Sejarah

Sejarah Yogyakarta (18): Sejarah Kereta Api Menuju Yogyakarta dari Semarang via Solo; Stasion Lempuyangan 1872 dan Tugu 1887




false
IN



























































































































































*Untuk melihat semua artikel Sejarah Yogyakarta dalam blog ini Klik Disini

Pembangunan jalur kereta
api Semarang menuju Yogyakarta via Solo tidak sekaligus tetapi dilakukan secara
bertahap. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Usulan pembangunan jalur
Semarang ke Djocjocarta sudah muncul pada tahun 1862. Akan tetapi jalur kereta
api di ke Djocjocarta baru tersambung pada tahun 1872 di Lempuyangan. Ada jarak
waktu yang lama, 10 tahun antara ide dan realisasi.

Stasion kereta api Toegoe, Djocjocarta, 1890

Pengoperasian kereta api di Hindia
Belanda (baca: Indonesia) pertama kali adalah Semarang-Kedong Djati tahun 1867.
Jalur kedua antara Batavia ke Meester Cornelis (kini Jatinegara) pada tahun
1869. Lalu kemudian ruas Kedong Jari ke Solo selesai tahun 1871.  Ruas jalur kereta api Solo ke Djocjocarta
terealisasi tahun 1872. Jalur kereta api Meester Cornelis ke Buitenzorg (kini
Bogor) mulai dipoerasikan pada tahun 1873.

Di Djocjocarta stasion
kereta api tidak hanya di Lempuyangan (Semarang ke Djocjocarta via Solo di sisi
timur gunung Merapi). Stasion baru di Djocjocarta dibangun tahun 1887 di
Toegoe. Stasion baru, Toegoe ini menjadi stasion transit untuk menuju tiga arah
lainnnya yakni ke Megelang, ke Tjilatajap dan ke Bantoel. Satu fase lagi kemudian
adalah pembangunan ruas Megelang-Ambarawa yang membuat Djocjakarta ke Semarang
dari sisi barat gunung Merapi.   

Semarang Tambaksari – Lempoejangan (Docjocarta): Kedong Djati (1869; Solo
(1871); Docjocarta (1872)

Rencana untuk membangun
rel kereta api Semarang-Dnjocjocarta sudah muncul tahun 1862 (lihat Bataviaasch
handelsblad, 27-08-1862). Disebutkan dekrit telah ditandatangani yangmana
konsesi akan diberikan kepada Poolman cs untuk pembangunan rel dari Samarang ke
Souracarta dan Djocjocarta.
Gagasan pembangunan
kereta api sendiri sudah muncul pada awal tahun 1840an. Ide ini muncul setelah
dianggap di pedalaman Jawa kondusif paling tidak dari aspek keamanan (pasca
Perang Jawa). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri No. 209 tanggal 28 Mei 1842 dimungkinkan
swasta mengajukan proposal. Lalu dua perwira teknik ditunjuk untuk melakukan
persiapan studi kelayakan pembangunan jalur kereta api Semarang-Kedoe- Vorstenlanden
(lihat Journal de La Haye, 23-08-1843). Pada tahun 1845 proposal ini ditolak
pemerintah. Hal ini karena sulit memenuhi 8.000 tenaga kerja untuk 20 tahun.
Perencanaan baru muncul kemudian pada tahun 1860an.
Realisasi tahap pertama
dilakukan untuk ruas Semarang-Tanggung (Kedoe) sepanjang 27 Km dengan stasion
di Tambaksari. Tahap kedua ruas Tanggung-Kedong Jatie. Realisasi ini tahun 1867
sebagaimana dilaporkan surat kabar Algemeen Handelsblad, 10-08-1867. Disebutkan
ruas Semarang dan Tanggoeng sudah memasuki perhitungan tarif kereta. Untuk ruas
Tanggoeng-Kedongjati baru dilakukan percobaan pertama. Ruas rel kereta api
Semarang-Kedong  Jatie ini adalah ruas
rel pertama yang dibangun di Hindia Belanda.
Semarang-Kedoeng Djatti, berjarak 35
kilometer. Jumlah pelancong saat ini terdiri dari sekitar 3.500 penduduk pribumi
dan sekitar 400 orang Eropa sebulan. Namun, statistik ini hanya berlaku untuk 2
bulan terakhir, yaitu di musim yang tidak menguntungkan. Pada saat kopi, gula
dan panen nila tiba, transportasi ini mungkin akan lebih dari dua kali lipat (Arnhemsche
courant, 23-07-1869).
Sementara itu pembangunan
kereta api ruas Batavia-Buitenzorg direalisasikan pada tahun 1869. Pembangunan
jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ini ditandai dengan pencangkulan pertama
yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal pada tanggal 25 Oktober 1869. Pembangunan
jalur kereta api Batavia-Buitenzorg dibuat dua tahap. Tahap pertama Batavia
(kini Jakarta Kota) ke Meester Cornelis (Djatinegara) yang dimulai tahun 1869
(dua tahun setelah Semarang-Tanggoeng). Setelah selesainya ruas Batavia-Meester
Cornelis kemudian dilanjutkan ruas Meester Cornelis-Buitenzorg.
De locomotief, 25-02-1871
Setelah selesainya ruas
Semarang Kedong Jatie, pembangunan tidak hanya diteruskan ke Soeracarta tetapi
juga ke Ambarawa. Pembangunan rel kereta api ke Ambarawa terkait dengan
produksi kopi di Ambarawa dan sekitar (seperti Banaran) dan juga untuk
keperluan memudahkan pergerakan militer Semarang dengan garnisun besar di
Ambarawa (Fort Willem I).

Setelah kereta api Semarang-Ambarawa beroperasi tahun
1869, pada tahun 1870 muncul desakan agar kereta ap dari Tanggoeng dilanjutkan
ke Solo dan Djogjakarta (De locomotief : Samarangsch handels- en
advertentie-blad, 21-03-1870). Hal ini terutama untuk mendukung arus garam yang
tidak efisien lagi dari Soerabaja ke Solo melalui transportasi sungai (angkutan
balik dengan komodi kopi).

Realisasi jalur Kedong
Jatie-Soeracarta sudah selesai dan pengoperasiannya dimulai pada bulan Januari 1871
(De locomotief, 25-02-1871). Tidak
lama kemudian ruas Soeracarta-Djocjocarta sudah pada fase akhir. Panitia  pesta pembukaan sudah terbentuk tanggal 30
April di Djogjocarta (De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad,
01-05-1872). Persiapan pesta pembukaan di Jocjocarta sudah rampung untuk seremoni
pembukaan yang dilakukan pada tanggal 6 Oktober di gedung Societeit (De
locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-09-1872).
De locomotief, 17-06-1872

Sementara itu pembangunan
jalur kereta api ruas Batavia-Buitenzorg via Depok akhirnya selesai dan mulai
beroperasi tanggal 31 Januari 1873 (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873).
Sedangkan pembangunan ruas Tanggoeng-Kedoengdjati-Ambarawa baru selesai dan diresmikan
pada tanggal 21 Mei 1873.

Jalur kereta api
Semarang hingga Djogjakarta mulai beroperasi pada tahun 1872 dengan jadwal yang
sudah ditentukan untuk berhenti pada sejumlah stasion/halte (De locomotief:
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-06-1872). Setelah beberapa tahun
kemudian jalur kereta api dari Semarang/Ambarawa dengan Djogjakarta dibangun
via Magelang.

Stasion
Toegoe, Djocjocarta, 1887

Tunggu deskripsi lengkapnya

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.


, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.

Most Popular

To Top