Sejarah

Sejarah Sukabumi (26): Situs Gunung Padang di Hulu Sungai Tjimandiri di Djampang Wetan; Verbeek dan Jung Huhn




false
IN



























































































































































*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sukabumi dalam blog ini Klik Disini

Situs Gunung Padang sudah lama
dibicarakan tetapi dari pembicaraan itu wujud tentang apa di situs Gunung
Padang pada masa lampau belum teridentifikasi secara jelas. Dalam bahasa umum pada
msa ini situs gunung Padang masih bersifat misteri. Namun gunung Padang
tetaplah gunung Padang, ada bebatuan di atas bukit, tumpukan batu-batu yang
tidak ditemukan di bukit-bukit sekitar. Lantas apakah tumpukan batu ini sebagai
wujud teknologi prasejarah yang terus berkembang hingga ke teknologi yang lebih
canggih, seperti teknologi candi Borobudur dan Prambanan? Itu satu hal.  

Situs Gunung Padang (bawah); Situs Borobudur (atas)

Situs Gunung Padang secara historis berada di
district Djampang Wetan. Pada era permulaan Pemerintah Hindia Belanda district
Djampang Wetan adalah salah satu district di Onderafdeeling Soekaboemi.
District lainnya adalah Goenoeng Parang, Tjimahi, Tjiheulang, Tjitjoeroek,
Palaboehan dan Djampang Koelon. Semua district yang disatukan ini berpusat pada
daerah aliran sungai Tjimandiri. Di masa lampau, sungai Tjimandiri yang
bermuara di Pelabuhan Ratu yang sekarang adalah pintu masuk ke tujuh district
ini. Ketujuh district ini berada di bawah kepatihan Soekaboemi. Pada tahun 1870
saat dimana status onderafdeeling Soekaboemi ditingkatkan menjadi afdeeling,
district Djampang Wetan dipisahkan dan dimasukkan ke afdeeling Tjinadjoer (yang
pada saat yang sama di Afdeeling Soekaboemi district Djampang Koeloen
dimekarkan dengan membentuk district baru Djampang Tengah.  

Hal
lain lagi adalah apakah Gunung Padang sebagai situs penanda navigasi paling
kuno di (pulau) Jawa yang berada di daerah aliran sungai Tjimandiri? Suatu
situs penting di jaman prasejarah yang menjadi pusat religi? Pusat religi dari
penduduk yang berdiam di daerah aliran sungai Tjimandiri? Pertanyaan-pertanyaan
ini membuat kita memutar jarum jam ke masa lampau untuk merecall kembali perjalanan
waktu yang sangat panjang hingga ke wujud peradaban modern di Soekaboemi. Jika
kita merentang garis waktu secara continuum maka situs Gunung Padang adalah awal
peradaban dan pelestarian kawasan Geopark Ciletuh adalah puncak dari peradaban
itu.  

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
Geologi dan Arkeologi: Jung Huhn dan Verbeek

Setelah
penemuan candi Borobudur dan didokumentasikan Raffles, orang-orang Belanda
mulai tertarik dan serius memeriksa segera setiap penemuan kepurbakalaan di
Hindia Belanda (baca: Indonesia). Situs kepurbakalaan ternyata tidak hanya
ditemukan di (pulau) Jawa tetapi juga ditemukan di (pulau) Sumatra. Pada tahun
1841 FW Jung Huhn atas laporan masyarakat memeriksa dan menemukan komplek
percandian di Padang Lawas (Residentie Tapanoeli). FW Jung Huhn memastikan
komplek percandian tersebut adalah situs Boedha/Hindoe.

Franz Wilhelm Junghuhn adalah seorang ahli
geologi dan botani yang direkrut oleh Gubernur Jenderal Pieter Merkus pada
tahun 1840 untuk menyelidiki dan memetakan situasi dan kondisi alam Tanah
Batak. Dalam tugas inilah FW Jung Huhn menemukan komplek percandian di
Tapanoeli. Penemuan ini adalah produk sampingan dari tugas utamanya sebagai
seorang geolog. FW Jung Huhn adalah orang pertama yang dipekerjakan pemerintah
di Hindia Belanda. Pada akhir masa karirnya, setelah memetakan semua gunung api
di (pulau) Jawa, Jung Huhn bersama Dr. Groneman ditugaskan di Preanger. Sebagai
seorang geolog dan botanis, FW Jung Huhn 
menemukan tanah Priangan cocok untuk tanaman kina dan lalu
mengintroduksinya. FW Jung Huhn meninggal di Lembang pada tahun 1864.

