Nusantara? Tidak ada yang tahu. Jadi sia-sia
menanyakannya. Sebab sejak homosapiens banyak kemungkinan yang terjadi. Untuk
amannya dan dapat diperbandingkan kita mulai saja pada era peradaban tinggi di
Arab, Eropa, India dan daratan Tiongkok. Lalu seperti apa penduduk di
pulau-pulau di nusantara saat era itu? Ada peneliti pada era Hindia Belanda yang
berpendapat bahwa semua pulau-pulau di nusantara dimulai dari ras negroid
(berkulit gelap) yang tersebar mulai dari Sumatra hingga Papua dan Pasifik.
Namun bagaimana awalnya menyebar dan terbentuk populasi negroid itu di
nusantara sulit dicari jawabnya. Jika ingin dibatasi ras negroid inilah yang dapat
dianggap sebagai penduduk asli Indonesia (baca: nusantara). Bagaimana mereka
berawal jangan lagi tanya, sebab keberadaan manusia Jawa pada zaman purba sudah
eksis.

Pada era VOC disebut ras negroid ini sudah
tidak ditemukan lagi di Sumatra, kecuali masih ditemukan komunitasnya di
Andaman dan Semenanjung. Di Jawa pada era VOC sempat ada yang melaporrkan masih
ditemukan pada beberapa titik (tetapi kemudian menghilang, punah atau
migrasi?). Dengan demikian ada gradasi dari pulau-pulau di barat hingga ke
timur. Penduduk di pulau-pulau Pasifik sendiri tidak dapat lagi dikatakan 100
persen negroid sudah ada percampuran. Orang Papua yang sekarang tidak murni
lagi dan sebagain besar sudah bercampur (warna kulitnya menjadi lebih terang). Diantara
penduduk bagian barat dan bagian timur di Pasifik terdapat komunitas Alifurun
yang berada di pedalaman yang pada era Hindia Belanda masih ditemukan di
pulau-pulau Filipina, Kalimantan, Srlawesi, Nusa Tenggara dan kepulauan Maluku.
Kelompok penduduk yang disebut Alifurun ini adalah penduduk yang juga telah
bercampur dengan penduduk yang berasal dari arah barat. Dalam hal ini penduduk
asli nusantara telah mengalami transformasi (karena percampuran dengan
pendatang) dari kulit berwarna gelap menjadi kulit berwarna lebih terang.
Proses ini berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama. Proses
berkesinambungan ini tidak hanya dari sisi waktu tetapi juga dari penyebaran
wilayah (ruang dan waktu). Tentu harus diingat proses itu masih berlangsung
hingga ini hari di seluruh pulau-pulau nusantara.

Lantas
darimana dan sejak kapan penduduk pendatang bercampur dengan penduduk asli
sehingga ciri fisik negroid itu secara perlahan menghilang di Sumatra kemudian
di Jawa dan seterusnya. Perubahan ciri fisik itu karena akibat percampuran ras
(gen) tersebut. Hal ini juga sulit ditelusuri karena sudah berlangsung lama.
Satu patokan yang dapat diikuti adalah ketika masuknya peradaban baru ke
pulau-pulau di nusantara. Peradaban baru itu datang dari daratan Asia (terutama
setelah berkembangnya ajaran Hindoe Boedha).

Sebelum adanya Hindoe di India, banyak
kisah-kisah kuno yang dikaitkan dengan suatu tempat di Hindia Timur sebagai
penghasil produk nilai tinggi seperti emas dan kamper. Kamper sudah digunakan
di zaman kuno Mesir dalam pembalseman. Soal emas itu (Ophir) dikaitkan dengan
King Solomon (Nabi Sulaiman). Sentra produksi kamper itu diduga kuat di Sumatra
dan demikian juga dengan sumber emas. Dalam hal inilah jika dugaan itu benar,
maka penduduk asli nusantara sudah berinteraksi dengan asing (sebelum kehadiran
pedagang-pedagang  India). Meski
demikian, tidak diketahui secara jelas apakah penduduk asli nusantara masih
sepenuhnya negroid atau sudah ada yang bercampur (dengan ras pendatang). Semakin
tua kisah-kisah kuno tentu saja semakin dekat ke zaman purba dimana sudah eksis
manusia Jawa.

