Sejarah

Sejarah Yogyakarta (15): Kota Gede, Kota Kecil Dalam Kota Yogyakarta; Malioboro, Nama Ibukota pada Era Kerajaan Mataram




false
IN



























































































































































*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Kota Gede di Kota
Yogyakarta sudah banyak ditulis. Namun tetap masih ada hal yang tercecer dan
bahkan ada hal yang terabaikan. Perihal yang tercecer dan terabaikan itu yang
akan diuraikan dalam artikel ini. Satu hal yang tidak pernah ditulis adalah
Malioboro sendiri. Pada era VOC, Malioboro dicatat sebagai area kraton, area
yang menjadi ibukota Kerajaan Mataram. Dari Malioboro inilah Kota Gede
berkembang.

Pasar Gede, 1876

Kraton Jogjakarta secara filosifis
baru dimulai tahun 1755. Ini terjadi setelah adanya perjanjian Giyanti yang
membagi Kerajaan Mataram menjadi dua bagian: Kesunanan Soeracarta dan
Kesultanan Jogjakarta. Pada era Pemerintahan Hindia Belanda (1800an) area kraton
Jogjakarta diidentifikasi sebagai ibukota Residentie Djocjocarta. Dari area
kraton inilah berkembang menjadi Kota Yogyakarta. Malioboro sebagai nama jalan
di Kota Yogyakarta baru muncul pada tahun 1910. Secara filosofis Jalan
Malioboro adalah Nieuwe Mataram.    

Bagaimana jalan
ceritanya? Itulah yang menjadi soal. Suatu soal yang dapat dijawab yang dapat diselesaikan
berdasarkan data-data. Data-data inilah yang di dalam artikel ini dianggap
tercecer sehingga terabaikan dalam analisis asal usul kota. Mari kita mulai
dari nama Malioboro.

Satu hal yang saya kagumi tentang
Kerajaan Mataram adalah visi dan keberanian Soeltan Agoeng menyerang VOC/Belanda
di Batavia tahun 1628. Memang tidak berhasil, tetapi Soeltan Agoeng tidak
kalah. Secara defacto, VOC/Belanda tidak pernah menaklukkan (kerajaan) Mataram.
Hanya saja Kerajaan Mataram pecah kongsi menjadi dua kerajaan: Kesunanan
Soeracarta dan Kesultanan Jogjakarta. Pangeran Diponegoro dari Kesultanan
Jogjakarta berani melawan Pemerintah Hindia Belanda. Memang tidak berdaya dan kalah,
tetapi harga diri tetap terjaga. Soeltan Agoeng dan Pangeran Diponegoro hidup
dalam dua era yang berbeda: era Mataram dan era Jogjakarta.

Malioboro,
Ibukota Kerajaan
Mataram

Situasi di area kraton Mataram (lukisan 1676)

Orang Eropa sudah sejak
lama mengetahui keberadaan Kerajaan Mataram tetapi tidak pernah ada yang
mengenalnya. Bahkan hingga tahun 1628 ketika Soeltan Agoeng menyerang
VOC/Belanda di Batavia, tak seorang pun orang Eropa yang pernah ke pusat
(ibukota kerajaan) Mataram. Orang Eropa, apakah Portugis, Spanyol, Belanda atau
Inggris, hanya mendapat informasi sekilas tentang Kerajaan Mataram di
pantai-pantai. Informasi sekilas inilah yang digunakan dalam menyusun peta-peta
mereka. Pusat (ibukota kerajaan) Mataram tetap menjadi misteri bagi orang-orang
Eropa selama hampir dua abad (sejak era Portugis).

Kraton Mataram (lukisan 1676)

VOC/Belanda yang semakin
menguat di Hindia Timur (Oost Indisch) dan dengan latar belakang perubahan
kebijakan VOC/Belanda yang ekspansif sejak 1666, lebih-lebih setelah sukses
dalam Perang Gowa (1667) mendorong Pemerintahan VOC/Belanda untuk menjadikan penduduk
Jawa sebagai subjek. Langkah pertama yang dilakukan adalah ekspedisi ke pusat (kerajaan)
Mataram pada tahun 1681. Ekspedisi ke Mataram ini dilakukan melalui benteng
Missier di Tegal dan dari muara Kali Code di pantai selatan Jawa. Dalam
ekspedisi inilah untuk kali pertama orang Eropa, yang dalam hal ini VOC/Belanda
melihat langsung Dalam Kerajaan Mataram.

