Sejarah

Sejarah Ternate (22): Sejarah Pendidikan Aksara Latin di Ternate; Mengapa Sekolah Lebih Awal di Amboina daripada Ternate?




false
IN


























































































































































 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Sejatinya
pendidikan modern (baca: aksara Latin) terbilang awal di Malaka dan Maluku. Itu
bermula karena kebutuhan orang-orang Portugis untuk mampu membantu orang-orang
Portugis untuk perdagangan dan kegiatan misi. Di wilayah Maluku meliputi
Amboina, Ternate dan Banda. Pengebangan pendidikan ala Portugis ini tetap
terselenggara pada era Belanda (VOC). Namun yang tetap menyelenggarakan adalah
para misionaris Portugis. Perhatian pemerintah VOC belum ada untuk kegiatan
pendidikan penduduk pribumi. Baru pada era Pemerintah Hindia Belanda kebijakan
dan program pendidikan bagi penduduk pribumi dimulai secara sistematik.

Kegiatan misionaris (Katolik) pada era
Portugis memiliki kaitan erat dengan pengenalan pendidikan aksara Latin kepada
penduduk pribumi. Hal ini berbeda dengan kegiatan penyiaran agama Islam yang
memperkenalkan aksara Arab, kegiatan misionaris memperkenalkan akasara Latin karena
kitab suci Injil ditulis dalam aksara Latin bahasa Portugis dan aksara Latin
dalam bahasa Melayu. Dalam pengajaran agama inilah, para misionaris Portugis,
tidak hanya mengajar membaca (dan menulis) dalam aksara Latin, juga ditambahkan
pelajaran berhitung sederhana. Dengan adanya pelajaran membaca, menuslis dan
berhitung ini secara tidak langsung telah terbentuk sistem pendidikan di tengah
penduduk peribumi meski kegiatannya hanya diselengarakan di rumah-rumah
penduduk. Hanya pusat misionaris (stasion) yang memiliki ruang kelas belajar
untuk menyiapkan para pemuda-pemudi sebagai guru bantu. Namun kegiatan
pendidikan ala misionaris ini tidak terlalu berkembang karena kurangnya
dukungan pemerintah Portugis, karena di Hindia Timur yang berkuasa adalah
pemerintah Belanda (VOC).

Lantas
bagaimana sejarah pendidikan di Maluku khususnya di Ternate
? Seperti yang disebut di atas, pendidikan aksara
Latin ala (misionaris) Portugis dianggap tidak memenuhi syarat pada era
Pemerintah Hindia Belanda (tidak ada perencanaan dan pengawasan). Ketika
diperkenalkan pendidikan di Maluku, sistem pendidikan ala misionaris itu
ditingkatkan sesuai standar nasional pemerintah.
Lalu bagaimana sejarah pendidikan
aksara Latin di Ternate
? Seperti
kata ahli
sejarah
tempo doeloe,
semuanya
ada permulaan.
Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sekolah dan Pendidikan Aksara
Latin di Ternate

Sejak
kembalinya Belanda berkuasa pada tahun 1817 (pasca pendudukan Inggeris), pada
tahun 1819 mulai ditempatkan guru-guru di beberapa kota seperti di Batavia,
Semarang, Soerabaja dan Padang. Tampaknya itu masih terbatas untuk warga Eropa.
Sementara itu, sejak 1824 Residentie Ternate dimekarkan dengan membentuk
Residentie Manado en Gorontalo. Dengan demikian di Province Molukkas terdapat
empat reisidentie dimana Gubernur berkedudukan di Amboina,

Dalam Almanak 1827 sejumlah kota di Jawa sudah
secara intens kehadiran guru-guru sekolah. Guru-guru sekolah di kota-kota di
luar Jawa berada di Makassar, Amboina, Banda, Padang dan Koepang.Yang sudah ada
pengawas terdapat di Makassar, Amboina dan Padang. Disamping itu, selain
ditempatkan pendeta di Batavia, Semarang dan Soerabaja di Jawa, juga pendeta
ditempatkan di Amboina. Selain pendeta-pendeta tersebut, zendeling (misionaris)
juga ditempatkan di Amboina, Banda dan Ternate. Penempatan pendeta dan
misionaris di Amboina, Banda dan Ternate diduga untuk mengimbangi keberadaan
pendeta dan misionaris Katolik yang sudah ada selama ini.

Dalam
Almanak 1831 sudah dibentuk komisi pendidikan termasuk di Amboina dan Banda.
Juga disebutkan sudah adanya sekolah pemerintah yakni bangunan atau ruangan
yang secara khusus digunakan untuk sekolah. Dalam Almanak ini juga sudah
dicatat keberadaan sekolah berbahasa Melayu untuk penduduk pribumi di Padang
dan Koepang. Sekolah berbahasa Melayu di Koepang ini adalah sekolah pemerintah
dan sekolah non pemerintah di beberapa tempat di Timor. Boleh jadi sekolah
pribumi di Koepang ini adalah satu-satunya sekolah pemerintah yang ada. Di
Amboina, Banda (dan Ternate) tampaknya masih sekolah ala misionaris Portugis..Sementara
sekolah Kristen di Toegoe dan Depok sudah dicatat. Pada tahun 1834 seorang
pendeta-misionaris di Amboina (BNJ Roskott) berinisiatif untuk mendirikan
sekolah guru untuk pribumi.

Dalam Almanak 1836 dicatat sudah ada guru dan sekolah
pemerintah di Ternate. Juga dicatat adanya guru swasta. Tidak ada sekolah
berbahasa Melayu untuk pribumi.Selain itu di Ternate sudah dicatat sekolah
panti asuhan (Weeshuis School) yang dikelola oleh guru S Manuputi.

