Last but not least: Kongres PPPKI
yang diadakan bulan September 1928 sesungguhnya terintegrasi dengan Kongres
Pemuda yang diadakan sebelun kemudian pada bulan Oktober 1928. Sebagaimana
diketahui Sekretaris-bendahara PPPKI adalah Parada Harahap dan Ketua panitia Kongres
PPPKI adalah Dr. Soetomo. Dalam struktur kepanitiaan Kongres Pemuda adalah
ketua Soegondo (dari PPPI), sekretaris Mohamad Jamin (Sumatranen Bond) dan
bendahara Amir Sjarifoeddin Hatahap (Bataksche Bond). Komposisi panitian
Kongres Pemuda tentu saja bukan serba kebetulan. Soegondo adalah kader dari Dr.
Soetomo, sedangkan Mohamad Jamin dan Amir Sjarifoenddin adalah kader dari Parada
Harahap. Satu lagi tokoh penting dalam Kongres Pemuda adalah diperdengarkannya
lagu Indonesia Raya karya WR Soepratman (editor dari kantor berita Alpena yang
dipimpin Parada Harahap).
PPPKI (senior) dan Kongres Pemuda (junior). Pertama, Parafa Harahap adalah
ketua himpunan pengusaha pribumi di Batavia yang bersama MH Thamrin membangun
gedung pertemuan PPPKI di Gang Kenari besar duigaan yang membiayai Kongres
Pemuda dan karena itu Amir Sjarifoeddin diposisikan sebagai bendahara. Kedua,
Parada Harahap sebagai pemilik surat kabar Bintang Timoer telah menerbitkan
surat kabar Bintang Timoer edisi Semarang (untuk wilayah sirkulasi Midden Java)
dan edisi Soerabaja (untuk wilayah sirkulasi Oost Java). Edisi Soerabaja ini
kemudian menjadi surat kabar Soeara Oemoem yang dipimpin oleh Dr. Soetomo yang
menjadi organ organisasi kebangsaan Persatoean Bangsa Indonesia (PBI) yang
didirikan di Soerabaja oleh Dr.Soetomop dan Dr. Radjamin Nasution pada tahun 1929.
Pada tahun 1929 yang diangkat menjadi editor Bintang Timoer untuk menggantikan
Parada Harahap adalah Adinegoro (abang dari Mohamad Jamin).
seakan menegaskan garis estafet tokoh-tokoh asal Padang Sidempoean mulai dari
Hadji Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda (1861-1926), Rodjioen Harahap gelar
Soetan Casajangan (1874-1927) dan Sorip Tagor (1888-1973) kepada penerus
Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (1896-1966) dan Parada Harahap
(1899-1957) yang kemudian disusul Amir Sjarifoeddin Harahap (1907-1948).
Estafet ini bukanlah bersifat random tetapi berdasarkan kaderisasi. Suatu
bentuk suksesi yang berlaku pada era kolonial Belanda. Selain garis estafet in,
juga banyak garis estafet pada era tersebut, sebut saja garis estafet Soetomo,
Soekarno dan Mohamad Hatta.
Ki
Hadjar Dewantara Mendirikan Sekolah Taman Siswa di Jogjakarta; Soetan Goenoeng
Moelia Studi Kembali ke Belanda untuk Mendapatkan gelar Doktoral (Ph.D)
RM Soewardi Soerjaningrat muncul dengan nama panggilan baru Ki Hadjar
Dewantara. Dalam Kongres PPPKI yang
diadakan di Batavia 30 Agustus 0 2 September 1928 Ki Hadjar Dewantara termasuk
sebagai salah satu pembicara. Ki Hadjar Dewantara membicarakan pendidikan
nasional. Pada tahun 1928 Ki Hadjar Dewantara sudah dikenal sebagai pendiri
sekolah Taman Siswa.
mengubah nama panggilannya menjadi Ko Hadjar Dewantara mendirikan sekolah Taman
Siswa di Jogjakarta pada tahun 1922. Sekolah ini menjadi sebuah alternatif
ketika pendidikan yang dikelola pemerintah tidak mencukupi untuk semua
penduduk. Pendekatan yang digunakan Tagore (swadaya). Pola pendidikan Taman
Siswa. Banyak kesamaan dengan sekolah rakyat Tagore scbool orang Jawa kuno (Nieuwe
Rotterdamsche Courant, 11-02-1928). Setelah lima tahun pendiriannya jumlah
sekolah Taman Siswa sudah ada 15 buah yang mana pada tahun 1927 di Bandoeng sudah
dibuka sekolah MULO.
