Sejarah

Sejarah Pendidikan (3): Awal Pemerintahan Hindia Belanda dan era Pendudukan Inggris; Apakah Benar-Benar Pendidikan Terabaikan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

VOC
dibubarkan tahun 1799. Kerajaan Belanda, di bawah pendudukan Prancis, membentuk
Pemerintah Hindia Belanda. Hingga er Gubernur Jenderal Daendel (1809-1811)
pembangunan lebih focus sarana prasaran perdagangan (ekonomi) dan pertahanan
militer. Apakah ada introduksi pendidikan? Apakah selama pendudukan Inggris
(1811-1816) sudah ada prioritas pengembangan pendidikan? Pertanyaan ini menjadi
penting pada tahap permulaan Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia.  


Masa
Penjajahan Inggris di Indonesia Kompas.com. Diperbarui 09/02/2022. Dikutip
dari Sejarah Indonesia Modern (2016) karangan MC Ricklefs, 4 Agustus 1811, sebanyak
60 kapal di pelabuhan. Batavia jatuh ke Inggris 26 Agustus 1811. Thomas
Stamford Raffles berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda di Indonesia (Perjanjian
Tuntang, 18 September 1811). Pemerintah Belanda menyerahkan kepada Inggris di
Kalkuta, India. Semua tentara Belanda tawanan perang Inggris; Orang Belanda
dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris; Hutang Belanda tidak tanggungan
Inggris. Raffles memberikan kesempatan rakyat Indonesia melakukan perdagangan
bebas. Inggris melakukan operasi militer 21 Juni 1812 serangan ke Yogyakarta.
Serangan Inggris membuat keraton rusak parah. Juga ekspedisi militer ke
Palembang. Jawa dibagi 16 keresidenan, yakni: Banten Banyumas Besuki Bogor Cirebon
Jakarta Karawang Kediri Kedu Madiun Madura Pati Priangan Rembang Semarang Surakarta.
 Kebijakan Raffles segala bentuk rodi dan
penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat. Peranan bupati
pemungut pajak dihapuskan dan bupati sebagai bagian pemerintah kolonial. Rakyat
penggarap dianggap sebagai penyewa. Selain meningkatkan kondisi penduduk, Raffles
memperkenalkan sistem pencatatan bangunan-bangunan kuno di Jawa. Pada 1815,
Raffles ditarik dan digantikan oleh John Fendall karena Inggris bersiap
menyerahkan kembali Jawa ke Belanda (Perjanjian Anglo-Dutch 1814 menjelang
berakhirnya Perang Napoleon di Eropa). Pada 15 Oktober 1817, Raffles mendapat
mandat sebagai Gubernur Jenderal di Bencoolen.
(https://www.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah pendidikan awal pemerintahan
Pemerintah Hindia Belanda dan selama pendudukan Inggris? Seperti disebut di
atas, wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) adalah subjek kolonialisme.
Apakah ada program pendidikan? Tentu saja tidak berharap untuk penduduk
pribumi, orang Eropa juga terdapat di berbagai kota. Apakah benar-benar pendidikan
terabaikan? 
Lalu bagaimana sejarah pendidikaan awal pemerintahan
Pemerintah Hindia Belanda dan selama pendudukan Inggris? Seperti kata ahli
sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan
meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo
doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Awal Pemerintahan Hindia Belanda dan Pendudukan
Inggris; Apakah Benar-Benar Pendidikan Terabaikan?

Ada perbedaan antara era Portugis/VOC dengan era Pemerintah
Hindia Belanda dalam urusan Pendidikan. Pada era Portugis/VOC, proses
penyelenggaraan Pendidikan tidak diformalkan oleh pemerintah. Pada era Portugis
diinisiasi oleh para misionaris, sedangkan era VOC dilakukan secara sukarela di
benteng-benteng oleh para komandan militer. Lalu bagaimana pada era Pemerintah
Hindia Belanda (setelah VOC dibubarkan pada tahun 1799)? Tentu saja seharusnya
menjadi program pemerintah.


Dalam struktur Gubernur Jenderal Hindia Belanda, dengan Keputusan
Kerajaan tanggal 6 Oktober diangkat sejumlah pejabat militer dan pejabat sipil
di berbagai tempat (lihat Leydse courant, 26-10-1801). Dalam daftar terdapat
nama N Engelhardt sebagai Commiss Opziender over der Inlander. Darei daftar ini
tampaknya hanya posisi-posisi tinggi dana bersifat umum, kecuali sjahbandar, belum
ada nama-nama yang dikaitkan posisi bersifat teknis atau pejabat yang lebih rendah.
Nicolaus Engelhard kemudian diangkat menjadi Gubernur Pantai Timur Laut Jawa
(1801-1803). Pantai Timur Laut Jawa meliputi provinsi Jawa Timur yang sekarang
termasuk di wilayah Banyuwangi.