Hasil-hasil dari
ekspedisi ke Mataram tahun 1681 dinarasikan dan dipetakan sebagai dokumen
pemerintah (VOC/Belanda). Dua peta pertama yang diterbitkan pada tahun 1695
mengindikasikan rute yang digunakan oleh Command. Couper dari benteng Missier
di Tegal dan rute yang digunakan oleh Majoor Govert Knol dari Semarang ke
wilayah timur di Soerabaja.
Peta ekspedisi Jacob Couper (1695)

Rute yang dilalui oleh
Jacob Couper adalah sebagai berikut: Benteng Missier terus ke selatan di
Banjoemas, lalu ke arah timur menuju Mataram. Setelah Mataram menuju ke timur
dan berbelok ke utara dan kemudian berbelok ke arah barat melalui Cartasoera.
Dari Cartasoera ke arah barat lalu ke benteng Missier kembali. Sementara rute
yang dilalui oleh Govert Knol adalah dari Semarang menuju Mataram via
Cartasoera, Dari Mataram menuju ke timur di Blitar lalu ke Soerabaja. Dari
Soerabaja mengikuti rute pantau utara hingga kembali ke Semarang.

Satu peta lagi yang diterbitkan tahun 1700
mengindikasikan area (dalam) kraton Mataram. Area kraton ini berada di sisi
selatan/timur sungai besar, sungai yang diduga sebagai Kali Code. Area kraton
tersebut dalam peta yang disebut Marbongh atau Malioboro diduga kuat sebagai
ibukota kerajaan Mataram yang tidak lain adalah adalah Kota Gede yang sekarang.

Nama Marbongh, area Kraton Mataram (Peta 1700)

Peta ini menggambarkan lokasi-lokasi
strategis di lingkungan kerajaan Mataram. Wujud peta ini dibuat dari sisi
pantai di selatan Jawa. Peta tersebut diberi judul Remvoy van de Pagger en
Campement op Marbongh. Di dalam narasi peta tersebut, area kraton oleh pembuat
peta sebagai Marbongh. Pelapalan lidah Eropa/Belanda menyebut Marbongh diduga
kuat untuk menyatakan Malioboro. Asal usul kata malioboro sendiri menurut Dr.
Peter Carey berasal dari bahasa Sanskerta yakni malyhabara yang diartikan sebagai untaian bunga. Namun tidak begitu
jelas apa yang dimaksud malyhabara
atau malioboro dalam hubungannya dengan Marbongh. Yang jelas, Marbongh atau
Malioboro dalam peta mengindikasikan area kraton Mataram. Dengan demikian Marbongh
atau Malioboro adalah pusat (ibukota kerajaan) Mataram.

Malioboro, Cikal Bakal Kota Gede

Pada peta ekspedisi
VOC/Belanda hanya diidentifikasi Mataram dan Marbongh. Pada peta-peta
selanjutnya (kraton) Mataram masih eksis. Area kraton Mataram tampak lebih luas
jika dibandingkan dengan area kraton Cartasoera. Pada Peta 1724 area kraton
Mataram digambarkan berbentuk melingkar. Gambaran melingkar ini sesuai dengan
yang digambarkan pada peta hasil ekspedisi pertama (Peta 1700).
Malioboro, Kota Mataram (1724)

Sebelumnya, pasca ekspedisi ke
Mataram, dua benteng besar di bangun pada periode 1706-1708 di Semarang dan
Soerabaja. Sebagai benteng utama, benteng Semarang telah menggantikan benteng
Missier. Garis pertahanan Batavia, Semarang dan Soerabaja semakin diperkuat.
Pada era inilah VOC/Belanda memposisikan Bupati Semarang dan Bupati Soerabaja
sebagai awal dari kolonisasi di luar Batavia. Setelah terbentuknya dua benteng
utama di Semarang dan Soerabaja, VOC/Belanda mulai secara perlahan memasuki
pedalaman Jawa. Kontak VOC/Belanda dengan Cartasoera lambat laun semakin
intens. Benteng VOC/Belanda kemudian dibangun di Cartasoera.     

