Sejarah

Sejarah Tata Kota Indonesia (11): Tata Kota di Palembang di Daerah Aliran Sungai Musi; Prasasti Kedukan Bukit – Kerajaan Sriwijaya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Kota
Palembang disebut kota tua. Pada masa ini tanggal 17 Juni 688 dijadikan sebagai
hari jadi Kota Palembang. Sedikit lebih muda dari kota Kediri (27 Juli 879).
Okelah, itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana kota
Palembang di daerah aliran sungai Musi terbentuk dan tetap eksis hingga ke hari
ini.


Asal Usul Nama Palembang, Tempat yang Basah. sumsel.
inews.id. Jumat, 23 Desember 2022. Asal usul nama Palembang terkait sejarah
dan topografinya. Palembang merupakan kota tertua dan berada di dataran rendah
berupa rawa dan banyak sungai di dalamnya. Predikat kota tertua berdasarkan
prasasti Kedukan Bukit tertulis 16 Juni 682. Saat itu, penguasa Sriwijaya
mendirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal Palembang.  Topografinya dikelilingi air dan sebagiannya
terendam air berupa rawa dan sungai. Statistik 1990 dari laman resmi Pemerintah
Kota Palembang, 52 persen tanah di Palembang tergenang air. Data tersebut tentu
sudah menurun karena perkembangan kota, namun dipastikan wilayah Palembang yang
tergenang air masih cukup luas. Sebelum dibangun stadion dan puluhan gedung
olah raga serta perumahan dan pasar, Jakabaring adalah hamparan rawa. Nenek
moyang Wong Kito Galo menamakan wilayah dengan Palembang dari bahasa Melayu. Pa
atau Pe adalah kata untuk menunjuk suatu tempat. Sementara lembang berasal dari
lembeng berarti dataran atau tanah rendah yang terendam air. Karena itu,
Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan besar memiliki armada laut kuat
berpusat di Palembang. Palembang juga memiliki dataran tinggi salah satunya di
Bukit Siguntang di kawasan Bukit, taman sekaligus tempat makam keturunan Raja
Sriwijaya
. (https://www.inews.id/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota di
Palembang di daerah aliran sungai Musi? Seperti disebut di atas, kota Palembang
berada di wilayah rendah berair (berawa). Disebut kota Palembang dulunya
merupakan pusat kerajaan Sriwijaya, tepatya di bukit Siguntang, tempat dimana
ditemukan prasasti Kedukan Bukit (682). Lalu bagaimana sejarah tata kota di
Palembang di daerah aliran sungai Musi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe,
semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan
sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Tata Kota di Palembang di Daerah Aliran Sungai Musi; Prasasti
Kedukan Bukit dan Kerajaan Sriwijaya

Kapan nama Palembang muncul? Nah, itu dia. Tentu
saja itu penting karena nama ini hingga hari ini tetap eksis sebagai kota di daerah
aliran sungai Musi, Sumatra bagian selatan. Seperti disebut di atas, pada masa
ini hari jadi kota Palembang merujuk pada tahun 682 dimana prasasti bertarih
tahun 682 ditemukan di Palembang. Di suatu tempat di bukit rendah (Bukit
Siguntang) di tengah kota Palembang yang sekarang (disebut prasasti Kedukan
Bukit).


