Sejarah

Sejarah Tangerang (39): Kedaung di Sungai Tangerang, Perkebunan Kopi Pertama di Indonesia, 1711; Abraham van Riebeeck




false
IN



























































































































































*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini

Sejarah perkebunan kopi di Indonesia sejatinya
dimulai dari Kedaung Tangerang. Itu bermula tahun 1711 ketika Abraham van
Riebeeck mengintroduksi tanaman kopi dengan menanam kopi di Kedaung, sisi barat
sungai Tangerang di hilir benteng (fort) Tangerang. Setelah sukses di Sringsing
(baca: Serengseng Sawah), introduksi diperluas ke daerah aliran sungai Semarang.
Introduksi inilah yang kemudian kopi dibudidayakan ke wilayah pedalaman di hulu
sungai Tangerang/Tjisadane dan hulu sungai Tjiliwong (Buitenzorg dan Preanger)
dan di hulu sungai Semarang (Ambarawa).

Abraham van Riebeeck, 1714 (Peta 1902)

Pada
tahun 1666 kebijakan pemerintah VOC berubah dari perdagangan yang longgar di (kota-kota)
pantai dengan kebijakan baru bahwa penduduk dijadikan subjek, seorang yang
berminat botani di Ambiona, Georg Eberhard Rumphius ditugaskan pemerintah untuk
menyusun buku botani. Namun buku tujuh valume tersebut tidak tuntas karena Georg
Eberhard Rumphius meninggal. Tugas ini kemudian diambil alih oleh Majoor Saint
Martin, seorang pahlawan VOC yang berhasil menyelesaikan perselisihan dan
membuat perjanjian damai dengan Kesultanan Banten (1684). Atas prestasi ini,
Gubernur Jenderal menghadiahkan lahan paling subur kepada Sain Martin di
Tjineredan Tjitajam. Namun buku tujuh valume ini juga tidak tuntas sebab Saint
Martin meninggal dunia tahun 1886. Lalu tugas ini diambil alih oleh Cornelis
Chastelein. Sambil menulis, Cornelis Chastelein membuka lahan di sisi timur
sungai Tjiliwong (kini Senen sekitar RSPAD). Pada tahun 1696 Cornelis
Chastelein membuka lahan baru di Sringsing dan kemudian di Depok. Pada tahun
1703 ketika Abraham van Riebeeck memimpin ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong
dan Preanger bertemu dengan Cornelis Chastelein di Sringsing. Sejak itu
pertemanan mereka menjadi lebih dekat. Sementara itu pada tahun 1706 seorang
pelukis Prancis, Cornelis de Bruijn berhasil mengabadikan Sringsing dan benteng
Tangerang dalam bentuk lukisan.

Lantas bagaimana awal introduksi kopi di Kedaung?
Semua tidak berdiri sendiri, tetapi semua terhubung satu sama lain. Semua ada mulanya. Land Kedaung dipilih sebagai tempat pertama introduksi kopi tahun 1711 tentu saja ada
alasannya. Yang jelas sejarah kopi di Indonesia dimulai di Kedaung (dekat di hilir Kota Tangerang). Mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Majoor Saint Martin

