Sejarah

Sejarah Tata Kota Indonesia (26): Tata Kota di Gorontalo, Poso dan Banggai; Diantara Manado – Makassar Pantai Timur Sulawesi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Seberapa
tua kota Gorontali? Yang jelas kini Gorontalo menjadi ibu kota provinsi di Semenanjung
Utara Sulawesi di pantai utara Teluk Tomini. Bagaimana dengan kota Poso di pantai
selatan Teluk Tomini? Ada baiknya untuk memperhatikan wilayah kuno di pedalaman
di Lembah Bada. Satu yang jelas bahwa kota Banggai di arah timur Poso sudah disebutkan
dalam teks Negarakertagama (1365). Teluk
Tomini memiliki riwayat sendiri dimana muncul nama-nama kota Gorontalo, Poso
dan Banggai.


Perkembangan Morfologi Kota Gorontalo dari
Masa Tradisional hingga Kolonial. Irfanuddin Wahid Marzuki. Program Doktor
Ilmu-Ilmu Humaniora Fakultas Ilmu Budaya UGM. Abstrak. Kota Gorontalo
merupakan kota terbesar dan menjadi cikal bakal Provinsi Gorontalo. Keberadaan
Gorontalo dimulai semenjak masa tradisional, kerajaan, kerajaan Islam,
kolonial, hingga saat ini. Pada masa tradisional dan kerajaan, Gorontalo
merupakan (vasal) kerajaan kecil yang masuk wilayah kerajaan Ternate. Gorontalo
mengalami perubahan kekuasaan pada masa kolonial, dengan dimasukkannya ke dalam
wilayah Karesidenan Manado. Kondisi tersebut tidak mengalami perubahan pada
masa kemerdekaan, Gorontalo menjadi wilayah Provinsi Sulawesi Utara hingga
tahun 2000 menjadi provinsi tersendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perkembangan morfologi kota Gorontalo dari masa tradisional hingga kolonial dan
faktor yang melatarbelakangi perkembangan morfologinya. Penelitian menggunakan
kajian arkeologi perkotaan, yang menitikberatkan kajian terhadap
komponen-komponen perkotaan, meliputi tata kota dan konsep yang
melatarbelakanginya, serta kehidupan masyarakat kota sebagai satu kesatuan.
Hasil penelitian menunjukkan pada masa tradisional morfologi kota Gorontalo
masih sederhana, permukiman menyebar dalam kelompok-kelompok kecil, dan tidak
memiliki komponen tata kota yang teratur. Titik permulaan sebagai sebuah kota
dengan komponen tata ruang yang teratur dimulai pada masa pemerintahan
(https://kemdikbud.go.id/) 

Lantas bagaimana sejarah tata kota di
Gorontalo di Poso dan di Banggai? Seperti disebut di atas, pada masa ini Gorontalo
menjadi ibu kota provinsi. Bagaimana dengan Poso? Pernah menjadi ibukota
residentie sebelum di Palu. Gorontalo, Poso dan Banggai memiliki riwayat sendiri
di Teluk Tomini, wilayah diantara Manado dan Makassar di Pantai Timur Sulawesi.
Lalu bagaimana sejarah tata kota di Gorontalo di Poso dan di Banggai? Seperti
kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah
pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.

Tata Kota di Gorontalo di Poso dan di Banggai; Wilayah
Aantara Manado dan Makassar Pantai Timur Sulawesi

Sejarah Gorontalo sesungguhnya
tidak berdiri sendiri. Sejarah Gorontalo harus dikaitkan dengan Bolaang
Mongondow, Minahasa dan Ternate. Catatan sejarah Gorontalo (dokumen Belanda)
tidak dimulai dari Makassar (Gowa Tallo) tetapi dari Ternate. Hal ini karena
ketika Makassar belum terbentuk, Ternate sudah menjadi kota dagang yang besar.
Itulah mengapa tiga wilayah ini awalnya masuk wilayah Residentie Ternate,
kemudian dimekarkan dengan membentuk Residentie Manado (lalu menyatu dengan
Makassar, meninggalkan Ternate).


Jauh sebelum itu, sejak kehadiran Spanyol, diduga kuat perhatian
Portugis dan Spanyol hanya terbatas di bagian utara khatulistiwa yang
membentang dari selat Malaka, melalui pantai utara Borneo, laut Sulawesi,
Semenanjung Sulawesi (Manado) hingga kepulauan Maluku yang berpusat di Ternate.
Hal itu karena kepulauan Maluku adalah sentra produksi rempah-rempah yang
penting (lada, cengkeh dan pala) yang nilai pasarnya di Eropa sangat tinggi.

Pada era Portugis, Amoerang
belumlah termasuk nama-nama tempat yang penting. Nama-nama tempat yang kerap
dicatat pada era Portugis adalah Ternate, Tidore, Manados (baca: Manado Toewa),
Kaidipan, Toli-Toli, Siaou, Sangir dan Talaod (lihat AJ van Aernsbergen dalam
Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1925).
Nama Amoerang berada di antara Kaidipan dan Toli Toli. Di tempat-tempat
pelabuhan tersebut sebelum kedatangan Portugis (Katolik) adalah wilayah
perdagangan orang-orang Moor (Islam). Diduga pedagang-pedagang Moor adalah
orang yang menyiarkan Islam di Ternate dan dan Tidore. Orang-orang Portugis di
tempat-tempat yang disebut tersebut baru muncul pada tahun 1547.


