Sejarah

Sejarah Ternate (24): Sejarah Lapangan Terbang Morotai (Bandara Pitu); Simbol Berakhirnya Kolonial di Ternate, Maluku




false
IN


























































































































































 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Ternate dalam blog ini Klik Disini

Lapangan
terbang tertua di Maluku Utara bukanlah Bandara Sultan Babullah  di (pulau) Ternate, tetapi lapangan Terbang
Pitu di (pulau) Morotai. Lapangan terbang Morotai tidak pula setua lapangan
terbang yang berada di wilayah (kota) lain. Lapangan terbang Morotai dibangun
pada saat terjadinya Perang Pasifik (1942). Lapangan terbang ini tidak terkait
kolonial Belanda, tetapi lapangan terbang ini menjadi rebutan antara militer
Jepang dan militer Sekutu-Amerika Serikat karena posisi strategisnya. Lapangan
terbang Morotai ini kini dikenal bandar udara (bandara) Pitu.

Pada masa ini di (provinsi) Maluku Utara cikup
banyak lapangan terbang. Selain lapangan terbang Pitu di pulau Morotai,
lapangan terbang terbesar berada di (pulau) Ternate, Bandar Udara Sultan
Babullah. Lapangan terbang lainnya adalah Bandar Udara Buli (kabupaten
Halmahera Timur); Bandar Udara Emalamo di Sanana (kabupaten Kepulauan Sula); Bandar
Udara Gamarmalamo di Galela dan Bandar Udara Kobok di Kao (kabupaten Halmahera
Utara); Bandar Udara Kuabang juga di Kao; Bandar Udara Oesman Sadik di Hidayat
(kabupaten Halmahera Selatan). Satu lapangan terbang lagi yang tengah dibangun
adalah Bandar Udara Internasional Sultan Nuku di Kota Sofifi (ibu kota provinsi
Maluku Utara di pulau Halmahera).

Lantas
bagaimana sejarah lapangan terbang Morotai
? Seperti disebut di atas lapangan terbang ini yang pertama
di provinsi Maluku Utara, tetapi yang lebih penting dari itu lapangan terbang
Morotai yang dibangun tahun 1942 dapat dikatakan sebagai simbol berakhirnya kolonial
di Ternate, Maluku. Bagaimana bisa
? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan.
Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber
buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku
juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam
penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut
di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja*.

Awal Mula Lapangan Terbang
Morotai

Jepang
tidak memiliki akses yang leluasa untuk menghubungkan jalur penerbangan ke
Hindia Belanda (baca: Indonesia). Hal itu karena sudah diketahui ada indikasi
bahwa Jepang akan melakukan invasi ke Asia Tenggara (termasuk Hindia Belanda).
Dalam situasi dan kondisi tersebut, Jepang menjalin kerjasama dengan Timor
Portugis (Dili) untuk diizinkan membuka jalur penerbangan antara Palau dan Dili
(lihat De Indische courant, 17-01-1941). Kerjasama tersebut terealisasi beberapa
minggu kemudian setelah dua pesawat Jepang yang membawa 20 penumpang dari Palau
tiba di Dili.

Maksud Jepang itu juga diketahui oleh
Australia yang juga mulai merintis jalur penerbangan dari Sydney ke Koepang dan
ke Dili. Bahkan Australia akan membuka jalur penerbangan langsung dari Sydney
ke Dili. Terjadi semacam game theory antara Jepang dan Australia yang tiba-tiba
sama-sama tertarik membukan jalur penerbangan ke Dili. Pemerintah Hindia
Belanda tentu saja was-was, namun tidak bisa berbuat karena Dili adalah Timor
Portugis. Yang jelas pembukaan jalur penerbangan dari Jepang ke Dili via Palau
adalah prakondisi sebelum perang dilancarkan ke Asia Tenggara. Tentu saja
dengan pembukaan jalur penerbangan ke Dili ini, atase militer Jepang atau
mata-mata akan bergerak bebas dari Jepang ke Dili (atau sebaliknya).

Setahun
setelah pembukaan jalur penerbangan antara Jepang dan Dili via Palau, seperti
yang diduga semua pihak benar-benar terjadi serangan militer Jepang ke Hindia
Belanda pada bulan Januari 1942 (lihat De Indische courant, 05-01-1942).
Disebutkan bom pesawat terbang Jepang telah dijatuhkan di Kepulauan Terempa
(Natuna), Pontianak, Sorong, Ternate, dan Anambas adalah bukti nyata bagi kita
bahwa musuh telah menyasar penduduk sipil. Beberapa hari keudian pada tanggal
11 Januari Jepang telah menyerang kilang minyak Tarakan dan pasukan Belanda di
Kakas (Minahasa). Sebelu itu diketahui Australia telah menduduki Timor Timur
(lihat Onze toekomst, 14-01-1942).

Pendudukan Australia atas Timor Timur
dilakukan pada tanggal 17 Desember secara diam-diam (sambil mengirim delegasi
runding kepada Gubernur dengan alasan pencegahan invasi Jepang ke Indonesia,
karena menurut intelijen Timor Timur dicantumkan dalam rencana strategis Tokyo).
Gubernur Timor Timur memprotes, karena dia mengatakan belum menerima instruksi
apapun dari Lisbon, tetapi tidak ada perlawanan terhadap pendaratan Australia
di Dilli. Jelas dalam hal ini, sebelum Jepang melakukan invasi ke Indonesia,
Australia sudah lebih dulu melakukan invasi ke Timor Timur. Dalam
tulisan-tulisan masa kini, invasi Australia ini kurang terinformasikan (seakan
sengaja dianggap remeh).

Australia
yang sok jagoan dan secara tak sadar sejatinya telah melakukan invasi ke Timor
Timur, Jepang tidak diam. Lalu pada tanggal 20 Februari 1942 terjadi
pertempuran di Selat Lombok dengan angkatan udara Hindia Belanda dan di Timor
dengan Australia. Kapal laut Australia yang berada di sekitar Timor hancur
lebur oleh pesawar-pesawat pembom Jepang. Pasukan dan militer Jepang tidak
kembali ke Singapoera tetapi mendarat di Timor (Koepang dan Dili). Singapoera
sendiri telah diduduki sejak tanggal 15 Februari.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lapangan Terbang Morotai: Berakhirnya
Kolonial di Ternate, Maluku

Tunggu
deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi:
akhirmh@yahoo.com


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top