Sejarah

Sejarah Pulau Bali (41): Sejarah Salak Bali, Sejarah Salak Padang Sidempuan; Mengapa Gunung di Bogor Diberi Nama Salak?




false
IN



























































































































































 

*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Salak Bali begitu terkenal, lebih terkenal dari
salak Condet (Jakarta). Namun salak Padang Sidempuan kurang dikenal di Bali
(boleh jadi karena jaraknya yang jauh). Sejatinya salak tertua di Indonesia
hanya ditemukan di beberapa tempat seperti di Bali dan di Angkola (Padang
Sidempuan). Begitu tuanya, tidak ada yang yang tahu sejak kapan budidaya salak muncul
di Bali dan Padang Sidempuan (Angkola).

Di
Bogor terdapat gunung Salak. Nama salak juga dijadikan nama hotel. Namun
sejatinya tidak ada salak di Bogor. Penamaan salak untuk gunung di Bogor tidak
dihubungkan dengan tanaman salak. Tanaman salak di Indonesia hanya ditemukan di
sedikit tempat. Dua tempat dimana salak ditemukan sejak baheula adalah di Bali
dan di Padang Sidempuan. Salak pondoh di Djogjakarta adalah jenis salak
varietas unggul yang diintroduksi oleh pemerintah untuk dikembangkan
masyarakat. Salak pondoh ini berkembang pesat di lereng gunung Merapi di wilayah
Sleman. Sentra salak lainnya berada di Tasikmalaya.

Lantas bagaimana sejarah salak Bali? Tentu saja
harus disandingkan dengan salak Padang Sidempuan. Hal ini karena wilayah itu
terbilang sentra salak tertua di Indonesia. Seperti kata ahli sejarah tempo
doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah
seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan
tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan
imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Salak Bali Sejak Tempo Doeloe

Sejak kapan keberadaan budidaya salak di Bali
tidak diketahui secara pasti. Paling tidak pada tahun 1843 tercatat sebanyak 16
ton salak asin (gezoute salak) dari Bali (lihat Javasche courant, 16-09-1843).
Berita ini tidak hanya mengindikasi angka yang besar juga mengindikasikan bahwa
pengolahan salak sudah ada.

Dalam laporan Heinrich Zollinger (1847) mencatat adanya salak di
Karangasem. Keberadaan salak di Bali juga dicatat PJ Veth dalam bukunya (1868) yang
menyatakan salah satu tanaman budidaya di Bali yang merupakan produk utama
seperti beras, djagoeng, ketimun, katjang, kapas, kapuk, toppers, nila,
kasumba, bawang, kopi, jagung, gula lontar dan tebu, minyak pucuk, dan berbagai
macam buah-buahan, seperti pisang dan mangga, manggistan, durian, rambutan,
salak, bidara cina, apel, nanas dan lainnya.

R van Eck dalam laporannya yang terbit pada tahun
1878 lebih rinci mendeskripsikan salak Bali. Namun deskripsi ini dikutipnya
berdasarkan buku De eerste schipvaart der Hollanders naar Oost-Indie 1595-1597.
Judul buku ini mengindikasikan ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh
Coenelis de Houtman. Ekspedisi ini tentu saja sudah sangat tua, dan sudah pasti
lebih tua salak Bali. R van Eck mengulang deskripsi salak tersebut sebagai
berikut:

‘Di
Eylandt Baly seseorang dapat menemukan buah yang besar seperti pir kita, bulat
di bagian bawah, tajam di bagian atas, dengan kulit tajam. Seseorang dapat
mengawetkan dengan garam atau gula untuk pemeliharaan di laut’.

R van Eck menambahkan deskripsi salak Bali
tersebut yang mana daging buah-buahan ini dibagi menjadi apa yang disebut
irisan, yang terbesar mengandung kernel yang keras, dengan perut yang kuat,
salak ini dimakan langsung adalah kelezatan. Namun, yang lain lebih suka yang
diasinkan, atau, yang menurut kita terbaik direbus. R van Eck mencatat bahwa
tanah air salak Bali berada di Boelelèng Timur dan terutama di Karangasem, dan setiap
tahun oleh pedagang Cina dan lainnya ratusan barel salak diekspor ke Jawa.
Catatan R van Eck ini tampaknya sesuai dengan berita yang dikutip pada tahun
1843.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top