Setahun
setelah meninggalnya Franz Wilhelm Junghuhn di Lembang, seorang pemuda, RDM
Verbeek dinyatakan lulus cum laude di bidang geologi/pertambangan (mijn-ingenieur)
di Polytechnische school te Delft (lihat Rotterdamsche courant, 22-07-1865).
Entah bagaimana ceritanya, kerajaan Belanda mengangkat RDM Verbeek sebagai
pegawai pemerintah dan ditempatkan untuk bekerja membantu Gubernur Jenderal
Hindia Belanda (lihat Utrechtsch provinciaal en stedelijk dagblad: algemeen
advertentie-blad, 11-10-1867). Setiba di Hindia, RDM ditempatkan di Afdeeling
Zuider en Oosterafdeeling van Borneo (kini Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur) sebagai aspirant-ingenieur (lihat De locomotief : Samarangsch handels-
en advertentie-blad, 09-09-1868). Aspirant-ingenieur adalah wakil Controleur yang secara khusus ditugaskan
untuk mempelajari dan memetakan keadaan geologi serta memberi rekomendasi
kepada pemerintah daerah (Residen di Bandjarmasin) dan pemeritah pusat
(Gubernur Jenderal di Batavia).
 
  

Dr. Groneman seorang dokter yang sebelumnya
bertugas di Preanger kemudian bekerja sebagai dokter pribadi Soeltan Jogja. Dr.
Groneman sangat menyukai mengoleksi benda-benda kepurbakalaan. Dr. Groneman
sangat mengenal baik Rogier Diederik Marius (RDM) Verbeek. Dr. Groneman dalam
sebuah tulisannya menyebut RDM Verbeek lahir di Doorn, Utrecht tanggal 7 April
1845 (lihat Soerabaijasch handelsblad,    12-07-1901).

FW Jung
Huhn memulai karir geologinya di Jawa dan Sumatra, RDM Verbeek memulai karir di
Kalimantan. Meski FW Jung Huhn yang pertama kali menemukan situs kepurbakalaan
di  Sumatra, tetapi tidak terlalu
tertarik untuk urusan itu dan lebih tertarik untuk urusan botani, terutama di
Preanger. Seperti kita lihat nanti, RDM Verbeek selain urusan pertambangan, juga
seperti temannya seorang dokter, Dr. Gronemen di Jogjakarta, tertarik dalam
peminatan hal kepurbakalaan.

Prestasi RGM Verbeek langsung diakui oleh
pemerintah Hindia Belanda. Setahun setelah bertugas di Borneo, RGM Verbeek
mendapat kenaikan pangkat menjadi insinyur kelas-3 (lihat Algemeen Handelsblad,
31-05-1869). Sepulang dari Borneo, RDM langsung ditugaskan untuk penyelidikan
perihal pertambangan di Sumatra’s Westkust (lihat Java-bode : nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 01-09-1869). Boleh jadi penugasan
RDM Verbeek ke Sumatra’s Westkust karena permintaan Gubernur Sumatra’s Westkus
E Netscher dan sekretaris daerah bidang ekonomi Mr. WA Hennij serta Asisten
Residen di Padangsche Bovenlanden Polanel Patel yang baru diangkat tahun 1868. Mereka
bertiga ingin membantu upaya yang telah dirintis oleh WH de Greve. Namun de
Greve sakit (dan meninggal). RDM Verbeek didatangkan segera adalah solusi cepat.
Kebetulan tiga pejabat pemerintah ini sangat kompak. E Netcher adalah adik dari
mantan Residen Tapanoeli, WA Hennij dan Polanel Patel memulai karir dari bawah
sebagai Controleur di Afdeeling Mandailing en Angkola, Tapanoeli tahun 1858. Sementara
WA Hennij memulai karir sebagai controleur di Angkola pada tahun 1846 (penerus
FW Jung Huhn). Dalam hubungan inilah RDM Verbeek didatangkan untuk
mengkalkulasi kandungan batubara di wilayah Polanel Patel di Sawahloentoe.
Pertambangan ini kemudian dikenal sebagai pertambangan batubara pertama
Ombilin.
Hasil
penyelidikan tambang yang dilakukan RDM Verbeek di Sawahloento (Ombilin)
mengantarkannya mendapat kenaikan pangkat menjadi ahli pertambangan kelas-2
(lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-12-1872).
Karir RDM Verbeek melejit bagaikan meteor.
Dari satu penemuan ke penemuan lain membuat pangkatnya naik dan membuat
namanya menjadi tidak tergantikan di Hindia Belanda. RDM Verbeek telah menjadi
matang sebagai ahli geologi/pertambangan. Akhirnya RDM Verbeek mendapat
kenaikan pangkat tertinggi sebagai Hoofd-Ingenieur. Pada tahun 1884, RDM
Verbeek ditugaskan untuk eksplorasi pertambangan di wilayah Midden Java
termasuk untuk menyelidiki gunung Merapi di Jogjakarta (lihat Algemeen
Handelsblad, 04-02-1884). Laporan ini selesai pada tahun 1886. Diduga di
wilayah Jogja inilah RDM Verbeek berkenalan dengan Dr. Groneman yang memiliki
minat khusus dalam perihal kepurbakalaan. Dr. Groneman sendiri adalah anggotapeminat
ilmu pengetahuan yang tergabung dalam Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Besar
dugaan faktor RDM Verbeek menyebabkan Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
meminta kepada Pemerintah sekitar lima puluh salinan buku pegangan untuk tanah
dan etnologi di Hindia dari Profesor de Hollander. Salinan tersebut dimaksudkan
untuk dicetak yang akan menjadi pedoman bagi para anggotanya dan juga diberikan
kepada pejabat pemerintah di berbagai bagian nusantara. Dengan adanya buku
tersebut, setiap pejabat diharapkan untuk membuat penambahan dan perbaikan yang
diperlukan di dalamnya (lihat De locomotief, 04-12-1884). Upaya itu tampaknya
mendapat sambutan dari RDM Verbeek (luhat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-01-1886).
Sejumlah orang yang berminat pada perihal
kepurbakalaan di Jogjakarta telah mengeluarkan rapporten yang ditulis oleh Dr.
Leemans (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-07-1887).
Sementara itu, setelah RDM Verbeek menyelesaikan tugas eksplorasi geologi di
Midden Java kemudian tugasnya diperluas ke Oost Java. Insinyur RDM Verbeek
menyelesaikan eksplorasi di Midden en Oost Java (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-12-1887).
Pada tahun 1889 Ir. RDM Verbeek menerbitkan dua buku dan telah dicetak
serta telah dipasarkan ke publik (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-05-1889).
Dua buku tersebut adalah perihal geografi dan geologi di Zuid Sumatra
(Bengkoelen, Palembang en Lampoeng) dan perihal geografi dan geologi di Sumatra’s
Westkust. Buku pertama merupakan laporan pertama yang dihasilkan Verbeek di
Sumatra pada tahun 1883. RDM Verbeek tampaknya telah meneruskan cita-cita dari
FW Jung Huhn.
Bataviaasch
nieuwsblad, 24-07-1890

