Sebelum didirikannya Hotel Centrum
di pusat kota (dekat dengan Kraton Djogjakarta dan Kantor Residen), Losmen
Mataram sudah sejak lama ditingkatkan dan adakalanya disebut sebagai Hotel
Mataram. Namun karena masih meiliki istal, para pengunjung juga masih kerap
menyebutnya sebagai Losmen Mataram. Nama Losmen Mataram disebut sebagai Hotel
Matarm paling tidak sudah muncul tahun 1872 (lihat De locomotief: Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 22-11-1872). Sementara itu, Losmen Malioboro
tetap sebagai Losmen Malioboro. Meski demikian, nama Losmen Malioboro cukup
terkenal, tidak hanya karena tempat penginapan yang pertama di Jogjakarta, juga
Losmen Malioboro kerap digunakan Boedi Oetomo sebagai tempat rapat umum.
Mataram kemudian mendapat saingan baru dengan adanya rencana investor baru
membuka hotel di Jogjakarta. Hotel baru itu disebut Grand Hotel. Pembangunan
hotel baru ini dimulai tahun 1908 dan selesai pada tahun 1911. Bangunan dan
fasilitas Grand Hotel cukup mewah. Jalan yang berada di depan hotel kemudian disebut
Jalan Malioboro. Dengan kehadiran Grand Hotel, nama Hotel Centrum tidak pernah
muncul lagi. Terakhir terdeteksi Hotel Centrum tahun 1905. Grand Hotel dapat
dikatakan suksesi Hotel Centrum yang terus bersaing dengan Hotel Mataram.
pananda navigasi dalam kota (pada Peta 1909 ruas jalan tersebut sudah ditandai
sebagai Malioboro). Area sekitar losmen juga kerap disebut sebagai kawasan
Malioboro (lihat misalnya Bataviaasch nieuwsblad, 09-12-1912). Pada tahun 1918
sudah ada yang secara eksplisit menyebut jalan di depan Losmen Malioboro
sebagai jalan (weg) Malioboro. Disebutkan perusahaan NV Djokjasche
Machinehandel mangadakan rapat umum di Toko Van Biene yang terletak di Jalan
Malioboro (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-11-1918). De Indische
courant, 09-08-1923 menyebutkan jalan utama (di) Jogjakarta adalah ruas jalan
Toegoe, Malioboro, Patjinan dan Résidentielaan.
Hotel semakin berkembang. Pada tahun 1924 dibuka jalan baru di Jogjakarta (De
Indische courant, 11-02-1924). Disebutkan bahwa pada hari Sabtu pagi diadakan
di gedung Nillmij pembukaan jalan baru sebagai jalan penghubung dengan
lingkungan baru (nieuwe wijk) Malioboro. Pembukaan jalan baru ini dilakukan
oleh Sultan dan Residen. Jalan baru ini terletak dekat dengan Grand Hotel.
Masyarakat akan diizinkan untuk berjalan di jalan/jembatan tersebut pada pukul
12 siang.
![]() |
Lokasi Grand Hotel di Jogjakarta (Peta 1925) |
Dari informasi-informasi tersebut
bahwa nama Malioboro tidak hanya sebagai nama jalan utama (hoofdweg) tetapi
juga nama area di sekitar menjadi kelurahan baru (nieuwe wijk) yang baru.
Losmen Malioboro?.Meski sudah ada hotel besar (Hotel Grand dan Hotel Mataram)
di Jalan Malioboro, keberadaan Losmen Malioboro masih tetap eksis, paling tidak
hingga tahun 1924 ini (lihat De Indische
courant, 15-08-1924). Disebutkab bahwa di Loge Malioboro diadakan pertemuan
umum. Jalan Malioboro lambat laun menjadi sangat ramai. Akan tetapi dalam perkembangannya
Loge Malioboro tidak pernah muncul lagi. Pada Peta 1925 di sekitar Jalan
Malioboro tidak ditemukan lagi nama Losmen Malioboro. Nama-nama bangunan di
seputar Jalan Malioboro yang terkenal adalah Hotel Grand, Hotel Mataran dan
Loge Mataram.
sepintas adalah teka-teki. Tetapi sesungguhnya mudah ditebak. Penjelasannya
adalah sebagai berikut: Pada tahun 1909 Loge Malioboro berada di taman kota
(stadtuin), Losmen Maliboro dan Losmen Mataram berdampingan. Lalu pemilik
Losmen Mataran membangun Hotel Mataram. Dalam perkembangannya, pemilik Losmen
Mataran tidak hanya membangun hotel, tetapi juga mengakuisisi Losmen Malioboro.