Isaack de St. Martin dan Abraham van Riebeeck adalah
dua serangkai yang berperan aktif mengawal (kesultanan) Banten dari Inggris.
Itu terjadi pada tahun 1679. Tahun inilah Cornelis Snock mulai membangun
pertanian di daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane.
St.
Martin, seorang Prancis militer profesional yang menguasai bahasa pribumi. Pada
saat terjadi perang saudara di Banten pada tahun 1682 kembali St Martin dikirim
ke Banten. Hasilnya memuaskan dengan perjanjian damai pada tahun 1684. Atas
prestasi ini St Martin diberi hadiah lahan paling subur di Tjinere dan Tjitajam
dan mendapat kedudukan penting di pemerintahan. Abraham van Riebeeck, seorang
sarjana adalah anak dari Gubernur Amboinia, Jan van Riebeeck (1665-16??). Pada
masa ini, Georg Eberhard Rumphius seorang pedagang utama di Amboinia menaruh
minat yang besar terhadap botani dan etnografi.
Isaack
de St. Martin memulai karir militer tahun 1662 dengan pangkat letnan. Martin saat
itu membantu Rijckloff van Goens yang memimpin ekspedisi ke Malabar (India
selatan). Dari Malabar, Rijckloff van Goens membawa St Martin ke Hindia. Pada
tahu 1672 St Martin diketahui berpangkat Kapitein yang ditempatkan di Kasteel
Batavia. Setelah sukses di Japara, St Martin bersama Abraham van Riebeeck ke
Banten tahun 1679. Saat ini yang menjadi Gubernur Jenderal adalah mantan bosnya
dulu di Malabar, Rijckloff van Goens (1678-1781). Saat St Martin menerima lahan
subur di Tjinete dan Tjitajam yang menjabat Gubernur Jenderal adalah Johannes
Camphuys, seorang yang memiliki perhatian pada masalah botani. Sejak inilah St
Martin mengusahakan pertanian di Tjinere dan Tjitajam. Minat Georg Eberhard
Rumphius di bidang botani yang pernah didukung oleh Gubenrur Jenderal Joan
Maetsuycker (1653-1678) kembali mekar. Johannes Camphuys menugaskan Georg
Eberhard Rumphius di Amboina untuk memulai menyusun buku botani.
Georg Eberhard Rumphius yang sejak lama sendiri
dalam bidang botani, Gubernur Jenderal Johannes Camphuys menugaskan St. Martin
sebagai asisten Georg Eberhard Rumphius di Herbarium Amboinense. Georg Eberhard
Rumphius di Ambon dan St. Martin di Batavia dapat dikatakan sebagai peletak
dasar ilmu pengetahuan di Hindia (baca: Indonesia).
Semasa
Rijckloff van Goens menjadi Gubernur Jenderal (1678-1781), St. Martin
mengusulkan perlunya sebuah kantor di Batavia untuk urusan yang terkait dengan
minatnya yakni di bidang botani dan etnografi. Sejak inilah St. Martin
terhubung (secara jarak jauh) dengan Georg Eberhard Rumphius di Ambon.  Inventarisasi St. Martin menunjukkan bahwa
dia menyukai dalam hal senjata oriental, tetapi juga dalam tulisan dan
manuskrip oriental; juga tanaman langka dan instrumen fisik. Perpustakaannya di
Batavia mengisi enam lemari besar. Dia sangat dikenal karena pengetahuan yang
tidak biasa dari bahasa Oriental, negara dan bangsa yang sangat berguna untuk
penelitian ilmiah. Pada tahun 1686 St Martin bersama Joan van Hoorn diminta
Dewan untuk mengekploitasi lahan-lahan di Batavia dan sekitar bersama para
pemimpin pribumi. Mendatangkan pekerja dari luar Batavia mulai dilakukan. Joan
van Hoorn kelak menjadi Gubernur Jenderal (1704-1709).
Mr. Abraham van Riebeeck
Isaack de St. Martin sudah lama tiada, meninggal
dunia tahun 1696 (lihat Daghregister, 14 April 1696). St Martin disebutkan
meninggal dunia dalam status lajang. Propertinya di Hindia diambil kembali oleh
pemerintah karena ahli warisnya tidak ada yang tinggal di Hindia (begitu
peraturannya). Demikian juga Rumphius yang sudah lama buta meninggal dunia pada
tahun 1702. Yang masih tersisa adalah Cornelis Chastelein yang lebih banyak
perhatiannya untuk urusan pertanian dan botani yang boleh dibilang adakalnya menyendiri
di Sringsing dan Depok. Buku botani yang banyaknya tujuh volume warisan
Rumphius juga tidak tuntas diselesaikan oleh Saint Martin. Kini, proses
penyelesaiannya berada di tangan Cornelis Chastelein.

