Sejarah

Sejarah Surakarta (57): Wayang, Opera dan Konser Musik di Surakarta; Sanoesi Pane hingga Seni Pentas Modern Ruang Terbuka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Sejak kapan ada (pertunjukan) wayang? Tentu
saja sudah sejak lama. Wayang adalah seni tradisi (yang umumnya di Jawa) yang umunya
didasarkan pada kisah-kisah klasik yang yang berasal dari era Hindoe Boendha yang
terus dikembangkan hingga menemukan bentuknya dalam bentuk variasi. Sementara
itu, seni pertunjukan yang berasal dari luar seperti opera yang kemudian
disusul konser music menambah ragam seni pertunjukan bagi penduduk. Salah satu
tokoh non-Jawa dalam pengembangan seni pertunjukkan tradisi dalam bentuk operasi
adalah seorang Batak Sanoesi Pane.


Wayang
Orang Sriwedari, Tradisi Lama yang Tak Lekang Waktu. March 3, 2022. Wayang
orang merupakan pertunjukan berupa teater tradisional Jawa. Bentuknya, gabungan
seni drama berkembang dalam budaya Barat dan pertunjukan wayang eksis dalam
kebudayaan Jawa, pembawaannya tidak lagi dengan boneka atau peraga wayang
kulit, melainkan diperankan oleh orang yang dirias sedemikian rupa sehingga
mirip dengan tokoh-tokoh wayang. Kostum yang dikenakan juga persis dengan tokoh
pewayangan. Cerita yang dibawakan memuat kisah-kisah pewayangan dari
Mahabharata maupun Ramayana. Sesekali, ditampilkan pula tokoh Punakawan untuk
mencairkan cerita sebagai penggambaran kawulo alit. Di Kota Solo, Wayang Orang
Sriwedari menjadi salah satu tradisi tersohor dan masih terjaga hingga saat
ini. Berdiri pada tahun 1911, oleh para penggiat budaya Kota Solo, pertunjukan
komersialnya dimulai tahun 1922. Perkembangan Wayang Orang Sriwedari di tengah
masyarakat semakin populer dengan munculnya siaran di Solosche Radio
Vereeniging. Sejak saat itu, Wayang Orang Sriwedari tambah digandrungi warga
Solo. Mulanya, Wayang Orang Sriwedari diadakan di komplek Pura Mangkunegaran.
Tetapi, krisis ekonomi terjadi pada tahun 1896, sepeninggal Mangkunegaran V
yang wafat, aibatnya, para pemain wayang banyak dirumahkan, namun pertunjukan
wayang orang tetap dilakukan, dengan keliling dari kampung ke kampung, hingga
raja memberi perintah agar Wayang Orang Sriwedari, ditempatkan di Taman
Sriwedari. Bangunan ini dibangun pada era Pakubuwana X. Pembangunan Gedung
Wayang Orang Sriwedari terus dilakukan, pada tahun 1928-1930 dibangun gedung
permanen menampung sekitar 500 penonton
(https://surakarta.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah wayang, opera dan konser
musik di Surakarta? Seperti disebut di atas, Ketika seni pertunjukkan modern
muncul, seni pertunjukkan tradisi terus eksis seperti wayang, bahkan hingga ini
hari. Dalam hubungan ini bagaimana peran Sanoesi Pane dalam pengembangan seni
tradisi hingga seni pentas modern di ruang terbuka. Lalu bagaimana sejarah wayang,
opera dan konser musik di Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Wayang, Opera dan Konser Musik di Surakarta; Sanoesi
Pane hingga Seni Pentas Modern di Ruang Terbuka
 

Wayang, kita tidak sedang belajar sejarah di dalam
wayang, tetapi mempelajari sejarah wayang itu sendiri. Wayang, secara defacto
ditemukan di Tanah Jawa. Dalam hal ini konten dari wayang tidak dapat dijadikan
sumber sejarah, oleh karenanya wayang harus dilihat sebagai suatu seni, seni
wayang yang isinya tentang hal yang dapat dikaitkan dengan masa lampau dari orang
Jawa. Secara khusus wayang harus diperhatikan: sejarah (orang Jawa) adalah satu
hal, materi dan kegiatan wayang itu sendiri adalah hal lain lagi yang berkaitan
dengan orang Jawa (sebagai seni).