Pada tahun 1745
VOC/Belanda dan kraton Cartasoera secara bersama-sama memindahkan ibukota dari
Cartasoera ke lokasi yang baru di arah timur. Lokasi baru ini kemudian disebut
Soeracarta (Solo). Pada Peta 1724 terlihat sudah ada benteng VOC/Belanda di
Cartasoera. Antara Semarang dan Cartasoera terdapat jalur lalulintas yang
dibeberapa tempat terdapat benteng-benteng kecil seperti di Oengaran, Toentang
dan Salatiga.
Peta jalur Semarang-Cartasoera (1724)

Kedekatan hubungan VOC/Belanda
dengan Radja Mataram di kraton Soeracarta membuat kegelisahan para pangeran di
berbagai tempat termasuk para pangeran di kraton Mataram. Hal inilah diduga
yang menjadi sebab mengapa Kerajaan Mataram harus dibagi dua berdasarkan
perjanjian Giyanti tahun 1755: Kesunanan Soeracarta dan Kesultanan Jogjakarta.

Dalam perkembangannya
Sultan Jogjakarta memindakan kraton dari Mataram ke tempat yang baru yang
kemudian namanya disebut Jogjakarta. Kraton Jogjakarta ini dirancang sedemikian
rupa sehingga tampak lebih modern jika dibandingkan dengan lanskap kraton di
Mataram.
Area kraton Jogjakarta (1771)

Pada Lukisan 1771 yang dibuat oleh Johannes
Rach kraton Jogjakarta dikelilingi oleh pagar kayu. Di dalam area kraton tampak
sejumlah bangunan. Dalam lukisan juga tampak dua pohon yang dilindungi oleh
pagar di depan kraton. Dua pohon yang masih kecil ini diduga yang menjadi pohon
beringin yang kelak terlihat di aloon-aloon kraton Jogjakarta.

Pohon beringin kembar di aloon-aloon Jogajakarta (1910)

Dua pohon beringin yang
dilindungi tersebut kelak pada tahun 1910 sudah sangat besar. Dua pohon ini
tampaknya sejak kecil telah dirawat sedmikian rupa sehingga bentuk kanopinya
sangat unik. Jika mebanding Lukisan 1771 dengan Foto 1910 terlihat bahwa pagar
kraton telah digeser lebih dekat kraton di belakang dua pohon beringin. Area di
luar kraton menjadi aloon-aloon kota Jogjakarta dimana di tengah aloon-aloon
ini terlihat dua pohon beringin tersebut berada.  

Jogjakarta
dan Jalan Malioboro

Setelah VOC/Belanda
dibubarkan dan diambil alih oleh Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintahan
Hindia Belanda (1800), pulau Jawa dibagi ke dalam beberapa provinsi. Dua
diantaranya Provinsi Soeracarta dan Provinsi Jogjakarta. Program pemerintah
yang dilakukan pertama adalah membangun jalan trans-Java antara Anjer dan
Panaroekan pada era Gubernur Jenderal Daendels. Jalan trans-Java ini termasuk
ruas jalan Semarang ke Soeracarta dan Djogjakarta. Namun tidak lama kemudian
terjadi pengabilalihan kekuasaan oleh Inggris tahun 1811.
Dalam pemerintahan baru Inggris yang
berpusat di Buitenzorg (pulau) Jawa dibagi ke dalam 16 residentie, yaitu:
Bagelen, Bantam (Banten), Banyumas, Basoeki (Besuki), Buitenzorg (Bogor),
Tjirebon (Cirebon), Batavia (Jakarta), Karawang, Kediri, Kedoe (Karanganyar),
Madioen (Madiun), Madoera (Madura), Pasoeroewan (Pasuruan), Djapara (Jepara),
Preanger (Priangan), Pekalongan, Rembang, Samarang (Semarang), Soerabaja,
Soerakarta dan Jogjakarta. Dalam era pendudukan Inggris sempat terjadi
perlawanan Djogjakarta pada tahun 1812 namun berhasil diredakan oleh militer
Inggris.
Pendudukan Inggris tidak
berumur panjang dan kembali diambilalih oleh Pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1816. Hubungan yang intim antara kraton Soeracarta dengan orang
Eropa/Belanda sejak era VOC/Belanda memudahkan pemulihan hubungan antara
Pemerintahan Hindia Belanda dengan kraton Soeracarta. Lalu kemudian Gubernur
Jenderal datang ke Soeracarta dan diterima dengan baik oleh Soesoehoenan (lihat
Middelburgsche courant, 10-02-1820). Sejak kedatangan Gubernur Jenderal di
pedalaman Jawa, secara bertahap dan secara perlahan-lahan Pemerintah Hindia
Belanda mulai melakukan pemerintahan secara efektif. Tetapi tidak di
Jogjakarta.
Peta Pasar Gede dan Kraton Tua (1830)

Pemerintah Hindia Belanda mulai
menempatkan pejabat di Soeracarta sebagai Residen. Pejabat yang diangkat adalah
Luitenant Colonel HG Nahuijs tahun 1820. Pada tahun 1823 HG Nahuijs ditempatkan
di Djogjakarta sebagai Residen. Kantor Residen berada di dekat Toegoe. Namun
persoalannnya tidak sepenuhnya pulih di Djogjakarta. Perang melawan Inggris
masih membekas apalagi hubungan Belanda dengan Djogjakarta sejak era VOC
bersifat pasang suut. Internal kraton Jogjakarta belum sepenuhnya menerima
kehadiran Belanda. Terjadilah perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro
dan dan menjadi perang terbuka pada tahun 1825. Perang ini baru berakhir tahun
1830..

