Surat kabar atau majalah sudah ada sejak era VOC. Namun
surat kabar atau majalah tersebut umumnya berbahasa Belanda (yang ditujukan
untuk orang Eropa/Belanda dan para elit pribumi). Pada tahun 1850 mulai
terdeteksi adanya media berbahasa Melayu yang ditujukan untuk orang-orang
Tionghoa dan pribumi. Awalnya media berbahasa Melayu ini diinisiasi oleh
orang-orang Eropa/Belanda lalu diminati oleh orang-orang Tionghoa dan kemudian
diikuti oleh orang-orang pribumi. Media-media berbahasa Melayu inilah yang
kemudian menjadi persemaian awal dalam tumbuh dan berkembangnya pers Indonesia.
dengan perkembangan awal pers di Hindia Belanda (baca: Indonesia) di masa
lampau, apakah kota Soekaboemi juga
mengikuti tren kosmopolitan tersebut? Surat kabar atau majalah apa yang pertama
dan sejak kapan bermula? Pertanyaan-pertanyaan ini memerlukan perhatian kita
untuk menelusuri sumber-sumber tempo doeloe. Mari kita lacak!
![]() |
Poestaha Depok 12 November 2019 |
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini
adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.
tahun 1899 di Soekaboemi sudah diketahui keberadaan Soekaboemische
snelpersdrukkerij (lihat De Preanger-bode, 25-11-1899). Dari namanya
menunjukkan penerbitan dan percetakan. Soekaboemische snelpersdrukkerij
diketahui telah memberi kontribusi yang sangat berarti di Soekaboemi dalam hal barang
cetakan yang dibutuhkan pemerintah, swasta maupun masyarakat. Tidak diketahui
siapa pemilik Soekaboemische snelpersdrukkerij.
terdapat di sejumlah tempat. Di Kota Padang sejak 1900 sudah didirikan
Insulinde snelpersdrukkerij yang dimiliki oleh Dja Endar Moeda. Ini berawal
dari tahun 1895 ketika Dja Endar Moeda pensiun dari guru pemerintah dan mendirikan
sekolah swasta di Padang. Dja Endar Moeda selain kepala sekolah, Dja Endar
Moeda juga menulis buku pelajaran sekolah dan buku umum termasuk menulis roman
(noval). Pada tahun 1897 sebuah romannya ditawarkan kepada penerbit dan percetakan
Winkeltmaatschappij (sebelumnya Paul Baiimer & Co). Penerbit menerima roman
tersebut (lihat Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 25-10-1897). Akan tetapi
juga (sebaliknya) Dja Endar Moeda ditawarkan untuk menjadi editor surat kabar
berbahasa Melayu, Pertja Barat. Ini ibarat pucuk dicinta ulam tiba. Pada tahun
1900 Dja Endar Moeda diketahui telah mengakuisi penerbit dan percetakan tersebut
beserta surat kabar Pertja Barat. Pada tahun itu juga (1900), selain surat
kabar Pertja Barat, Dja Endar Moeda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu
lainnya yakni surat kabar Tapian Na Oeli. Setahun kemudian Dja Endar Moeda
menerbitkan majalah bulan yang diberi nama Insulinde (lihat Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indië, 30-04-1901). Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda
adalah alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean, lulus tahun 1884.
tahun 1901 pemilik penerbit dan percetakan Soekaboemische snelpersdrukkerij
diketahui seorang Tionghoa bernama Lauw Tjing Bie (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-01-1901). Disebutkan bahwa Lauw
Tjing Bie berniat menerbitkan majalah Melayu dengan nama Tiong Hoa Hwe Po di
bawah naungan asosiasi Tiong Hoa Hwe Koan yang berbasis di Batavia.
![]() |
Soerabaijasch handelsblad, 16-09-1901 |
Tidak diketahui apakah Lauw Tjing Bie benar-benar merealisasikan surat
kabar berbahasa Melayu tersebut. Yang muncul di dalam pemberitaan adalah surat
kabar/majalah berbahasa Cina Li Po (lihat Soerabaijasch handelsblad, 16-09-1901).