Dalam konteks sejarah wayang, pada era VOC, tidak ada yang berbicara
tentang wayang. Pencatatan tradisii wayang baru muncul pada era Pemerintah
Hindia Belanda, dan kajiannnya baru intensif dilakukan pada akhir abad ke-19. Pada
masa ini, seperti halnya music, sastra dan bentuk-bentuk karya penduduk, wayang
semakin kerap terinformasikan sebagai suatu kegiatan seni yang hadir di tengah
penduduk Jawa (pada acara-acara tertentu).

Wayang sudah terinformasikan beberapa waktu
sebelumnya, namun menjadi menarik perhatian karena jurnal/majalah Tjdschrift
voor Neérlands Indie menyajikan suatu artikel panjang yang mengulas tradisi wayang
yang dihubungkan dengan mundurnya dan jatuhnya Kerajaan Madjapahit yang
berjudul ‘Overleveringen betrekkelijk de oude Javaansche: Geschiedenis en den
val van het Modjopaitsche Rijk’. Artikel ini coba menelusuri cerita dalam
wayang apakah terhubung dengan sejarah kerajaan Majapahit. Dalam hal ini harus
dicatat bahwa Tjdschrift voor Neérlands Indie adalah jurnal/majalah pertama
yang diterbitkan di Hindia Belanda (Batavia).


Dalam artikel ini tidak terinformasikan sejak kapan ada wayang. Penulis
hanya mencoba memahami konten cerita dalam wayang, untuk menelusuri sejarah
Jawa yang dikaitkan dengan sejarah dan kejatuhan kerajaan Majapahit. Penulis
menyadari sangat sulit membedakan isi cerita dengan yang terjadi sebelum adanya
Majapahit, selama kerajaan masih eksis dan kerjadian-kejadian sesudah jatuhnya
kerajaan Majapahit, sebab dalam alur cerita tercampur antara yang bersifat
mitologi dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang dapat dipahami. Jelas bahwa
cerita wayang tidak dapat dijadikan sumber sejarah, selain tidak ada tarih,
alur yang tercampur, tetapi wayang menjadi medium yang menjembatani masa lampau
dengan saat era si penulis.  

Sesuai dengan tujuan artikel ini, sejak kapan adanya
(kegiatan) wayang? Tentu saja harus ditelurusi hingga jauh di masa lampau. Pada
tahun 1827 di Batavia diketahui terinformasikan kegiatan wayang yang diadakan terkait
dengan penyelenggaraan perayaan Waterloo (lihat Bataviasche courant, 14-06-1827).
Dalam perayaan ini juga ditampilkan musik tradisi, topeng, gamelan, wayang dan
ronggeng. Catatan: Waterloo, di selatan batas Belegia adalah tempat perang
terakhir antara Prancis di satu sisi dengan Inggris, Belanda dan Jerman di sisi
lain.


Wayang terdapat di berbagai tempat. Tampaknya nama wayang tidak hanya orang
pribumi. Orang Cina juga memiliki wayang sendiri (lihat Bataviasche courant, 01-03-1826).
Disebutkan kapten Cina di Semarang mengadaan pesta (keramaian) yang juga
menampilkan Cinesche waijang. Pada tahun 1828 diadakan pasar malam di
Pasoeroean dimana orang Eropa, Arab, Cina dan pribumi menghadirinya. Kegiatan
yang diadakan beberapa hari, berbagai kegiatan non perdagangan dilakukan antara
lain kontes kerbau, kontes lembu, kontes kuda, kontes domba dan kontes kambing.
Juga ada permainan adu banteng dan adu anjing. Tentu saja adalah inlandsche waijang,
topeng dan ronggeng.

Wayang adalah nama generic, di dalamnya termasuk berbagai
bentuk dan variasnya. Wayang tampaknya hanya, sejauh ini, ditemukan di wilayah
(pulau) Jawa.
 Kegiatan wayang sudah menjadi
subjek pemerintahan yang dapat dikapitalisasi. Di (residentie) Batavia kegiatan
wayang dijadikan sebagai objek pajak/retribusi. Dalam setiap penyelenggaraan
wayang dikenakan retribusi/pajak. Seperti halnya kegiatan lainnya, pemilik hak pemungutan
pajak wayang ini ditenderkan kepada public oleh pemerintah dengan nilai
penawaran tertinggi. Di Batavia (termasuk Buitenzorg dan Krawang) hak itu
dipegang oleh Tan En Goan senilai
  f17.040
per tahun (lihat Javasche courant, 08-01-1829).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sanoesi Pane hingga Seni Pentas Modern di Ruang
Terbuka: Perkembangan Senis Pertunjukkan Seni Tradisi di Soerakarta Masa ke
Masa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top