Peta geografi dan geologis Hindia Belanda yang
pertama diterbitkan di dunia pertambangan adalah hasil penyelidikan yang
dilakukan FW Jung Huhn di Tapanoeli yang berjudul Die Battaländer auf Sumatra (Tanah
Batak di Sumatra). Buku ini ditulis dalam bahasa Jerman dan bahasa Belanda yang
diterbitkan pada tahun 1847. Dengan demikian pemetaan geologi di Sumatra
lengkap sudah setelah terbitnya buku Ir. RDM Verbeek.

Ir. RDM
Verbeek tidak hanya berhasil menyelesaikan tugas-tugas utamanya di bidang
pertambangan, tetapi juga Ir. RDM Verbeek sebagai peminat kepurbakalaan
mengeluarkan hasil penyelidikannya perihal peta arkeologi. Atas saran dari
manajemen Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, pemerintah
kemudian mencetak buku arkeologi yang telah disusun oleh RDM Verbeek (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 24-07-1890). Boleh jadi buku RDM Verbeek inilah yang dapat
dikatakan sebagai buku arkeologi pertama di Indonesia (baca: Hindia Belanda).
Selama ini perihal arkelogi hanya ditulis seadanya. Keahlian RDM Verbeek
sebagai ahli geologi telah memperkaya pemahaman terhadap masalah arkeologi di
Hindia Belanda. Terbitnya buku arkeologi yang telah disusun oleh Ir. RDM
Verbeek telah memicu para peminat kepurbakalaan di Jogjakarta untuk membentuk
asosiasi. Besar dugaan asosiasi ini digagas oleh Dr. Gronemen, sahabat dari Ir.
Verbeek.
Ir. RDM Verbeek (1925)

Sebagaimana dapat dilihat dalam buku Verbeek ini yang
telah berhasil menyusun peta kepurbakalaan khususnya di (pulau) Jawa tentang
sisa-sisa peradaban masa lalu yang masih bisa dipahami. Disebutkan pada tahun
1878 baru teridentifikasi sebanyak 380 situs dimana sebanyak 180 buah situs
yang terpenting. Jumlah ini pada tahun 1886 telah meningkat menjadi sebanyak
670 situs yang mana terdapat sebanyak 290 situs penting yakni terdiri dari 80 buah
candi, 70 buah inskripsi, 100 buah naskah dan sisanya yang lain. Juga
disebutkan bahwa Fredrich melakukan perjalanan di Jawa tahun 1865 dan 1866 menemukan
sebanyak 200 buah barang antik yang tidak dipublikasikan di angkat dalam buku
Berveek ini. Jumlahnya telah jauh meningkat dalam enam tahun terakhir.   

Dari
Jogjakarta kembali muncul rapporten yang baru tentang kepurbakalaan (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 24-08-1891). Besar dugaan aktivitas kepurbakalaan di Jogjakarta
menjadi penting karena fakto Dr. Gronemen. Surat kabar Bataviaasch nieuwsblad, 17-05-1893
menyebut Dr. Groneman sebagai ‘de bekende oudheidkundige en ethnoloog’ (arkeolog
dan etnolog terkenal).
Situs Gunung Padang: Verbeek, Krom
dan Bosch

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top