Abraham
van Riebeeck diberi izin memiliki land di Bodjong Manggis dan Bodjoeng Gede. Abraham
van Riebeeck juga diberi izin memiliki land di Pondok Poetjoeng (lihat
Daghregister 1701). Abraham van Riebeeck dipromosikan menjadi Directeur
Generael (lihat Daghregister 26 Mei 1703).
Saat melakukan finishing buku botani tujuh volume
ini, pada tahun 1703 Abraham van Riebeeck memimpin ekspedisi ke hulu sungai
Tjiliwong. Rute yang dilalui adalah sebagai berikut: Kastel Batavia,
Tjililitan, Tandjoeng, Sering Sing, Pondok Tjina, Depok, Pondok Terong, Bodjong
Manggis (dekat Bojonggede), Kedonghalang, Paroengangsana (Tanah Baru Bogor).
Pada
saat itu dari pelabuhan Tjililitan dilanjutkan dengan perahu ke hulu sungai
Tjiliwong melewati Tandjoeng (kini Pasar Rebo) dan Sering Sing (kini Serengseng
Sawah). Sudah barang tentu tim ekspedisi bermalam di real estate Cornelis
Chastelein di Sering Sing. Dari Sering Sing perjalanan dilanjutkan melalui
Pondok Tjina, Depok, Pondok Terong dan Bodjong Gede. Tim ini juga melaporkan
hasil ekspedisi ke Priangan di Tjiandjoe (melewati Gadok dan Tjisaroea). Besar
kemungkinan saat di Bodjong Gede inilah  Abraham
Jan van Riebeeck tertarik untuk memiliki land Bodjong Manggis (Bodjoeng Gede).
Sebagaimana diketahui land Depok sudah dimiliki oleh Cornelis Chastelein dan
land Pondok Terong (Tjitajam) dan land Tjinere masih tercatat atas kepemilikan
alm. Saint Martin. Saat ini diketahui land Ragoenan sudah dimiliki oleh Hendrik
Lucasz Cardeel (orang yang membangun masjid Banten)..
Tidak lama sepulang dari ekspedisi ke hulu sungai
Tjiliwong, Abraham  van Riebeeck
ditempatkan sebagai Gubernur di Malabar (tempat dimana dulu tahun 1662 memulai
karir militer). Hal ini karena di Malabar terjadi kenaikan eskalasi politik. Sepulang
dari Malabar (India Selatan), van Riebeeck tidak lama kemudian menjadi Gubernur
Jenderal pada tahun 1709.
Almanak, 1829

Saat
menjabat Gubernur Jenderal, Abraham van Reibeeck pada tahun 1710 mengambil
inisiatif untuk mengintroduksi tanaman kopi di Hindia. Lalu bibit kopi di
datangkan dari Malabar ke Hindia. Penanamannya dimulai di Kedawong tahun 1711. Lalu
dari Kedaoeng kemudian menyebar hingga hulu sungai Tangerang/Tjisadane dan hulu
sungai Tjiliwong. Inilah awal mula VOC/Belanda memperkenalkan kopi di Indonesia
(baca: Hindia). Berdasarkan catatan harian Kasteel Batavia Daghregister 7 September
1712 Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck bersama Cornelis Chastelein
berangkat ke land-land yang berada di Krawang. Kunjungan ke hulu sungai
Tjitaroem ini diduga dalam rangka untuk memperluas introduksi tanaman kopi.

Program introduksi kopi yang dilakukan oleh Abraham
van Reibeeck dan Cornelis Chastelein ini belum sepenuhnya tuntas, dikabarkan Abraham
van Reibeeck meninggal dunia pada tanggal 17 November 1713 di Batavia. Berita
kematian Abraham van Reibeeck ini sesuai dengan Daghregister 17 November 1713.
Sebagai pengganti Abraham van Reibeeck diangkat Christoffel van Swol
(1713-1718). Pada tanggal 18 Mei 1714 (sesuai Daghregister) istri alm. Abraham van
Reibeeck meninggal dunia.
Cornelis
Chastelein tinggal sendiri. Dua tahun kemudian Cornelis Chastelein harus
kehilangan putra semata wayang Anthonij Chastelejn pada tanggal 8 Februari.
1715 (sesuai tanggal Daghregister).
Botani dan Kopi

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top