Hal lainnya yang tidak diketahui sejak kapan Lauw Tjing Bie memiliki Soekaboemische
snelpersdrukkerij, apakah Lauw Tjing Bie membangun dari awal atau membelinya
dari pihak lain. Satu hal bahwa surat kabar/majalah Li Po besar dugaan dicetak
oleh Soekaboemische snelpersdrukkerij.
tahun 1905 surat kabar mingguan Siesta terbit di Soekaboemi (lihat De
Preanger-bode, 19-01-1905). Disebutkan majalah ini diterbitkan dan dicetak oleh
Soekaboemische Snelpersdrukkerij yang mana majalah itu dipimpin editor Ernst
Herf. Penerbitan majalah dimaksukan untuk memberikan bacaan untuk Hindia.
Tampaknya majalah ini bagus.
![]() |
De Preanger-bode, 19-01-1905 |
Tidak diketahui apakah majalah mingguan Siesta ini berbahasa Melayu atau
lainnya. Yang jelas editornya adalah seorang Eropa/Belanda. Dalam hal ini juga
tidak diketahui apakah editor orang Eropa/Belanda tersebut pemilik penerbitan
dan percetakan Soekaboemische Snelpersdrukkerij menggantikan Lauw Tjing Bie.
Siesta bukanlah mahasa Melayu atau bahasa Soenda tetapi bahasa Belanda yang
artinya tidur siang. Majalah mingguan Siesta ini bukanlah majalah berita tetapi
lebih pada majalah untuk bacaan umum (lihat De Sumatra post, 02-03-1905). Pada
masa ini kira-kira seperti majalah Femina yang mana juga majalah Siesta
mengasuh rubrik sastra yang mencakup esai, cerita pendek dan puisi. Majalah
Siesta yang terbit di Soekaboemi yang oplahnya sampai ke Sumatra, Bandoeng dan
Jogjakarta tampaknya ditujukan kepada orang Eropa/Belanda dalam bahasa Belanda
(lihat De Sumatra post, 14-10-1905). Sementara itu majalah Insulinde yang
diterbitkan Snelpersdrukkeri Insulinde di Padang yang dieditori oleh Dja Endar
Moeda adalah berbahasa Melayu yang berisi hal-hal praktis yang dapat dilakukan
pribumi utamanya di bidang pertanian (semacam majalah Trubus). Pada bulan
penerbir majalah Siesta di Soekaboemi akan mendirikan surat kabar yang baru di
Jogjakarta (lihat De Sumatra post, 09-12-1905). Disebutkan surat kabar yang
baru bernama De Waarheid (Siesta) akan menjadi surat kabar yang ketiga di
Jogjakarta. Operasi pemilik majalah Siesta tampaknya telah relokasi ke
Jogjakarta (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-05-1906).
Namun tidak lama kemudian kehadiran Hert dan Siesta tidak lama karena terjadi
delik pers antara majalah dengan salah satu pembaca. Kasus ini tersiar luas
hingga ke Belanda.
yang pernah muncul di Soekaboemi tampaknya tidak berumur panjang. Yang tetap
berumur panjang adalah penerbit dan percetakan Soekaboemische Snelpersdrukkerij.
Perusahaan barang cetakan ini tidak hanya mencetak barang-barang cetakan juga
memiliki outlet (toko) buku yang menjual buku-buku, majalah, surat kabar atau
brosur-brosur. Toko (usaha) Soekaboemische Snelpersdrukkerij juga menjadi agen
berbagai produk terutama yang terkait dengan peralatan kantor seperti mesin
ketik. Portofolio Soekaboemische Snelpersdrukkerij di Soekaboemi terus
meningkat dan bahkan sejak tahun 1916 Soekaboemische Snelpersdrukkerij kerap
menjadi sponsor dan nama piala (cup) berbagai kejuaraan terutama lomba pacuan
kuda.
diduga telah dimiliki oleh L Zecha. Keberadaan (keluarga) Zecha di Soekaboemi
sudah muncul sejak 1907. Hingga tahun 1923 Soekaboemische Snelpersdrukkerij
masih dimiliki oleh L Zecha.
perusahaan ini masih terdeteksi hingga 1931. Perusahaan ini belakang tampaknya
lebih menonjol dalam bidang importir daripada percetakannya (importir pulpen tinta
Parker). Dalam perkembangannya Soekaboemische Snelpersdrukkerij dipimpin oleh Chester
Sim Zecha sebagai direktur (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 15-04-1931). Pada tahun 1932 muncul permasalahan hukum di lingkungan Soekaboemische
Snelpersdrukkerij (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1932).