Pada era Gubernur Jenderal Daendels struktur
pemeritahan semakin lengkap, dan pejabat yang lebih rendah telah diangkat (lihat
Almanak 1810). Pejabat yang berposisi landrost di wilayah Pantai Timur Laut
Jawa antara lain di Soerabaja, Pasoeroean dan Banjoewangi. Di Landrost Bandjoewangi
sebagai opziender adalah M Abels dan pejabat pendapatan (keduanya sejak 1809). Landrost
adalah pendahulu Resident. Hingga sejauh ini belum ada lembaga yang dibentuk
atau pejabat yang diangkat untuk urusan pendidikan.


Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris di Jawa dan sejumlah tempat penting
lainnya seperti di Makassare, Palembang dan Bandjermasin. Namun tidakk terinformasikan
bagaimana susunan pemerintahan di awal pendudukan Inggris. Seperti halnya pada
tahap permulaan Pemerintah Hindia Belanda (bermula 1800) yang dilakukan adalah
konsolidasi, yang membutuhkan cukup banyak waktu.

Pada masa pendudukan Inggris ini, wilayah dibagi ke
dalam berbagai residencies (yang pada era Pemerintah Hindia Belanda baru berstatus
Landrost). Resident yang memimpin residencies adalah pejabat pemerintahan yang
langsung di bawah gubernur/Gubernur Jenderal (lihat Almanac 1815). Residencies di
(pula) Jawa adalah Batavia; Buitenzorg and Batavian Preanger; Bantam; Tagal;
Pacalangan and Cadoe; Samarang; Soucarta; Djocjocarta; Japara and Joana;
Rembang; Djipan and Grobogan; Sourabaja and Bancallan; Probolinggo, Besuki and
Panaroekan; Grissee; Passorouang; Baniowangie; Soemanap. Untuk residen di
Banyuwangi adalah Lieutenant A. Mac Leod. Struktur pemerintahan pemerintahan di
Banyuwangi paling sederhana, hanya seorang pejabat residen saja.


Di wilayah Residencies Banjoewangi, berdasarkan Almanak 1815 sudah ada
sebanyak 25 orang Eropa, termasuk TJ Knelke yang bekerja di bawah residen
(pejabat daerah). Landrost L Abels yang dulu pada era Pemerintah Hindia Belanda
sebagai writer (sekretaris?). Satu pejabat lagi adalah A van Waasbergen sebagai
asistent surgeon (pembantu dokter). Sedangkan pejabat pusat yang ditempatkan di
Banjoewangi adalah T van Zyl sebagai pimpinan salt department. Dalam almanac ini
disebut A Mac Leod di Banjoewangi sudah sejak 1805.

Dalam Almanac 1815 hanya ada satu nama pribumi,
yakni Adipati Damak (Demak) yang bertugas sebagai penerjemah bahasa Jawa (diduga
penerjemahan bahasa Jawa ke bahasa Belanda). Untuk penerjemah bahasa Belanda
dan bahasa Melayu semuanya orang Belanda. Sementara untuk pejabat yang berurusan
dengan penduduk pribumi semuanya orang Belanda. Dari semua jabatan yang ada
tidak ada yang mengindikasikan berurusan dengan pendidikan. Dengan kata lain,
sejauh ini urusan Pendidikan belum menjadi prioritas pemerintahan.


Dalam Almanac 1816 tidak banyak berubah. Yang berubah adalah tidak ada
lagi nama penerjemah bahasa Jawa (hanya bahasa Belanda dan bahasa Melayu).
Boleh jadi karena sudah banyak orang Jawa yang bisa berbahasa Melayu.

Satu yang penting dalam Almanak 1816 adalah
keberadaan Batavian Literacy Society di Batavia, yang didirikan tahun 1778
dimana dalam tahun 1816 ini yang menjadi ketua kehormatan adalah Thomas Raffles
(Luitenent General Gouverneur). Juga societeit Harmony di Batavia. Satu yang
penting lainnya dalam almanac didaftar nama-nama pemimpin local seperti Sultan.
Namun dalam hubungannya dengan pendidikan benar-benar tidak ada sejauh ini di
dalam struktur pemerintahan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Apakah Benar-Benar Pendidikan Terabaikan? Antara
Belanda dan Inggris di Hindia Belanda (Hindia Timur)

Seperti halnya pada era VOC, pada era Pemerintahan
Hindia Belanda (termasuk masa pendudukan Inggris) pendidikan tetap ada yang
menyelenggarakannya. Memang bukan pemerintah, tetapi orang-orang partikelir. Pada
tahun 1812 di Semarang dalam suatu iklan diberitakan dibuka pendaftaran baru
untuk penyelenggaraan sekolah (lihat Java government gazette, 04-07-1812). Hal
semacam ini tidak terinformasikan sebelum pendudukan Inggris.