Siswa yang diperkenalkan Ki Hadjar Dewantara pada dasarnya sudah muncul diskusi
di kalangan ahli-ahli Belanda sehubungan dengan perkembangan akhir-akhir ini. Dalam
diskusi tersebut mengutamakan penduduk sangat ditekankan. Apa yang telah
dilakukan Ki Hadjar Dewantara mirip dengan apa yang telah muncul dalam diskusi
di antara orang-orang Belanda.
Hindia atau independen? Baru-baru ini atas undangan Asosiasi Indologi [di
Belanda], Ir. Th. Vreede, mantan Ketua Volksraad, memberikan presentasi tentang
pertanyaan Indonesia otonom atau mandiri?..tampaknya pengaruh masa lalu sama
sekali belum padam..fakta bahwa Mahabarata dan Ramayana yang terkenal terus
hidup di wajang hingga saat ini dan dengan demikian mempertahankan tempat
mereka dalam jiwa rakyat Jawa. Pengaruh spiritual Barat terhadap Indonesia
sejauh ini terbatas. Kekristenan tidak begitu populer. Hanya dalam 10 hingga 20
tahun terakhir budaya Belanda mulai menembus secara bermakna melalui
pendidikan..Pengenalan sewa tanah oleh Raffles dan diatas segalanya, sistem
budaya [koffie] van den Bosch di sisi lain memiliki efek yang menghancurkan
pada lembaga-lembaga rakyat dan dengan demikian juga pada naluri kerja dan
kesejahteraan rakyat…Pembicara menyebut itu hasil memalukan dari pemerintahan
Belanda. Sejak awal abad ini, Indonesia telah menunjukkan kebangkitan yang luar
biasa…Semua elemen budaya yang melemah membangkitkan kehidupan baru. Pengaruh
Hindu terasa di Boedi Oetomo. Islam menunjukkan vitalitasnya dalam Sarekat
Islam. Pencampuran rasial Belanda dan Indonesia memberikan dasar untuk Partai Nasional
Hindia (National Indische Partij). Eksploitasi ekonomi menemukan responsnya
dalam gerakan serikat buruh yang kuat. Dengan demikian, semuanya sekarang
bergerak dan mengalami fermentasi… Keinginan politik yang sah dari bagian
yang lebih intelektual dari populasi, termasuk bupati dan pemimpin harus
tercermin dalam dewan pemerintahan yang dirancang. Untuk kecenderungan
nasionalis ruang yang cukup dibuat di Volksraad. Proposal komite peninjau
kemudian menunjuk ke arah yang benar. Tugas kita terutama di bidang budaya, dalam
pendidikan bukan pada orang Barat murni, tetapi lebih pada dasar nasional Indonesia
dan Timur. Jalur yang benar ditunjuk untuk pembentukan pendidikan menengah
umum. Pembicara menjelaskan institusi sebuah universitas dengan dasar yang
sama. Hanya dengan cara ini intelek dan material dapat disatukan di Hindia,
diperlukan untuk pemahaman dan pemahaman budaya Indonesia yang lengkap..Dapat
dipastikan bahwa Belanda tidak dapat menarik diri dari Indonesia dengan alasan
apa pun. Kebijakan konservasi murni akan sama fatalnya. Kebijakan eksploitasi
itu teoretis, tetapi dalam praktiknya belum diatasi. Kebijakan etis yang telah
muncul menurut pembicara tidak cukup lagi. Satu-satunya kebijakan yang dapat
memberikan kepuasan adalah yang berfokus pada apa yang dirasakan benar di
Indonesia. Kebijakan hukum seperti itu awalnya mengarah pada otonomi. Apakah
ini juga akan mengarah pada kemerdekaan? Sebagian besar orang Belanda ingin
melanjutkan hubungan mereka dengan Indonesia, karena tujuan ekonomi yang
menyertainya..Motif yang berbeda berlaku untuk orang Indonesia. Dia hanya
menghargai ikatan budaya (pendidikan) yang memberinya akses ke budaya Barat.
Kepentingan politik tidak berbicara kepadanya. Keuntungan ekonomi yang ditarik
Belanda dari Indonesia membuat marah dan membuatnya membenci hubungan dengan
Belanda. Di Indonesia, misalnya, ada banyak kecenderungan untuk kemerdekaan
sepenuhnya..’.