Hingga
pada tahun 1850 di Ternate belum ditemukan ada laporan yang menjelaskan ada
sekolah untuk penduduk pribumi. Memang ada sekolah pribumi di Ternate sejak
1834 tetapi hanya bersifat khusus sebagai panti asuhan (yang dikaitkan dengan
kegiatan zendeling). Sementara di Amboina sejak 1834 sudah didirikan sekolah
guru (yang didirikan zending Belanda). Sekolah guru Amboina ini menjadi kawah
candradiuka untuk penyediaan guru-guru di kepulauan Maluku, tidak hanya di
Amboina juga di Ternate, Banda dan Manado.

Di beberapa tempat di Jawa sudah ada sekolah-sekolah
untuk penduduk pribumi dengan bahasa dan aksara Jawa serta aksara Latin bahasa
Melayu seperti di Soeracarta. Di luar Jawa sekolah-sekolah untuk pribumi masih
sedikit. Seperti disebut di atas sudah sejak lama diadakan di kota Padang. Pada
tahun 1846 dilaporkan pendidikan aksara Latin sudah diperkenalkan di pedalaman
di Residentie Padangsche Bovenlanden di Fort de Kock. Beberapa tahun kemudian
pada tahun 1849 juga pendidikan aksara Latin sudah diperkenalkan di afdeeling
Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli. Sejauh ini di Batavia sendiri
belum ada sekolah untuk pribumi. Pada tahun 1951 di Soeracarta dilaporkan
sekolah guru didirikan oleh Mr P van der Broek (kemudian menjadi sekolah guru
pemerintah yang pertama).

Pada
tahun 1851 terbit suatu laporan pendidikan di Hindia Belanda per 31 Desember
1949 (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en
advertentieblad, 21-07-1851).  Sayangnya
surat kabar ini hanya mengutip tentang situasi dan kondisi sekolah-sekolah
Eropa dan sekolah-sekolah pribumi yang dihubungkan dengan kegiatan misionaris
(zending) khususnya di kepulauan Maluku. Dalam laporan ini dicatat beberapa
sekolah baru untuk orang Eropa didirikan seperti di Bangkalan dan Ternate pada
tahun 1834, di Bengkoelen tahun 1835 dan di Manado pada tahun 1836 (catatan:
sekolah di Bangkalan ditutup tahun 1843). Hingga pada akhir tahun 1845 sekolah
dasar Eropa memiliki dua puluh empat sekolah dasar negeri dan dua puluh tiga
sekolah swasta. Jumlah ini telah meningkat pada tahun 1851 menjadi 37 buah
sekolah negeri (jumlah sekolah swasta tidak berubah). Penambahan sekolah negeri
ini di Banten, Buitenzorg., Salatiga, Pattie, Kedirie, Probolingo, Palemhang,
Timor dan Banjermassin.

Sekolah Kristen pribumi terus bertambah banyak
di Jawa dan Sumatra terutama di province Maluku yang perkembangannya pesat yang
boleh jadi karena ada sekolah guru di Amboina (sejak 1834). Di Residentie
Amboina terdapat sebanyak 67 buah sekolah dengan total 7.323 siswa. Sementara
di residentie Banda hanya sebanyak 90 siswa.Sedangkan di Jawa sebanyak 90
siswa, (residentie) Ternate en Batjan sebanyak 125  siswa, residentie Manado 5.006 siswa,
Residentie Timor 2.500 siswa, dan Borneo 420 siswa yang secara keseluruhan
15.535 siswa.

Pada
tahun 1856 sekolah guru pemerintah yang kedua di Fort de Kock didirikan JAW van
Ophuijsen. Lalu pada tahun 1857 satu lulusan sekolah dasar di Afdeeeling
Mandailing en Angkola Residentie Tapanoeli bernama Si Sati berangkat studi ke
Belanda untuk mendapatkan akte guru. Si Sati alias Willem Iskander lulus tahun
1860 dan pada tahun 1861 kembali ke tanah air. Pada tahun 1862 Willem Iskander
mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobato, ondeafdeeling Mandailing.
Sekolah guru Tanobato ini menjadi sekolah guru pemerintah yang ketiga di Hindia
Belanda. Pada tahun 1865 Inspektur Pendidikan Hindia Belanda Mr CA van der
Chijs mengumumkan sekolah guru Tanobato yang terbaik di Hindia Belanda.

Sejak 1862 sekolah guru (zending) di Amboina
ditutup karena pemerintah menganggap tidak layak dan tidak memenuhi standar.
Pada tahun 1866 sekolah guru yang baru dibuka di Bandoeng dan Amboina.  Sekolah pemerintah untuk pribumi sendiri di
pulau Jawa baru terdapat sebanyak 65 buah. Di Residentie Manado terdapat di
Minahasa sebanyak 12 buah dan di Gorontalo sebanyak empat buah serta di Talaud
satu buah. Di Residentie Celebes baru dua buah di Makassar dan Maros. Di
Amboina dan Timor sudah cukup banyak. Di Sumatra baru terbatas di Residentie
Padangsche (20 buah), Residentie Tapanoeli, Residentie Bengkoelen (6 buah)
serta di Residentie Lampong dan Residentie Banka masing-masing satu buah.
Di Residentie Tapanoeli
hanya terbatas di satu afdeeling (Afdeeling Mandailing en Angkola) yakni
sebanyak sembilan buah. Hal ini karena sekolah guru telah didirikan tahun 1862
oleh Willem Iskander di Tanobato,. Sampai sejauh ini di Ternate belum ada
laporan adanya sekolah pemerintah untuk pribumi.

Tunggu
deskripsi lengkapny
a

Sekolah Guru di Amboina:
Pengadaan Guru di Ternate dan Manado

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top