Dalam prasasti Kedukan Bukit ada dua nama tempat yang disebut yakni (dari)
Minanga dan tiba (di) Matajap untuk membuat banua (kerajaan baru?). Nama Sriwijaya
pada kalimat terakhir suatu nama kerajaan. Dimana itu Minanga dan dimana ini
Matajap? Apakah duan ama tempat itu telah menjadi bagian kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Kedukan Bukit yang ditermukan di Bukit Siguntang tidak sendiri. Ada
empat prasasti lain yang satu sama lain isinya kurang lebih sama yakni tentang
hukum penaklukan di wilayah-wilayah baru, yakni: prasasti bertarih 684 yang
ditemukan di Talang Tuo (di kota Palembang), prasasti yang ditemukan di Pasemah
(Kalianda/Lampung), prasasti di Karang Brahi/Sarolangun Jambi dan prasasti yang
ditemukan di Kota Kapur (pantai barat Bangka). Dalam prasasti Kota Kapur
bertarih 686 ada nama satu tempat yang disebut (‘tentara Sriwijaya baru
berangkat untuk menyerang bumi Jawa yang tidak takluk kepada Sriwijaya). Nama
Sriwijaya pada prasasti Kota Kapur ini lebih menjelaskan bahwa ada nama
kerajaan besar (Sriwijaya) yang tengah dalam perjalanan menuju Jawa. Dari lima
prasasti muncul pertanyaan yang memerlukan jawabannya. Dimana itu Minanga? Tempat
Dapunta Hyang Nayk berangkat. Apakah Matajap adalah tempat dimana kota Palembang
yang sekarang berada? (Prasasti Kedukan Bukit). Dalam Prasasti Talang Tuo
disebut raja adalah Dapunta Hyang Srijayanaga (raja yang baru ditabalkan di
Matajap?). Dalam prasasti ini Dapunta Hyang Srijayanaga mengingatkan niat dari Dapunta
Hyang Nayk (?). Lalu dalam konteks lima prasasti itu siapa Dapunta Hyang Nayk? Maharaja
Sriwijaya (yang datang) dari Minanga, (singgah di Matajap) dan kemudian
(meneruskan perjalanan) ke Jawa? Dalam azas silogisma Dapunta Hyang Nayk berangkat
dari Minanga dalam perjalanan ke Jawa, sementara Dapunta Hyang Srijayanaga
(tetap di Matajap) sebagai raja yang baru (ditasbihkan dengan gelar Dapunta
Hyang; semacam sultan?). Dalam hal ini nama Jawa cukup jelas. Lalu apakah nama
tempat Matajap adalah Palembang?  Kemudian, apakah nama Minanga adalah kota
Binanga yang sekarang di daerah aliran suangai Barumun (Padang Lawas)? Catatan:
Padang Lawas kini adalah pusat percandian terbesar di Indonesia di Sumatra.

Nama Palembang tidak ditemukan dalam
prasasti-prasasti lama. Apakah prasasti di Sumatra maupun di Jawa. Yang ada
adalah nama Minanga dan Matajap di Sumatra (Sriwijaya). Nama yang mirip Minanga
disebut dalam prasasti Laguna (bertarih 900): ‘yang termasyhur dari Binwangan’.
Nama Sriwijaya kembali disebut dalam prasasti Tanjore (bertarih 1030). Dalam
prasasti ini juga disebut nama-nama tempat (mirip) di wilayah Padang Lawas,
seperti Vidyadhara-torana (Torgamba); Pannai (Pane); Malaiyur (Malea);
Mappappalam (Sipalpal); Mevilimbangam (Limbong); Ilangasogam (Binanga/Langga Sunggam);
Valaippanduru (Mandurana); Takkolam (Akkola); Madamalingam (Mandailing). Lantas
apakah nama Illanga (prasasti Tanjore) merupakan nama Minanga (prasasti Kedukan
Bukit). Nama Palembang sendiri baru ditemukan dalam catatan Tiongkok (dan
kemudian dalam peta-peta Eropa/Portugis).


Nama Palembang juga disebut dalam teks Negarakertagama (bertarih 1365). Keberadaan
teks ini berada di Jawa. Dalam teks ini tidak ada disebut nama Sriwijaya. Nama
Sriwijaya disebut terakhir pada prasasti Tanjore 1030, dimana juga nama
Minanga/Illanga/Binanga disebut. Dalam teks Negarakertagama hanya nama Lampong
dan Palembang yang disebut di wilayah Sumatra bagian selatan. Di wilayah
Sumatra bagian tengah nama-nama yang disebut adalah Jambi, Darmasraya, Kampar,
Syak, Mandailing, Lawas, Pane dan Rokan serta Tebo/Toba. Apakah dalam hal ini
Matajap telah digantikan Palembang; dan Minanga telah digantikan oleh Panai/Pane
dan Lawas?