Hadjar Dewantara memperkenalkan sekolah Taman Siswa di Jogjakarta pada tahun
1922, di Batavia Soetan Casajangan ditunjuk sebagai direktur Normaal School.
Sekolah Normaal School adalah bentuk baru dari sekolah guru sebelumnya
Kweekschool. Seedangkan Soetan Goenoeng Moelia sejak 1921 menjadi direktur
sekolah HIS di Kotanopan.
Meester Cornelis, Soetan Casajangan diundang
kembali oleh Vereeniging Moederland en Kolonien dari tanah air untuk berpidato
di hadapan para anggota organisasi pada tanggal 28 Oktober 1920 dengan makalah
19 halaman yang berjudul ‘De
associatie-gedachte in de Nederlandsche koloniale politiek’ (modernisasi dalam
politik kolonial Belanda). Forum ini juga dihadiri oleh Sultan Yogyakarta.
Soetan Casajangan tetap dengan percaya diri untuk membawakan makalahnya. Berikut
beberapa petikan isi pidatonya:
organisasi…yang mengundang dan memberikan kesempatan kembali kepada saya…di
hadapan forum ini….pada 28 Maret 1911 (sekitar sepuluh tahun lalu)…saya
diberi kesempatan berpidato karena saya dianggap sebagai pelopor pendidikan
bagi pribumi…ketika itu saya menekankan perlunya peningkatan pendidikan bagi
bangsa saya…(terhadap pidato itu) untungnya orang-orang di negeri Belanda
yang respek terhadap pendidikan akhirnya datang ke negeri saya..dan memenuhi
kebutuhan pendidikan (yang sangat diperlukan bangsa) pribumi. Gubernur Jenderal
dan Direktur Pendidikan telah bekerja keras untuk merealisasikannya..yang membuat
ribuan desa dan ratusan sekolah telah membawa perbaikan..termasuk konversi
sekolah rakyat menjadi sekolah yang mirip (setaraf) dengan sekolah-sekolah
untuk orang Eropa..
lakukan pada tahun 1911…saya sekarang sebagai penafsir dari keinginan
bangsaku..politik etis sudah usang..kami tidak ingin hanya sekadar sedekah
(politik etik) dalam pendidikan…tetapi kesetaraan antara ‘coklat’ dan ‘putih’…saya menyadari ini
tidak semua menyetujuinya baik oleh bangsa Belanda, bahkan sebagian oleh bangsa
saya sendiri…mereka terutama pengusaha paling takut dengan usul kebijakan
baru ini…karena dapat merugikan kepentingannya..perlu diingat para
intelektual kami tidak bisa tanpa dukungan intelektual bangsa Belanda..organisasi
ini saya harap dapat menjembatani perlunya kebijakan baru pendidikan. saya
sangat senang hati Vereeniging Moederland en Kolonien dapat
mengupayakannya…karena anggota organisasi ini lebih baik tingkat pemahamannya
jika dibandingkan dengan Dewan (Tweede
Kamer)..’
Soetan Goenoeng Moelia dan Soewardi Serjanigrat adalah sama-sama guru alumni
Belanda. Soewardi Serjanigrat sebelum pulang ke tanah air telah mememiliki
sertifat LO (guru sekolah dasar), sedangkan Soetan Casajangan dan Soetan
Goenoeng Moelia memiliki sertifikat MO (kepala sekolah menegah). Soetan
Casajangan meraihnya pada tahun 1911 sedangkan Soetan Goenoeng Moelia apda
tahun 1916.
Belanda selain mereka bertiga adalah Dahlan Abdoellah yang sudah memiliki
sertifikat LO dan sedang mengikuti studi untuk sertifikat MO.
banyak memang tetapi fakta hanya itu guru-guru prubumi yang mendapat pendidikan
pedagogi. RM Soewardi Soerjaningrat telah mengambil jalan sendiri dengan membentuk
Taman Siswa. Soetan Casajangan dan Soetan Goenoeng Moelia meski tetap berada di
pemerintahan, tetapi kesadaran tentang pendidikan bagi pribumi sangat intens.
dijadikan sebagai perguruan nasional (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 11-02-1928).
Tidak lagi perguruan Jogjakarta. Yang dimaksud nasional dalam hal ini adalah
Indonesia meski belum semua anggota Boedi Oetomo pro nasional. Mengapa
Indonesia? Ini karena Soewardi Soejaningrat alias Ki Hadjar Dewantara pernah
menjadi anggota Indische Vereeniging di Belanda dan bahkan memimpin biro pers
Indonesia di Belanda.