Java government gazette, 04-07-1812: ‘William Patton mengumumkan
ke publik untuk mendirikan sekolah berbahasa Inggris untuk anak-anak laki-laki
dan perempuan di Samarang; dengan mengacu pada prinsip-prinsip umum pendidikan yang
menyediakan pelajaran membaca, menulis, tata bahasa dan berhitung. Bagi para
orang tua dapat mengirimkan mereka ke sekolah di Semarang yang dia jamin mendapat
perhatiannya dalam menjalankan tugasnya dengan tanggungjawab perlindungan dan kedamaian.
Ketentuan umum: pendaftaran 10 poun. sterling untuk pelajaran membaca 4 per
bulan, untuk pelajaran menulis 6 per bulan dan untuk pelajaran membaca, menulis
dan berhitung 6 per bulan. Samarang 27 June. 1812.

Iklan penyelenggaraan sekolah tersebut di atas
adalah salah satu contoh bahwa pendidikan telah eksis (tetapi tidak dikelola pemerintah).
Penyelenggaraan sekolah/Pendidikan dalam berbagai bentuk diduga sudah ada jauh
sebelum ini. Selain itu juga ditemukan pendidikan bagi orang dewasa dalam
bentuk kursus seperti kursus bahasa Melayu (tentu saja ditujukan kepada orang
Eropa). Ada juga ditemukan Sunday School di gereja.


Pada tahun 1813 di Batavia seorang misionaris Mr W Robinson menyelenggarakan
sekolah umum atas izin pemerintah yang akan dimulai pada tanggal 13 September
(lihat Java government gazette, 07-08-1813). Sekolah umum ini dengan bahasa
pengantar bahasa Inggris. Pelajaran yang diberikan adalah menulis, aritmetika,
geografi dan Latin. Sekolah dimulai pukul delapan hingga pukul 12.
 

Sudah barang tentu penyelenggaraan
pendidikan/sekolah sudah berlangsung baik di Eropa (Inggris dan Belanda) dan
diselenggarakan secara teratur sejak lama. Dalam hal ini di Hindia Timur
(Hindia Belanda) penyelenggaraan sekolah/pendidikan sulit dilakukan karena
berbagai hambatan. Boleh jadi hal itu pemerintah belum terlibat dalam urusan
pendidikan/sekolah. Hambatan yang ada antara lain jumlah populasi orang Eropa
yang tidak terbilang banyak, lebih-lebih yang memiliki anak usia sekolah.
Selain itu orang Eropa di Hindia Belanda tersebar dan saling berjauhan. Boleh
jadi penyelenggaraan pendidikan/sekolah di Semarang dan Batavia (yang terbilang
padat populasi Eropa) mengindikasikan persyaratannya memenuhi.

 

Bagaimana dengan pendidikan bagi anak-anak pribumi. Jika tempo doeloe
hanya terbatas di seminary para misonaris dan benteng-benteng VOC, pada masa
pemerintahan ini sudah lebih meluas diantara pribumi (hal itu karena pemerintah
telah menyertakan pemimpin local dalam mengembangkan masyarakat), tetapi diduga
masih dominan penggunakan bahasa sendiri atau bahasa Melayu dengan menggunakan
aksara setempat (seperti aksara Jawa, aksara Bartak dan aksara Jawi). Namun
diduga, upaya menyertakan pelajaran aksara Latin lebih terbuka bagi penyelenggaraan
sekolah/pendidikan diantara pribumi. Hal ini karena orang-orang Eropa
menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan aksara Latin. Lagi pula secara
khusus di Batavia sudah sejak 1810 sudah ada surat kabar (bahasa Belanda dan
bahasa Inggris) yang terbit secara regular. Hal itu dapat diperhatikan dalam
surat kabar Java government gazette, 30-01-1813 dimana dimuat sebuah puisi yang
diduga dikirimkan seorang pribumi yang menggunakan bahasa Melayu dengan aksara
Latin. Pendidikan/sekolah bagi pribumi (bahkan orang Eropa) baru pada level
pendidikan dasar. 


Pada masa pendudukan Inggris, proses pendidikan diperkaya dengan bahasa
pengantar bahasa Inggris. Tentu saja itu lebih ditujukan kepada orang Inggris,
tetapi tidak tertutup kepada orang Belanda (yang memiliki minat). Orang yang
dikategorikan sebagai orang Belanda pada saat ini banyak yang orang Indo (orang
Eropa/Belanda lahir di Hindia dan diantaranya salah satu orang tuanya orang
pribumi). Orang Indo ini memiliki kecakapan dalam berbahasa Belanda dan juga
bahasa Melayu.