Salah satu sisa peninggalan Portugis di teluk Amoerang adalah benteng
yang tetap digunakan oleh orang-orang Belanda (VOC). Di dekat benteng (eks
Portugis) inilah Pemerintah VOC membangun pos perdagangan dan mengembangkan
kota (sebagai cikal Kota Amurang yang sekarang). Pada Peta 1695 pantai utara
Celebes (antara Manado dan Toli Toli) adalah lalu lintas perdagangan yang ramai
(paling tidak teridentifikasi tanda navigasi kedalaman laut) di sepanjang
pantai. Kedalaman laut di Amoerang sekitar 40 meter.

Kawasan pantai utara Celebes
ini dari Toli Toli hingga Manado adalah satu wilayah genealogis. Pada era
Poertugis, Raja Tolitoli adalah bersaudara dengan Raja Boeol, Raja Manado, Raja
Bolaang dan Ratu Kaidipan. Musuh mereka adalah Radja Makassar. Sementara di
pedalaman terdapat penduduk Alifuru (penyembah berhala) yang berpusat di
Tondano–yang dalam hal ini adalah penduduk yang berada di pedalaman Minahasa.

 

Penduduk pantai-pantai (dan pulau-pulau) bukanlah Alifuru (Minahasa)
tetapi penduduk yang berbeda dengan penduduk asli Minahasa. Penduduk
pantai-pantai (dan pulau-pulau) ini dapat dikatakan penduduk campuran (mix
population). Yang dalam hal ini sudah barang tentu telah terjadi interaksi
(perkawinan) antara penduduk pesisir pantai dan penduduk (asli) pedalaman.

Untuk meningkatkan keamanan
pedagang-pedagang Portugis mulai membangun benteng di jalur navigasi pelayaran
antara Broenai dan Ternate di Semenanjung Sulawesi Benteng yang dibangun tahun
1527 tersebut berada di Ota (pantai utara Gorontalo) dekat muara sungai.


Setelah lama ditinggalkan Portugis di atas pondasi benteng ini dibangun
benteng baru oleh VOC pada tahun 1764 dengan dua bastion bentuk lingkaran.
Benteng Portugis lainnya di kawasan pantai utara semenanjung Sulawesi ini
adalah benteng di Amurang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Wilayah Aantara Manado dan Makassar Pantai Timur
Sulawesi: Kota Gorontalo Masa ke Masa

Diantara Portugis dan Spanyol
tidak hanya berbagi laut (navigasi pelayaran) juga terkesan mulai terjadi
persaingan diantara keduanya. Dalam konteks ini, pantai utara Jawa belum mereka
anggap penting


Pelaut-pelaut Spanyol sejatinya tidak pernah ke pantai utara Jawa. Namun
pelaut-pelaut Portugis yang sejak awal (1511) sudah mengetahui kota-kota
pelabuhan di panati utara Jawa, semakin dikenal setelah kunjungan Tome Pires ke
palabuhan Zunda Kalapa sekitar tahun 1516. Berdasarkan laporan Mendes Pinto
yang berkunjung ke pantai utara Jawa pada tahun 1539, kota pelabuhan Banten
sudah cukup ramai. Mendes Pinto juga mengunjungi kota pelabuhan Zunda Kalapa
dan kota pelabuhan Demak. Mungkin singgah di Cirebon, tetapi tidak diidentifikasinya
di dalam laporannya.

Pelaut-pelaut Portugis
diketahui sudah membangun benteng di kota pelabuhan Amboina, tetapi kapan
benteng tersebut dibangun tidak diketahui secara pasti. Benteng Portugis di
Amboina ini diduga dipilih karena posisinya yang strategi tidak hanya di
kepulauan Maluku tetapi juga pada posisi garis navigasi ideal dengan Jawa.


Pedagang-pedagang Portugis yang berpusat di Malaka dan Maluku telah
mengetahui bahwa produk khas wilayah Timor yakni kayu gaharu sangat laris di
Tiongkok, Pada tahun 1557, seorang misionaris Portugis mulai menetap di
Lahayong di Solor untuk melakukan pekerjaan misionaris di sana. Pulau Solor dan
pulau Timor adalah penghasil utama kayu gaharu di kawasan Timor. Pada tahun
1561 misionaris ini membangun paggar (benteng kayu) di atas bukit untuk
melindungi diri dari para budak dari Makassar yang bekerja di pulau. Benteng
Lahayong ini kemudian digantikan pada tahun 1565 dengan dibangunnya sebuah
benteng yang terbuat dari batu alam. Boleh jadi benteng Solor inilah benteng
ketiga Portugis di Nusantara.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur.
Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top