Snelpersdrukkerij menuntut seorang wartawan di Batavia karena memberitakan soal
panganiayaan terhadap Lim Eng Kay di dalam percetakan. Dalam pengadilan yang
dilakukan pihak Soekaboemische Snelpersdrukkerij membatah LEK sebagai karyawan Soekaboemische
Snelpersdrukkerij dan tidak ada hubungannya dengan kematian LEK. Dalam
pangadilan ini turut dihadirkan saksi-saksi diantaranya Law Tjeng Kit alias
Maximiliaan Theodoor Zecha (salah satu pemegang saham di Snelpersdrukkerij dan
Chester Sim Zecha serta Lawsim Zecha alias Louis Zecha (direktur Hotel
Victoria).
tersebut, nama Soekaboemische Snelpersdrukkerij di Soekaboemi tetap eksis. Satu
hal yang terpenting bahwa Soekaboemische
Snelpersdrukkerij telah menerbitkan buku kecil (buklet) tentang Kota Soekaboemi
dan sekitar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 02-12-1932).
![]() |
Bataviaasch nieuwsblad, 02-12-1932 |
Buklet ini disusun oleh Vereeniging VVV
Soekaboemi Bloei dengan judul Soekaboemi en Omstreken. Buku ini dengan kata
pengantar setebal 67 halaman yang berisi semua fakta tempat di Soekabomi dan
sekitarnya. Banyak perhatian telah diberikan pada deskripsi tentang khususnya
traveling. Buku ini juga melampirkan peta jalan. Dalam buku ini, penulis
menyebut Soekaboemi adalah ‘Kota Tersembunyi’, yang belum ditemukan. Ini adalah
niatnya bahwa seseorang harus memahami kata-kata ini dengan kata-kata kiasan,
karena meskipun perjalanan ke tempat yang indah ini belum banyak dilakukan, tapi
akan memandu pelancong dan membawanya, Buklet itu dijual secara luas dengan harga
yang hanya ditetapkan sebesar 25 sen. Penerbit dan percetakan Soekaboemische
Snelpersdrukkerij telah memproduksinya dengan rapi.
Besar dugaan L Zecha adalah Lawsim Zecha. Pada tahun 1935 Lawsim Zecha en Co
diduga pemilik saham terbesar dari NV Bouwmaatschappij ‘Victoria’ di Soekaboemi
dimana L Zecha sebagai direktur (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 19-08-1935). Disebutkan rumah L Zecha berada di Groote
Postweg, Soekaboemi. Soekaboemische Snelpersdrukkerij tampaknya mengalami mimpi
buruk. Setelah sekian tahun Soekaboemische Snelpersdrukkerij mengalami masalah karena
disita (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-01-1936). Akibat penerbit dan percetakan
Soekaboemische Snelpersdrukkerij sementara tidak beroperasi dampaknya terasa
bagi yang lain, surat kabar Soekaboemi Post juga tidak beroperasi. Antara
percetakan Soekaboemische Snelpersdrukkerij dan penerbit Soekaboemi Post (Jones
& Co Ltd) terjadi perselisihan. Dalam perkembangannya, seperti dilihat
nanti Soekaboemische Snelpersdrukkerij tetap melanjutkan kegiatannya.
sudah muncul pada tahun 1923 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-11-1923). Pada
tahun 1923 untuk kali pertama dilakukan pengangkatan wali kota (burgemeester)
Soekaboemi. Juga pada tahun ini rumah sakit kota dibuka. Surat kabar ini berbahasa
Belanda dan terbit setiap hari (harian). Dalam kasus Soekaboemische
Snelpersdrukkerij tidak disebutkan apakah surat kabar lainnya juga ikut
berhenti beroperasi. Surat kabar tersebut adalah Het Nieuwsblad voor de West
Preanger. Surat kabar yang dipimpin P van den Moosdyk mengalami mismanajemen
tahun sebelumnya (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-04-1935).