Tampaknya pendidikan pada masa pendudukan Inggris lebih terbuka (sesuai
kebijakan Inggris, yang berbeda dengan Belanda sebelumnya) kepada siapa saja:
orang Eropa. Orang pribumi dan orang Timur asing (khususnya orang Moor, orang
Arab dan orang Cina). Orang Moor dalam hal ini lebih kompleks, mereka
sebenarnya dapat dianggap sebagai orang Arab di Eropa yang di Hindia lebih
berbaur dengan orang pribumi. Orang-orang Moor diduga lebih adaptif terhadap
penggunaan aksara Latin, dibandingkan orang Arab yang lebih cenderung
menggunakan aksara Jawi (Arab gundul; menggunakan bahasa Melayu dengan aksara
Arab).

Pada masa pendudukan Inggris ini, orang Belanda di
Hindia (dalam konteks ini orang Indo/Belanda) sudah terbiasa dengan aksara
Latin (baik bahasa Belanda maupun bahasa Melayu). Namun orang Belanda maupun
Indo/Belanda harus belajar bahasa Inggris. Orang Moor dan orang Arab yang
terbiasa dengan bahasa Melayu dengan aksara Jawi harus memperkaya diri tidak
hanya bahasa Belanda/Inggris juga dengan aksara Latin. Kedudukan orang Moor dan
orang Arab dalam hal ini penting sebagai jembatan antara orang Eropa
(Belanda/Inggris) dengan orang pribumi (dengan berbagai bahasa dengan aksara
sendiri). Hal itulah mengapa sejak era VOC, surat-surat pemimpin local di
berbagai daerah yang ditujukan ke Batavia (pemerintah VOC) ditulis dalam aksara
Jawi (baik yang berbahasa Melayu maupun berbahasa daerah).


Dalam puisi yang dikutip di atas, bahasa Melayu dengan aksara Latin,
sangat tidak mungkin ditulis orang Belanda maupun orang Inggris. Puisi itu
diduga ditulis orang-orang yang dapat digolongkan sebagai pribumi (orang
Indo/Belanda, orang Moor dan orang Arab). Hanya merekalah yang memiliki
portofolio untuk itu dan memiliki kepentingan atau kebutuhan untuk itu. Namun
begitu orang pribumi tidak tertutup kemungkinan untuk itu. Banyak orang pribumi
sejak era VOC yang terbiasa dengan aksara Latin yang bekerja lama dengan
pemerintah VOC apakan di bidang militer maupun membantu tugas-tugas
asministratif. Dalam puisi tersebut penggunakan aksara Latin dalam bahasa
Melayu, masih tampak ada problematika dalam koding (bahasa Melayu dengan aksara
Latin). Dalam hal ini sudah barang tentu belum ada (pengajaran) tata bahasa
Melayu. Pemahaman yang ada dalam bahasa Melayu baru sebatas koding dengan
menggunakan aksara Latin. Dalam puisi itu pengaruh (tata bahasa) Inggris juga terasa
diantara (tata bahasa) Belanda. Misalnya dalam kata ‘sayang’ (yang menggunakan
huruf ‘y’; sementara bahasa Belanda menggunakan ‘j’). Penggunaan huruf dua
vocal ‘oe’ (u) dan ‘ie’ (i) milik Belanda. Demikian seterusnya. Dalam konteks
inilah kita lihat nanti bagaimana awal proses pendidikan diantara pribumi
(termasuk orang Indo) yang dimulai dari persoalan awal penggunakan aksara
Latin.

Dalam perkembangannya, seperti kita lihat dalam
artikel selanjutnya, dalam masa Pemerintah Hindia Belanda selanjutnya (pasca
pendudukan Inggris), program pendidikan yang diadakan pemerintah hanya
berkembang diantara orang Eropa/Belanda. Sementara sekolah-sekolah yang
didirikan pemerintah di sejumlah kota (besar) seperti Batavia, Semarang dan
Padang kurang berkembang, lambat laut para siswa meninggalkan sekolah. Boleh
jadi itu bukan pada bahasa pengantar bahasa Melayu, tetapi penggunaaan aksara
Latin itu sendiri (yang mungkin dianggap tidak berguna di tengah masyarakat
yang masih umum menggunakan aksara Jawi dan aksara daerah). Penggunaan aksara
Latin di sekolah-sekolah pribumi yang dibangun pemerintah menjadi persoalan
sendiri dan menghambat pengembangan pendidikan yang ditujukan bagi pribumi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top