Sejarah

Sejarah Semarang (18): Rawa Pening di Ambarawa dan Kejadian Nyata 1838; Fort Willem I, Benteng Penakluk Perang Jawa




false
IN




























































































































































false
IN




























































































































































false
IN



























































































































































Bataviaasch handelsblad,
14-03-1885

Dalam sebuah berita yang dikutip Bataviaasch
handelsblad, 14-03-1885, Insinyur Stoop pada tanggal 2 Maret lalu tidak perlu
dikhawatirkan tentang gunung berapi, Gunung Merapi di Jawa Tengah. Tidak ada ada
perubahan yang terjadi sampai saat ini. Sementara Residen Probolinggi melaporkan
tanggal 12 Meret ini gunung berapi, Gunung Lamorgan di Proboünggo terdengar suara
gemuruh yang mana pasir dan batu telah dikeluarkan dari kawah gunung, tanpa
menyebabkan kerusakan.

Mengacu pada berita
tersebut, Bataviaasch handelsblad, 14-03-1885 mengabarkan lebih lanjut telah
terjadi fenomena aneh (lagi) di Rawa Pening, dekat Ambarawa. Disebutkan di
dalam rawa sebuah pulau terbentuk pada awal bulan, setelah sebelumnya terdengar
suara berisik diamati berasal dari tengah rawa. Terdengarnya suara berisik
(gemuruh) di rawa dan terbentuknya pulau sebagaimana dikutip Bataviaasch
handelsblad, 14-03-1885 adalah sebuah fenomena tetapi bukanlah hal yang baru,
karena disebutkan Jung Huhn telah memberi penjelasan tentang fenomena semacam
itu pada tahun 1838. Insinyur pertambangan Stoop telah memeriksa di dalam rawa
bahwa ditemukan suatu proses pembusukan tanaman dalam jumlah besar di dalam
tanah yang memberikan perkembangan kenaikan karbon dioksida di dalam tanah yang
tidak mampu dilepaskan ke udara sehingga menimbulkan pembekakan di dalam tanah
di dasar rawa lalu proses alam ini mampu mengangkat lapisan tanah atas, sampai
akhirnya tanah ini muncul ke permukaan rawa yang mana kenaikan permukaan tanah
tersebut diatasanya diselimuti oleh lapisan tanah gambut semi cair yang cukup tebal.
Pembentukan pulau di tengah Rawa
Pening pada tahun 1885 ini telah menjelaskan fenomena yang terjadi pada tahun
1838. Pada kejadian tahun 1838 diduga telah terjadi pembentukan pulau di tengah
rawa yang mana disebut telah terjadi semburan air rawa yang mengakibatkan
luapan air sehingga sebuah dusun teenggelam. Ini semacam proses alamiah yang
mirip tsunami kecil di tengah rawa (bukan di tengah lautan). Jung Huhn, yang
menjelaskan ini adalah seorang Jerman ahli geologi (geolog) terkenal yang
memulai karir atas penugasan Gubernur Jenderal Piter Merkus sebagai pemimpin
ekspedisi pemetaan geologi dan botani di Tanah Batak pada tahun 1840. Setelah
selesai tugas di Tanah Batak, Jung Huhn ditugaskan untuk melakukan pemetaan
gunung di Jawa. Terakhir, Jung Huhn meneliti teh dan kini di Lembang (sebagai
awal perkebunan kina di Preanger). Jung Huhn meninggal dan dimakamkan di
Lembang tahun 1865.
Dengan demikian, telah
terjadi dua kali fenomena yang dilaporkan tentang kejadian alam yang
benar-benar terjadi di Rawa Pening Ambarawa. Besar kemungkinan
kejadian-kejadian di Rawa Pening merupakan bagian dari rangkaian kejadian alam
di Jawa. Di satu sisi telah terjadi proses kimia tanah di dalam tanah bawah
rawa dan di sisi lalin terjadi proses fisika gempa di sekitar Rawa Pening (yang
tidak jauh dari Gunung Merapi). Gempa bumi di Jawa jauh sebelum ini telah
terjadi beberapa kali. Gempa bumi pertama dicatat tanggal 13 Februari 1684.
Selanjutnya, terjadi gempa bumi pada 4 Januari 1699, 25 Januari 1769, 10 Mei
1772 dan disusul pada tanggal 22 Januari 1775. Gempa bumi berikutnya pada
tanggal 19 Maret 1805 (lihat Almanak 1816). Pada masa transisi dari Inggris ke
Belanda tahun 1815 terjadi kembali gempa bumi beruntun, yakni: tanggal 10 April
1815 lalu kesesokan harinya tanggal 11 April dan empat hari kemudian terjadi
lagi tepatmya tangga; 15 April 1815. Gempa bumi tahun 1834 terbilang gempa bumi
terbesar yang terjadi di Batavia. Gempa bumi ini tercatat telah menghancurkan
Istana Buitenzorg. Padahal istana ini merupakan salah satu bangunan yang
dibuat kokoh dan tahan lama karena tempat kediaman Gubernur Jenderal.
Dalam blog ini sejumlah artikel