Hal ini diduga karena van den Moosdjik bepergian cukup lama setelah pernikahan
(bulan madu ke Eropa?) Moodijk menikah di Soekaboemi pada bulan November 1934
(lihat Bataviaasch nieuwsblad, 15-11-1934). Saat dia kembali ke Soekaboemi ini
Moosdijk menemukan surat kabarnya dalam masalah. Boleh jadi surat kabar ini
telah berhenti. Sementara itu, pasca perselisihan antara pihak Soekaboemische
Snelpersdrukkerij dan pihak surat kabar Soekaboemi Post, surat kabar ini tidak
pernah teridentifikasi lagi. Sebagai catatan nama P van den Moosdyk yang
beralamat di Soekaboemi termasuk salah satu nama-nama yang dinyatakan pailit
oleh Raad van Justitie di Batavia.
kemudian, dalam rapat pemegang saham diketahui Ch S Zecha dan M Th Zecha masing-masing sebagai
komisaris dari NV ‘Victoria’ (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
30-09-1936). Hingga tahun 1938 L Zecha masih bertindak sebagai direktur NV
Victoria (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1938).
juga yang berprofesi sebagai dokter. Dr. PS Zecha sebelunya membuka klinik di
Amsterdam lalu kemudian di Soekaboemi (dan pada tahun 1939 sudah pindah ke
Tanah Abang).
dunia pada usia 60 tahun (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-04-1939). Lawsim
Zecha alias Louis Zecha perintis Soekaboemische Snelpersdrukkerij di dalam
keluarga Zecha telah memberi jalan sukses kepada anak-anaknya. Dalam situasi
duka ini, karyawan Soekaboemische Snelpersdrukkerij turut memasang berita duka
di surat kabar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 01-04-1939).
Zecha sebelumnya menggunakan nama Lawsim Zecha. Pada tahun 1899 untuk kali
pertama Soekaboemische Snelpersdrukkerij muncul di dalam pemberitaan. Pada
tahun 1901 pemilik penerbit dan percetakan Soekaboemische snelpersdrukkerij
diketahui seorang Tionghoa bernama Lauw Tjing Bie (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 24-01-1901). Disebutkan bahwa Lauw
Tjing Bie berniat menerbitkan majalah Melayu dengan nama Tiong Hoa Hwe Po di
bawah naungan asosiasi Tiong Hoa Hwe Koan yang berbasis di Batavia. Besar
dugaan Lauw Tjing Bie mengubah nama (inisialnya) menjadi Lawsim Zecha. Dalam
hal ini marga Lauw secara tradisional telah diubahnya dengan menabalkan nama
marga baru yakni Zecha, Seperti umum dilakukan saat itu penabalan nama marga
(family name) dilakukan melalui proses pengadilan.
Indonesia bermula dari surat kabar atau majalah berbahasa Melayu, apakah yang
dikelola oleh orang-orang Eropa/Belanda atau Tionghoa dan pribumi. Dalam
perkembanganya muncul surat kabar atau majalah berbahasa daerah. Awalnya semua
media-media ini diawali oleh para investor orang-orang Eropa/Belanda dan
Tionghoa.
1856 di Surabaya yakni Soerat kabar Bahasa Melaijoe yang diterbitkan E. Fuhri
& Co. Lalu pada tahun 1858 di Batavia terbit Soerat Chabar Batawie yang
diterbitkan oleh Lange en Co. Surat kabar berbahasa Belanda juga terus
bertambah. Surat kabar ketiga berbahasa Melayu terbit tahun 1860 di Batavai
bernama Selompret Malajoe, Soerat Kabar Basa Malajoe Rendah yang diterbitkan
oleh GCT van Dorp. Sejak itu surat kabar berbahasa Melayu terus bertambah dan
berkembang. Surat kabar berbahasa Melayu yang terkenal di Batavia adalah
Pembrita Betawie. Namun semua surat kabar atau majalah berbahasa Melayu
tersebut sepenuhnya investasi orang-orang Eropa/Belanda.
kabar berbahasa Melayu pertama yang investornya pribumi dimulai di Padang. Pada
tahun 1900 Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda mengakuisi surat kabar berbahasa
Melayu Pertja Barat beserta percetakannya. Percetakan Winkeltmaatschappij
(sebelumnya Paul Bauner & Co). Saat akuisisi percetakan Pertja Barat ini,
Dja Endar yang juga editor Pertja Barat langsung pada tahun itu menerbitkan
surat kabar berbahasa Melayu Tapian Na Oelie dan kemudian majalah (pembangunan
dan pertanian) dwimingguan Insulinde.