Untuk
memahami bagaimana terbentuk penduduk dan bahasa-bahasa di nusantara hanya
dapat kita telusuri setelah masuknya peradaban baru dari India. Sejak ini sudah
lebih banyak bukti-bukti yang dapat dikumpukan apakah yang terdapat dalam teks,
prasasti dan candi. Peradaban baru ini dibawa oleh pedagang-pedagang India ke
nusantara. Saat kehadiran pedagang-pedagang India ini tentu saja sudah terbentuk
bahasa-bahasa asli nusantara, seperti bahasa Batak dan bahasa Jawa.
Pedagang-pedagang India ini membawa bahasa (dan aksara) sendiri. Salah satu
bahasa yang diketahui yang dijadikan sebagai lingua franca dalam navigasi
pelayaran perdagangan awal ini adalah bahasa Sanskerta dan aksara yang umum
digunakan adalah aksara Pallawa. Hanya dari era inilah kita sekarang
mendapatkan bukti yang lebih banyak untuk menjelaskan teori Proto Deutro
(nusantara).

Teori Proto-Deutro yang sekarang sebenarnya
tidak bisa saling menggantikan dengan teori DNA yang sekarang. Teori DNA dalam
persebaran manusi dan terbentuknya penduduk merekam sejarah gen yang diwariskan
dalam tubuh (darah) manusia mulai dari awal hingga akhir. Oleh karena itu dalam
teori gen (DNA) semua manusia di muka bumi terhubung deng Afrika (jika itu
menjadi locus manusia awal). Sementara teori Proto Deutro terkait dengan persebaran
manusia pada awal sejarah yang secara tooritis bertahap secara perlahan dari
satu tempat ke tempat yang berdekatan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan
teori DNA bisa melompat ke ruang waktu yang jauh dengan jarak waktu yang lama.
Contoh seorang pria Afrika (yang dibawa VOC) ke nusantara lalu menikah dengan
penduduk asli, maka yang direkam dalam gen dalam hal ini adalah seluruh riwayat
gen termasuk gen yang sudah eksis sejak zaman kuno di Afrika melompat ke
nusantara pada era VOC dalam jarak waktu yang tentu sangat lama. Jadi dalam hal
ini teori DNA hanya digunakan untuk perbandingan saja (mendukung atau menolak)
teori persebaran manusia dan terbentuknya penduduk (Proto Deitro) di nusantara.
Jadi tidak bisa gegabah menggunakan teori DNA untuk menjelaskan seluruh
dinamika persebaran manusia dan terbentuknya pednduk.

Sumber
data tertua tentang nusantara berasal dari Eropa dan Tingkok. Sumber-sumber
inilah yang dapat dijadikan untuk menjelaskan keberadaan pedagang-pedagang
India di pulau-pulau di sebelah timur (nusantara). Dalam catatan geografi Ptolomeus
pada abad ke-2 yang diterbitkan tahun 150 M sudah menyebuat tiga nama wilayah
di nusantara yakni Sumatra bagian utara sebagai sentra kamper, nama tempat
Katigara (yang diduga kota Kamboja sekarang) dan peta Taprobana (yang saya
berpendapat adalah pulau Kalimantan yang sekarang). Dalam catatan Tiongkok juga
disebutkan pada tahun 132 M raja Yah-tiao telah mengirim utusan untuk menemui
Kaisar Tiongkok di Pekaing. Beberapa peneliti Belanda berpendapat bahwa
Yeh-tiao ini adalah Sumatra. Masih dalam catatan Tiongkok pada tahun yang sama
disebutkan bahwa tempat perdagangan yang penting di selatan Tiongkok adalah
Yeh-shin, Para peneliti China berpendapat bahwa Yet-shin inilah kota Hue yang
sekarang (di pantai timur Vietnam).