Nama-nama tempat di nusantara baru terpetakan pada
peta-peta Portugis. Pelaut-pelaut Portugis menaklukkan dan menduduki (kerajaan)
Malaka tahun 1511. Dalam laporan tiga kapal Portugis yang melanjutkan navigasi
pelayaran ke Maluku pada tahun 1511 yang dipimpin oleh Francisco Rodriguez disebut
nama Palembang, terdapat pada peta navigasi Rodriguez (Peta 19): „esta he a
firn da Ilha de camatara, Palembam, Nucapare, Ilha de bamca, Compeco da Ilha de
maquater”. Ini mengindikasikan nama Palembang sejak 1365 hingga tahun 1511
masih eksis.


Dalam laporan-laporan Portugis, hanya ada tiga nama kerajaan di seputar
selat Malaka yang dideskripsikan panjang lebar yakni Aroe Batak Kingdom, Malaka
dan Atjeh. Dalam laporan Mendes Pinto Kerajaan Aroe Batak beberapa kali
menyerang Malaka (sehingga selalu Malaka khawatir terhadap Aroe Batak di pantai
timur Sumatra). Kejadian itu terjadi sebelum Portugis menaklukkan dan menduduki
Malaka tahun 1511. Mendes Pinto yang pernah berkunjung ke Aroe Batak pada tahun
1537 mencatat kekuatan pasukan Aroe Batak sebanyak 15.000 tentara yang mana
delapan ribu orang Batak dan sisanya didatangkan dari Jambi, Indragiri, Minangkabau,
Broenai dan Luzon (tempat dimana ditemukan prasasti Laguna).

Meski nama Palembang kurang terdiskripsikan pada laporan-laporan
Portugis, tetapi nama Palembang sendiri sudah terpetakan dalam peta-peta Portugis.
Peta buatan ahli kartografi Portugis kemudian yang digunakan oleh pelaut-pelaut
Belanda yang melakukan ekspedisi pertama ke Hindia Timur (1595-1597). Dalam
peta tersebut (lihat peta) nama Palembang diiidentifikasi di pantai timur
Sumatra bagian selatan (juga ada nama Lampong); di pantai barat Sumatra ada
nama Indrapoera, Minangkabau dan Baroes; di pantai timur Sumatra bagian tengah/utara
diidentifikasi nama Indragiri dan Daru (D’Aru).


Sejak Belanda/VOC merelokasi
pos perdagangan utamanya dari Amboina ke hilir daerah aliran sungai Tjiliwong (Jacatra/Batavia)
tahun 1619, Pemerintah VOC mulai melakukan komunikasi pertama dengan penguasa Palembang tahun 1637 (lihat Daghregister). Sejumlah komunike dalam
bentuk nota (brieven) dikirimkan dari Batavia. Pada tahun 1643 dibuat suatu
resolusi dan
0 kemudian dibuat lagi resolusi
tahun 1644. Komunike ini berlangsung hingga tahun 1645. Komunike dilanjutkan
lagi pada tahun 1655, tahun 1656 dan 1658 yang hasilnya dibuat resolusi tahun
1659, 1662 dan 1663.

Jelas dalam hal ini nama Palembang adalah kota tua, sudah
diketahui sejak lama, bahkan sejak era Majapahit (lihat teks Negarakertagama 1365).
Namun yang pertanyaan dalam hal ini, dimana posisi GPS (kota) Palembang yang
diidentifikasi berada di pedalaman Sumatra (bukan di wilayah pesisir/pantai).
Peta tertua yang dapat dijadikan rujukan dalam hal ini adalah peta VOC yang
bertarih 1700. Dalam peta ini diidentifikasi di daerah aliran sungai Moesi
dengan nama Palimban (Palembang). Tanda benteng dalam peta tersebut adalah
benteng VOC (berada di sisi selatan sungai Moesi). Posisi tepatnya tidak jauh di
arah hulu dari pulau di tengah sungai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Prasasti Kedukan Bukit dan Kerajaan Sriwijaya: Kota
Palembang dan Bukit Siguntang

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top