Lalu Hotel Mataram tetap di tempatnya, sedangkan losmen yang sebelumnya bernama
Malioboro diganti dengan nama Loge Mataram. Lantas bagaimana dengan losmen
Mataram? Area losmen ini telah diubah menjadi perluasan Hotel Mataram. Dengan demikian di area sisi timur Jalan
Malioboro ini hanya eksis Hotel Mataram dan Loge Mataram.
tamat. Nama Losmen Malioboro adalah situs paling tua di kawasan jalan utama.
Nama Losmen Malioboro telah bertransformasi menjadi nama jalan utama yakni
Jalan Malioboro. Situs baru yang kian populer di Jalan Malioboro adalah Grand
Hotel. Hal yang mirip dengan ini di Bandoeng, gedung seni Braga telah
bertransformasi menjadi nama Jalan Braga.
bawah kepemilikan NV Grand Hotel de Djokja menjadi penanda navigasi terpenting
di Jalan Malioboro. Grand Hotel memiliki daya tarik tersendiri tidak hanya
sebagai tujuan tempat penginapan bagi tamu yang datang ke Jogjakarta, tetapi
juga bagi para investor. De Sumatra post, 25-06-1929 melaporkan emisi Grand
Hotel Djokjakarta. Disebutkan obligasi 6 persen Grand Hotel di Djokja sehingga
hanya sekitar 50 persen dapat digunakan. Bataviaasch nieuwsblad, 30-11-1933 melaporkan
bahwa keputusan Pemerintah memberikan persetujuan atas perubahan anggaran dasar
dari NV yang didirikan di Jogjakarta: NV Grand Hotel de Djokja.
Hotel
Merdeka Jogjakarta, 1945 dan NV Honet
lainnya, ketika pada bulan Maret 1942 militer Jepang mendarat di Jawa, Grand
Hotel de Djokjakarta di Jalan Malioboro adalah salah satu hotel terbaik di Jawa
yang dimiliki publik di bawah kepemilikan nama NV Grand Hotel de Jogjakarta. Grand
Hotel menjadi salah satu tempat (penginapan) militer Jepang.
Jogjakarta, Ny Trutenau menyatakan otoritas pendudukan Jepang tinggal di hotel dengan
cara mereka sendiri, menggunakan properti tanpa memikirkan sewa apa pun dengan
pemilik yang sah. Lambat laun hotel itu yang mewah tersebut tidak lagi memenuhi
syarat sebagai kualifikasi untuk hotel dalam tempo yang singkat. Hanya hotel
ini yang terakhir yang berstatus hotel tetapi orang Jepang membuat hotel itu
beralih fungsi.
1945 diumumkan kemerdekaan Indonesia. Dengan kedatangan sekutu hotel
ditinggalkan. Pada saat itu, sekitar 75 persen interior hotel itu tidak memadai
lagi. Properti yang tidak memadai terutama tempat tidur. Grand Hotel kemudian
diambil alih dan digunakan pemerintah Republik. Setelah pengambilalihan ini hotel
diberi nama Merdeka.
Hotel Merdeka berada di bawah Departemen Perhubungan melalui salah satu
bidangnya. Orang yang ditunjuk sebagai pejabat yang menangani adalah A. Rachim
yang juga akan menjadi pemimpin (manajer) untuk hotel-hotel pemerintah (Staatshotels).
Hotel-hotel yang dimaksud selain Grand Hotel juga beberapa hotel lainnya
sebagai hotel pemerintah.
badan pengelola hotel pemerintah dan menunjuk A. Rachim, namun uang pemerintah
tidak cukup untuk melakukan renovasi atau perbaikan yang diperlukan. Saat
inilah inisiatif A Rachim untuk mengumpulkan dana dengan meminjam uang ke
berbagai pihak dan juga melakukan peminjaman barang untuk menjaga agar hotel bisa
beroperasi kembali. A. Rachim telah berusaha keras menjalankan hotel sesuai
standar hotel.
Rachim yang sejatinya mengoperasikan Hotel Merdeka untuk Pemerintah, tetapi
pada kenyataannya sebagai individu pribadi. Ini dapat dipahami karena yang
bekerja keras adalah A. Rachim sementara Departmen Perhubungan yang memberikan
penugasan tidak pernah meminta pertanggungjawaban/ Hal ini boleh jadi karena
pemerintah melalui Departemen Perhubungan tidak pernah mengalokasikan anggaran.
terjadi Agresi Militer Belanda, yang dalam hal ini termasuk menduduki
Jogjakarta. Otoritras pemerintah Republik terbilang berakhir dan digantikan
otoritas Belanda. Sehubungan dengan itu, Hotel Merdeka kembali bernama Grand
Hotel. Kepemilikan Grand Hotel diberikan (kembali) kepada pemilik yang sah
yaitu NV Grand Hotel de Djokjakarta. Ny Trutenau kembali mengelola hotel. Namun
pengelolaan itu harus berakhir pada tanggal 27 Juni 1949.