terkait adalah: Sejarah Jakarta (7): Gempa Bumi 1834, Istana Buitenzorg Hancur;
Sungai Ciliwung di Batavia Makin Dangkal, Kanal Barat Dibangun 1918; Sejarah
Kota Padang (38): Riwayat Banjir di Kota Padang, Dari Tsunami hingga Banjir
Kanal (Banda Bakali); Sejarah Kota Padang (37): Daftar Panjang Gempa di Kota
Padang; Tercatat Sejak 1797 (Tsunami) dan Gempa Besar 1926 (Bencana); Sejarah
Semarang (6): Banjir Kanal Barat Semarang 1879; Banjir Kota yang Tidak
Berkesudahan Picu Bangun Kanal Timur; Sejarah Bandung (5): Banjir Bandang Sudah
Dari Dulu; Situ Aksan ‘Meniru’ Situ di Depok; Sejarah Kota Surabaya (13):
Planologi Kota Surabaya Tempo Doeloe; Kanalisasi dan Pengembangan Pelabuhan
Tanjung Perak.
Secara
alamiah Rawa Pening adalah rawa yang asalnya dari proses vulkanik (lihat
Abraham Jacob Aa. 1847 ‘Aardrijkskundig woordenboek der Nederlanden’).
Sedangkan kejadian yang disebut aneh di tengah danau Rawa Pening adalah proses
fermentasi (lihat Soerabaijasch handelsblad, 09-05-1885). Air di rawa ini
sebagian besar berasal dari Kali Pandjang. Air rawa ini kemudian jatuh melalui
sungai Toentang menuju laut di Semarang. Kali Pandjang dilaporkan telah sering
memakan korban, sementara Kali Toentang belum pernah dilaporkan menimbulkan
masalah. Satu hal, fakta-fakta alam yang pernah terjadi di tengah danau Rawa
Pening sudah masuk dalam ‘dunia akademik’ pada era kolonial Belanda tempo
doeloe, sedangkan hal lain tentang cerita mitologi atau legenda yang muncul
pada masa kini haruslah ditempatkan sebagau ‘dunia lain’.
Sejak era
VOC/Belanda tahun 1704 sisi timur danau Rawa Pening adalah jalur utama antara
Semarang dan Cartasoera (melalui Oengaran, Ambarawa dan Salatiga). Oerang Eropa
pertama ke wilayah ini adalah tim ekspedisi yang dipimpin oleh Mejoor Jacob
Cooper tahun 1695. Wilayah Ambarawa 1730 sudah dilakukan introduksi kopi
setelah sukses tahun 1714 di Semarang. Pada tahun 1742 kolaborasi Cina dan
penduduk pribumi Jawa melakukan pemberontakan terhadap VOC dan menduduki
benteng-benteng termasuk Fort Willem I. Namun situasi dapat dipulihkan sehubungan
adanya kerjasama VOC dengan Mataram. Pada tahun 1745 kraton Cartasoera
dipindahkan ke arah timur yang kemudian disebut Soeracarta (Solo). Kerjasama
ini kemudian telah menimbulkan reaksi dari sejumlah pangeran sehingga muncul pemisahan
Mataram menjadi Soeracarta Adiningrat dan Ngajogjacarta Adiningrat (1755). Pada
era kekuasaan Prancis sejak 1795 wilayah ini sepi dari aktivitas dari
orang-orang Eropa. Pada era pemulaan Pemerintah Hindia Belanda (suksesi
VOC/Belanda) wilayah ini terbuka kembali lagi bagi orang Eropa, terutama pada
era Gubernur Jenderal Daendels sehubungan dengan pembangunan jalan utama
(Groote weg) antara Batavia-Soerabaja via Semarang. Lagi-lagi kekuasaan
berpindah kembali dari Belanda ke Inggris. Pada tahun 1812 Kraton Ngajogjacarta
melakukan perlawanan terhadao Inggris, namun segera dapat dipulihkan. Pada
tahun 1816 masa pendudukan Inggris berakhir dan kembali muncul Pemerintah
Hindia Belanda. Pejabat Belanda yang ditempatkan bermula di Salatiga (Asisten
Residen). Dua tahun kemudia pada tahun 1818 ditempatkan Residen di Soeracarta
(Luitenan Colonel HG Nahuijs). Pada tahun 1820 Nahuijs melakukan ekspedisi
bersama Merkus, Graaf dan Gilaavry yang dibantu 70 orang Jawa ke puncak gunung
Merapi hingga ke bibir kawah. Pada tahun 1822 HG Nahuijs dipindahkan menjadi
Residen Jogjacarta. Pada tanggal 31 Desember 1823 gunung Merapi meletus. Reaksi
letusan gunung Merapi ini terasa sangat kuat di danau Rawa Pening. Pada tahun
1824 mulai muncul perselisihan antara HG Nahuijs dengan para pangeran yang
dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1825 mulai terjadi perang yang
baru berakhir tahun 1830. Setelah berakhir Perang Jawa (1825-1830) wilayah
sekitar Rawa Pening kembali kondusif. Perkebunan-perkebunan besar mulai
dirintis oleh para investor Eropa/Belanda utamanya perkebunan kopi dan tebu.
Pada saat inilah secara bertahap benteng Fort Willem I ditingkatkan sehingga
menjadi benteng utama di wilayah Semarang, Soeracarta dan Djocjocarta. Sejak
ini pula kejadian-kejadian di sekitar Rawa Pening dilaporkan di surat kabar.
Berita dari sekitar Rawa Pening semakin intens sejak terhubungnya jalur kerata
api pertama antara Semarang dan Ambarawa via Kedongdjatie.
Itulah
sejarah Rawa Pening, rawa besar yang sangat bening dari doeloe.       
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top