Endar Moeda. Singkat kata: Dja Endar Moeda adalah investor pertama pribumi di
bidang media. Dja Endar Moeda sebelumnya pernah mengatakan sekolah dan pers
sama pentingnya. Pers juga dapat mencerdaskan bangsa. Surat kabar Pertja Barat sendiri terbit pertama kali tahun 1890 oleh
seorang Jerman di Padang. Setelah beberapa tahun kemudian, manajemen Pertja
Barat menemukan seorang mantan guru, Dja Endar Moeda yang telah membuka sekolah
swasta sejak 1895 di Padang.
surat kabar Pertja Barat sudah diakuisisi orang pribumi, editor-editor pribumi
mulai bermunculan. Selain Dja Endar Moeda di Padang (sejak 1900), editor Pertja
Timor di Medan dipimpin oleh Hasan Nasoetion gelar Mangaradja Salamboewe (1902).
Di Batavia muncul editor pribumi tahun 1903 di surat kabar Pembrita Betawie yakni
Tirto Adhi Soerjo. Sampai sejauh ini sudah ada tiga editor pribumi di surat
kabar berbahasa Melayu yang cukup diperhitungkan.
kalangan pribumi. Upaya ini berhasil dengan menerbitkan surat kabar berbahasa
Melayu yang diberi nama Medan Prijaji. Boleh dikatakan grup investor Medan
Prijaji dan Dja Endar Moeda pemilik surat kabar Pertja Barat dan surat kabar
Tapian Na Oeli merupakan dua pribumi pertama yang mengawali kiprah pribumi di
dalam investasi pers(uratkabaran). Pada tahun-tahun ini dua pribumi yang sedang
menuntut ilmu di Belanda menjadi editor majalah bulanan Bintang Hindia. Abdu
Rivai yang sejak 1903 menjadi editor Bintang Hindia karena kesibukan ujian
akhir studi digantikan oleh Soetan Casajangan. Pada bulan Oktober 1908
diketahui Soetan Casajangan menggagas pendirikan asosiasi pelajar di Belanda
yang diberi nama Indische Vereeniging. Radjioen Harahap gelas Soetan Casajangan
adalah adik kelas Dja Endar Moeda di sekolah guru (kweekschool) di Padang
Sidempoean (Mandailing en Angkola, Tapanoeli).
perkembangannya tiga pionir tersebut menghilang. Mangaradja Salamboewe
meninggal tahun 1908 di Medan. Sementara Tirto Adhi Soerjo meninggal di Bogor tahun
1914. Sedangkan Dja Endar Moeda setelah berhasil membidani surat kabar Pewarta
Deli dan surat kabar Pembrita Atjeh pensiun (karena sudah menua). Lalu dalam
perkembangannya jumlah editor pribumi semakin banyak jumlahnya. Demikian juga
jumlah investasi pribumi di bidang media semakin banyak.
![]() |
Daftar surat kabar dan majalah berbahasa Melayu (edisi 1929) |
Pada tahun 1918 jumlah surat kabar berbahasa
Melayu yang digawangi oleh pribumi di Jawa adalah sebagai berikut: Neratja
(Batavia, Abdoel Moeis); Sinar Hindia (Semarang, Semaoen); Oetoesan Hindia
(Soerabaja, Tjokroaminoto); Pesisir Oetara (Chirebon, Tajib) dan Kaoem Moeda (Bandoeng,
Wignjadisastra). Sementara itu di Sumatra antara lain adalah sebagai berikut: Pewarta
Deli (Medan, Soetan Parlindoengan); Oetoesan Melajoe (Padang, DS Maharadja); Tjahaja
Sumatra (Padang, Sampono); Benih Merdeka (Medan, Moh. Joenoes); di Makassar
adalah Sinar Matahari (Hitijahoebessy). Surat kabar berbahasa campuran Melayu
dan Jawa terdapat di Solo (Darmo Kondo, Djawi Hisworo dan di Jogjakarta
terdapat surat kabar berbahasa Jawa yang diberi nama Sri Mataram yang dipimpin
oleh Djojo di Wirjo. Selain itu terdapat sejumlah majalah periodik diantaranya majalah
berbahasa Soenda di Bandoeng dengan editor Darmakoesoema; Papaes Nonoman dengan
editor Soeriamidjaja; Tjahja Pasoendan (Wignjadisastra)
Lalu apakah surat kabar atau majalah investasi pribumi di Soekaboemi?
Pada tahun 1929 tercatat surat kabar berbahasa Melayu di Soekaboemi, Surat
kabar tersebut diberi nama Warta Priangan dengan editor Khoe Sin Hoat. Selain
itu di Soekaboemi terdapat majalah berbahasa Melayu yang diberi nama Organisasi
Shong Tih Hui.
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.