Pemerintahan di
Residentie Djogjakarta dimulai kembali setelah usai perang 1830. Namun
pemerintahan masih bersifat militer. Kolonel Cohius membangun markas besar di
dekat kraton Jogjakarta. Markas tersebut tidak di dalam benteng Vredeburg,
melainkan di suatu tempat di sebelah barat benteng. Area antara benteng
(Vredeburg) dengan markas militer (garnisun) mulai didirikan sejumlah bangunan
sipil. Sementara di dalam benteng difungsikan untuk pertahanan. Barak-barak
militer dibangun di belakang benteng.
Peta Jogjakarta dan Pasar Gede (1890)

Pada fase inilah benteng Vredeburg
di Jogjakarta direnovasi sehingga mencapai bentuknya seperti yang masih
terlihat sekarang. Dalam perkembangannya kantor Residen (sebelim perang) di
dekat Toegoe dipindahkan ke dekat kraton dengan membangun kantor/rumah residen
di depan benteng Vredeburg. Kantor Residen ini terus mengalami perkembangan
hingga mencapai bentuknya sekarang yang dikenal sebagai Gedung Agoeng.

Dalam perkembangannya di
seputar benteng Vredeburg dan kantor Residen menjadi ramai dan membentuk kota.
Pasar yang berada di utara benteng yang telah eksis sejak era VOC/Belanda
semakin ramai sehubungan dengan kedatangan orang-orang Tionghoa dan Arab (dari
Semarang). Area di utara pasar (kini Pasar Beringhardjo) tumbuh menjadi
perkampungan Tionghoa. Sementara perkampungan orang Arab dan Melayu berkembang
di dekat kraton yang dikenal sebagai Kaoeman. Dengan semakin kondusifnya
keamanan, para investor Eropa/Belanda mulai berdatangan dimana kraton
menyewakan lahan-lahan dalam bentuk konsesi untuk pengembangan perkebunan
(plantation).
Jalan Malioboro (1920)

Sejak berakhrnya perang, sejak itu
pula tidak ditemukan kerusuhan atau pemberontakan yang berarti di Jogjakarta.
Situasi dan kondisi telah berangsur-angsur kondusif sehubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan kota. Jalan utama dari kraton menuju Toegoe secara
bertahap dari kota (seputar benteng dan kantor residen) berkembang hingga
didirikannya stasion kereta api tahun 1890 di sekitar Toegoe. Area antara
Kantor Residen/benteng dengan Toegoe menjadi koridor bisnis yang kemudian
dieknal sebagai Jalan Malioboro. Dalam perkembangannya terbagi ke dalam empat
ruas jalan: Jalan Residentie, Jalan Petjinan, Jalan Malioboro dan Jalan Toegoe.

Kota Jogjakarta mulai terbentuk. Wilayah kota berada
di sepanjang jalan utama antara kraton dan Toegoe. Kota Gede tidak menjadi
bagian kota, tetapi berada di luar kota. Perkembangan yang pesat di dalam Kota
Jogjakarta, menjadi titik balik eksistensi Kota Gede. Kota Jogjakarta adalah
kota masa depan, Kota Gede adalah kota masa lampau.

Kota Gede Sebagai Heritage
Sesungguhnya warisan
sejarah yang paling penting di Kota Jogjakarta bukanlah kraton Jogjakarta. Juga
bukan benteng Vredeburg dan juga bukan kantor Residen. Akan tetapi, warisan
terpenting adalah Kota Gede.

Pada masa ini situs yang paling
terkenal di Kota Jogjakarta adalah Jalan Malioboro, suatu jalan yang namanya
disebut Malioboro sejak 1910. Malioboro sendiri adalah area (pusat) kraton
Mataram tempo dulu yang menjadi pusat (ibukota) Kerajaan Mataram. Tanpa kita
sadari, Jalan Malioboro sekarang ini adalah wujud baru pusat Kerajaan Mataram
tempo dulu.