antara Republik Indonesia dan Belanda yang akan dilanjutkan pada konferensi
(LMB), Ny Trutenau mulai meninggalkan Jogjakarta. Ny Trutenau memberikan
pengelolaannya kepada pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen
Perhubungan dengan risko sendiri dalam perjanjian. Di dalam perjanjian tersebut
penyelesaian akhir akan dibahas kemudian. Dalam hal pengelolaan sepeninggal Ny Trutenau,
hotel kembali dikelola oleh A Rachim.
berulang. A Rachim melakukan inisiatif sebaliknya pemerintah melalui Departemen
Perhubungan tidak pernah mengalokasikan anggaran. Tidak diketahui sebab yang
jelas, sejatinya A Rachim adalah seorang pegawai negeri sipil (pejabat) yang
bertugas untuk menempatkan hotel-hotel yang harus dia kelola atas nama
Departemen tetapi dalam kenyataannya menjadi perusahaan publik Perseroan
Terbatas, terlepas dari apakah hal ini dilakukan dengan atau tanpa
sepengetahuan Pemerintah.
tersebut diberi nama NV Hotel Negara dan Touri.snie disingkat NV Honet. Dalam
perseroan ini disebutkan sebagai pemegang saham adalah A Rachim, Tjipto Roeslan
dan Djody.
Berganti Menjadi Hotel Garuda
Hotel Merdeka di Jogjakarta dan NV Honet dipertanyakan (lihat De locomotief : Samarangsch handels-
en advertentie-blad, 26-08-1950). Pertanyaan yang mengemuka adalah bagaimana
hal itu mungkin, bahwa seorang pejabat dengan perusahaan negara mendirikan NV.
Sementara itu pemerintah pemerintah melalui Departemen Perhubungan mengeluarkan
keputusan pendirian perusahaan perseroan terbatas Marba.
Departemen Perhubungan mengesahkan pendirian perusahaan perseroan terbatas
Marba. Perusahaan ini kemudian membeli semua saham NV Grand Hotel de Jogjaltarta
(pemilik sebelum perang) dan dengan demikian mempertahankan haknya atas hotel.
Keputusan pembelian itu diterbitkan oleh VV Marba melalui iklan di surat kabar
harian yang terbit di Djokjakarta, Anehnya, di surat kabar yang sama juga NV
Honet memasang iklan bahwa NV Honet memberi tahu ke publik bahwa pengelolaan
Hotel Merdeka adalah NV Honet.
tersebut, pihak NV Marba bereaksi. Dalam keterangannya ke media, A Loebis
mewakili NV Marba mengatakan bahwa pada hari Sabtu 19 Agustus datang ke Hotel
Merdeka untuk pengambilalihan. Namun pihak NV Honet menolak. Pada tanggal 20
Agustus hari berikutnya, A Loebis datang
ke Hotel Merdeka untuk mengganti plang nama Hotel Merdeka dengan nam Grand
Hotel. Namun kembali pihak NV Honet menolak. Oleh karena surat keputusan yang
dipegang oleh A Lubis resmi, polisi yang tadinya berjaga-jaga kemudian
membolehkan A Loebis masuk dan tinggal di hotel serta mulai menjalankan tugas
operasional hotel.
pengadilan di Djogjakarta telah mengirim surat panggilan kepada manajemen NV Honet.
Surat panggilan tersebut dikirim sebagai tanggapan terhadap iklan dimana
keputusan Departemen Perhubugan diabaikan. Permasalahannya tidak sampai disitu,
sebab selain Departemen Perhubungan telah secara resmi menempatkan A Rachim sebagai
manajer hotel juga telah memerintahkan A Rachim untuk tanggal 25 Agustus untuk
melakukan pertanggungjawaban.
menjadi semakin terbuka ke publik. Surat kabar De locomotief : Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 13-09-1950
memberitakan perselisihan antara NV Marba dan NV Honet tentang manajemen Hotel
Merdeka di Djokjakarta. Disebutkan Menteri Perhubungan Ir. Djuanda menyatakan kementerian
saat ini sedang melakukan penyelidikan. Ir. Djuanda disebutkan secara eksplisit
menyatakan bahwa Hotel Merdeka Djokjakarta telah dijual kepada NV Marba. Dengan
demikian, NV Marba adalah pemilik sah hotel.
Honet sedang diselidiki. Surat kabar De vrije pers: ochtendbulletin, 07-11-1950
memberitakan bahwa sampai saat ini hanya kantor Honet di Bandung dan Djoj’ja
yang dibuka. Pembukaan kantor pusat di Jakarta akan segera menyusul demikian
juga dengan cabang di Surabaya. Juga kemungkinan dibuka kantor baru di Bali, yang
mana delegasi dari Jakarta akan segera pergi untuk kunjungan eksplorasi. Selanjutnya
ada rencana untuk membuka kantor di Medan, Padang, Makasar dan Manado.