Apa yang dapat dipelajari dari keterangan awal
tentang nusantara ini adalah bahwa sudah ada kerajaan di Sumatra (bagian) utara
dimana terdapat sentra produksi kamper dan kota Kattigara sebagai kota
perdagangan di pantai timur Indochina. Raja Sumatra sudah merintis perdagangan,
tidak hanya di Katigara tetapi juga ke Tiongkok. Pada era ini nama-nama tempat
di pulau Kalimantan (utara) sudah dikenal (sebagaiman diidentifikasi pada peta
Taprobana). Nama Katigara dan Taprobana diduga kuat merujuk nama-nama India.
Oleh karena itu, sebelum penduduk Tiongkok turun ke laut, pedagang-pedagang
India sudah (sejak lama) mencapai Indochina dan Kalimantan. Pada era itu salah
satu produk perdagangan dunia yang tinggi nilainya adalah kamper (di Sumatra
bagian utara). Produk kamper inilah yang diduga diandalkan oleh kerajaan dari
Sumatra untuk berdagang ke Tiongkok (yang terkenal dengan produk industrinya
seperti perhiasan, peralatan dan keramik).

Keberadaan
kerajaan di Sumatra ini semakin terlihat jelas di pantai timur Indochina pada
abad ke-3. Ini dapat diinterpretasi dari isi teks prasasti Vo Cahn yang berasal
dari abad ke-3 yang ada indikasi bahwa raja dari Sumatra memiliki hubungan
kekerabatan dengan kerajaan dimana ditemukan prasasti. Kerajaan itu diduga
adalah Annam, suatu wilayah diantara kota Kamboja dan kota Hue yang sekarang.
Besar dugaan bahwa di Annam sudah ada perwakilan perdagangan kerajaan Sumatra
sebagai implikasi dari kunjungan utusan raja Sumatra ke Kaisar Tiongkok
sebelumnya.

Di pulau Taprobana (peta Ptolomeus) diduga
kuat telah terbentuk kerajaan di pantai timur pulau Kalimantan. Ini dapat
diinterpretasi dari prasasti Muara Kaman yang bertarih 400 M. Disebutkan
prasasti Muara Kaman menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dalam bahasa Sanskerta.
Sangat masuk akal kerajaan di Muara Kaman sudah terbentuk sebab wilayah
Kalimantan bagian utara sebagaimana dipetakan Ptolomeus mengindikasikan wilayah
yang penting dan dikenal luas. Oleh karena itu pedagang-pedagang India tidak
hanya mencapai Indochina (Katigara) juga pulau Kalimantan. Dengan kata lain
penduduk asli pulau Kalimantan sudah terbentuk sejak lama. Oleh karena penduduk
Tiongkok (ras kuning) belum turun ke laut, maka diduga penduduk asli Kalimantan
ini adalah ras negroid. Sementara itu di wilayah selatan pulau Sumatra dan
Kalimantan yakni di pulau Jawa keterangan awal ditemukan pada ezra yang sama
dengan Muara Kaman yakni prasasti Kebon Kapi di Bogor yang bertarih 400 M yang
mengiudikasikan keberadaan kerajaan Taruma(nagara). Prasasti tertua di Jawa
(bagian barat) ini berbahasa Sanskerta dengan aksara Pallawa. Ini juga
mengindikasikan bahwa pengaruh India sudah begitu meluas ni nusantara (paling
tidak di Sumatra, Indochina, Kalimantan dan Jawa)..

Kehadiran
pedagang-pedagang India di nusantara (yang juga diikuti oleh para Brahmana)
diduga kuat sebagai kontak awal peduduk asli dengan orang asing (India). Kontak
asing ini yang diduga berawal dari pertukaran (perdagangan) meluas menjadi
pertukaran budaya (termasuk aspek religi).

Tunggu
deskripsi lengkapnya

Proto vs Deutro: Mengapa Tidak Relevan?

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top