Kota Gede haruslah
dipandang sebagai warisan sejarah terpenting. Namun karena letak Kota Gede yang
terkesan berada di pinggir kota, sering terlupakan sebagai warisan sejarah
terpenting di Jogjakarta. Para wisatawan hanya mengenal Jalan Malioboro sebagai
warisan sejarah penting. Itu tidak salah, karena kita sendiri salah
memposisikan Kota Gede di dalam Kota Jogjakarta. Keutamaan Kota Gede karena di
masa lampau Kota Gede disebut sebagai Malioboro, ibukota Kerajaan Mataram.
Lantas kapan nama Kota
Gede muncul? Nama Kota Gede tidak dikenal di masa lampau. Yang dikenal adalah
Pasar Gede. Nama Kota Gede diduga kuat baru muncul pada awal tahun 1950an.
Inilah kronologis nama Kota Gede.

Terbentuknya Kerajaan
Mataram (Ki Gede Pamanahan).
Penembahan Senapati
memperkuat Kerajaan Mataram dan terbentuknya Kraton Mataram sebagai ibukota
(malyabhara atau Malioboro).
Ibukota Kerajaan Mataram
dipindahkan ke Pleret (Kraton Mataram atau Malioboro tetap eksis).
Ibukota Kerajaan Mataram
dipindahkan ke Cartasoera (Kraton Mataram atau Malioboro tetap eksis). Jalan
raya terbentuk antara Mataram dan Cartasoera. VOC/Belanda berkolaborasi dengan
Kerajaan Mataram di Cartasoera dan kemudian membangun jalur penghubung antara
Semarang dengan Cartasoera. Kraton Cartasoera dipindahkan tahun 1745 dan
namanya menjadi Soeracarta (Solo).
Kerajaan Mataram pada
tahun 1755 dibagi dua berdasar Perjanjian Giyanti): Kesunanan Cartasoera dan Kesultanan
Jogjacarta.
Ibukota Kesultanan
Jogjacarta berada di Kraton Mataram atau Malioboro.
Ibukota Kesultanan
Jogjacarta dipindah dengan dibangun baru Kraton Jogjacarta
(hingga sekarang).
Pemerintah Hindia
Belanda pada era Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811) membangun jalan
trans-Java antara Anjer da Panaroekan. Jalan trans-Java diperluas dari Semarang
hingga ke Soeracarta dan kemudian diperluas dari Soeracarta melingkar gunung
Merapi melalui wilayah Jocjacarta dan Magelang lalu kemudian tersambung di
Ambarawa menuju Semarang.
Pasar Gede semakin
penting.
Pada era pendudukan
Inggris (1812-1816) dibangun loji di Jogjakarta. Kantor Residen berada di
Boeloe (di belokan jalan Trans Java Soeracarta-Magelang).
Setelah pendudukan
Inggris, Pemerintah Hindia Belanda mengubah loji menjadi benteng (Vredeburg).
Pasar baru muncul di sisi
utara benteng (kelak disebut Pasar Beringhardjo). Pasar Gede secara perlahan
meredup dan Pasar Beringhardjo semakin populer (sehubungan dengan masuknya
pedagang-pedagang Tionghoa dan Arab dari Semarang).
Perang Diponegoro
(1825-1830).
Pasca perang, Kantor
Residen dibangun di seberang jalan benteng Vredeburg.
Selain sudah ada pasar,
muncul penginapan pertama di Jogjakarta yang diberi nama Loge Malioboro tahun
1865.
Pada tahun 1872 dibuka
jalur kereta api ke Jogjakarta dan stasion Toegoe dibangun. Jalur kereta
kemudian diperluas hingga ke Tjilatjap.
Pada tahun 1910 jalan
utama antara kraton Jogjakarta dengan stasion Toegoe disebut jalan Malioboro
(mengambil nama dari loge/losmen pertama di Jogajkarta Losmen Malioboro)
Pasar Beringhardjo
menjadi pasar terbesar di Jogjakara. Pasar Gede masih eksis. Nama jalan
Malioboro semakin populer, nama Pasar Gede semakin meredup.
Pada tahun 1950an nama
Kota Gede muncul sebagai nama lain Pasar Gede.
Kini, Kota Gede atau
Pasar Gede atau Malioboro menjadi heritage Jogjakarta.

Anda ingin berkunjung ke Jogjakarta? Jangan lupa ke
Kota Gede. Di Kota Gede terdapat Pasar Gede.

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top