Preangerbode, 16-11-1950 memberitakan bahwa di Bandung belum lama ini didirikan
kantor Honet (Badan Hotel Negara dan Tourisme), sebuah layanan resmi untuk
industri perhotelan dan tourisme, yang merupakan bagian dari Departemen
Pehubungan. Kantor tersebut berlokasi di Tjikinilaan No. 16 dan saat ini berada
dibawah kepemimpinan Mr MRA James. Juga disebutkan bahwa Honet didirikan di
Djogjakarta sebelum pengalihan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia. Tujuan
utama Honet adalah untuk mempromosikan pariwisata di seluruh Indonesia oleh semua
kedutaan Indonesia di luar negeri untuk dijual kepada para peminat yang ingin
mengunjungi Indonesia. Honct mengatur perjalanan domestik, mempromosikan antara
berbagai wilayah Indonesia. Honet disebutkan tidak dimaksudkan untuk bersaing
dengan bisnis hotel swasta. Sebaliknya, Honet membantu diri sendiri dan juga untuk
membantu bisnis hotel swasta berdasarkan bisnis dan dengan demikian
mengoperasikan hotel itu sendiri.
pemerintah di bidang perhotelan dan tourism memperluas cabang di berbagai kota
di Indonersia, di Djogjakarta diadakan Kongres Staf Hotel (lihat De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 02-12-1950). Dalam kongres ini
resolusi dibuat yang meminta kepada pemerintah memutuskan secara jelas status NV
Hotel Negara dan Tourism (NV Honet) sesegera mungkin dengan ketentuan bahwa
hotel-hotel di bawah NV Honet murni sebagai staatshotels (hotel pemerintah) dan
staf mendapatkan status sebagai pegawai pemerintah.
en advertentie-blad, 02-12-1950 juga memberitakan bahwa pengadilan telah
menyatakan keputusannya tentang masalah Hotel Merdeka. NV Honet yang dalam hal
ini A Rachim dan Mr Tjipto Roeslan harus menyerahkan kepada NV Marba. Jika pihak
NV Honet tidak mematuhi ini maka penggusuran akan dilakukan di bawah pengawasan
polisi. NV Honet dimohonkan untuk (naik) banding. Java-bode : nieuws, handels-
en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-12-1950 juga memberitakan masalah
hotel di Djokjakarta. Pada hari Kamis, Dewan Pertanahan di Djokjakarta
mengumumkan keputusan dalam isu Hotel Merdeka yang terkenal. NV Honet yang
diwakili oleh direkturnya, Mr Rachim dan Mr Tjipto Roeslan tidak berhasil dan
harus mengosongkan gedung hotel secepat mungkin untuk NV Marba. NV Honet telah
mengajukan banding.
di Jogjakarta NV Honet tampaknya tidak berhasil dalam banding. Kekuatan hukum
dan pemilik yang sah dari Hotel Merdeka tetap di tangan NV Marba. Surat kabar De
nieuwsgier, 05-01-1951 memberitakan bahwa per 31 Desember 1950 Hotel Merdeka di
Jogjakarta secara resmi dipindahkan dari NV Honet kepada NV Manba. Disebutkan
dengan izin dari Wali Kota Djokjakarta nama hotel diubah menjadi Garuda.
de Preangerbode, 13-01-1951: ‘Pemberitahuan Kepada khalayak ramai umumnja dan pihak-pihak
yang berkepenüngan khususnja dengan mi kami permaklumkan bahwa: SEJAK TANGGAL
30 DESEMBER 1950 kami telah menyelenggarakan sendiri perusahaan hotel kami di Jalan
Malioboro No. 24 Jogjakarta (dulu ditempati olch perusahaan Hotel Merdeka)
dengan memakai nama HOTEL GARUDA. Jogjakarta, 30 Desember 1950. Direksi NV
GRAND HOTEL de DJOKJA. A LOEBIS.
permasalahan yang timbul pada Hotel Merdeka Jogjakarta yang kemudian namanya
diubah Direksi NV Grand Hotel de Djokja. Alamat Direksi NV Grand Hotel de
Djokja diketahui berada Djakarta (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-11-1951). Ini terkait dengan
pengumuman NV Grand Hotel de Djokja yang membuka lamaran untuk manager yang
berpengalaman yang mana disebutkan surat lamaran disertai dengan salinan
suratsurat keterangan dialamatkan kepada: Direksi NV Grand Hotel de Djokja,
Djalan Tjengkeh 1 Djakarta.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.