Soewardi Soerjaningrat dapat dipnadang dari dua sisi. Dari sisi pribumi sendiri
sekolah swadaya Taman Siswa menjadi katup pengaman dalam penyediaan pendidikan
bagi pribumi yang masih terbatas dari pemerintah. Taman Siswa menjadi pilihan
alternatif dan juga menjadi suatu langkah maju untuk menyediakan pendidikan
bagi semua penduduk. Dari sisi pemerintah Taman Siswa yang memiliki kurikulum
sendiri (kurikulum timur) dapat dianggap sebagai langkah mundur. Hal ini karena
secara kurikulum nasional pendidikan pribumi yang diselenggarakan pemerintah
sudah jauh lebih maju dibanding sebelumnya. RM Soewardi Soerjaningrat sendiri
adalah produk pendidikan pemerintah (kurikulum barat).
Soerjaningrat bukanlah hal baru. Pada tahun 1895 Dja Endar Moeda telah
mendirikan sekolah swasta di Padang. Sebagai pensiunan guru, Dja Endar Moeda merasa
terpanggil untuk mendirikan sekolah swasta dengan kurikulum yang dibentuknya
sendiri. Upaya ini dilakukan Dja Endar Moeda untuk menyediakan pendidikan bagi penduduk
yang tidak tertampung di sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah.
1862 Willem Iskander mendirikan sekolah guru (Kweekschool) di Tanobat0a. Upaya
ini dimaksudkan untuk mennyediakan guru yang lebih banyak bagi penduduk di
Mandailing en Angkola. Sekolah yang dibangun Willem Iskander ini dalam waktu
dua tahun telah mengalahkan kualitas dua sekolah guru pemerintah yang dibangun
di Soerakarta tahun 1851 dan di Fort de Kock tahun 1856. Willem Iskander
memiliki serifikat guru dari Belanda yang diperolehnya pada tahun 1861. Salah
satu murid Willem Iskander adalah Maharadja Soetan (ayah dari Soetan
Casajangan).
sejauh mana Taman Siswa mampu bersaing dengan sekolah-sekolah yang dikelola pemerintah.
Pada tahun 1922 selain sekolah Eropa (ELS) dan sekolah pribumi, pemerintah
sudah memperkenalkan sekolah HIS (sejak 1914) dan sekolah MULO. Pada tahun 1922
Soetan Goenoeng Moelia adalah direktur sekolah HIS.
sepulang dari Belanda tahun 1919 (tahun yang sama RM Soewardi Soerjaningrat
pulang dari Belanda) diangkat sebagai guru pemerintah sebagai kepala sekolah di Sipirok. Lalu pada tahun
1921 Soetan Goenoeng Moelia diangkat sebagai direktur HIS yang baru dibuka di
Kotanopan.
pada tahun 1922 juga diangkat sebagai anggota Volksraad mewakili golongan
pendidikan. Sementara RM Soewardi Soerjaningrat terus mengembangan sekolah
Taman Siswa dengan menambah jumlah dan dan sebaran, Soetan Goenoeng Moelia menjadi
anggota Komisi Sekolah HIS Pusat di Batavia
28 November 1927 dibentuk Komisi Hollandsch lnlandsch Onderwljs. Komisi ini diketuai oleh Prof. BJO Schrieke yang
mana anggota terdiri dari 10 orang termasuk diantaranya Dr. Mr. Sutan Goenoeng
Moelia. Komite ini dibentuk untuk memberikan saran tentang kebutuhan sosial
untuk pendidikan dasar yang pengajarannya dengan bahasa Belanda bagi penduduk
pribumi (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 30-03-1929).
kongres PPPKI di Batavia tahun 1928 RM Soewardi Soerjaningrat hadir sebagai
salah tokoh utama pendidikan Taman Siswa. Pada saat ini Soetan Goenoeng Moelia
selain direktur Normaal School di Meester Cornelis, anggota Volksrad, Soetan
Goenoeng Molia juga anggoat Komite Pendidikan HIS.
PPPKI 1928 RM Soewardi Soerjaningrat dan Soetan Goenoeng Moelia memiliki agenda
sendiri. Mereka berdua dulu di Belanda adalah sama-sama anggota Indische
Vereeniging. Pada saat mereka berdua pulan tahun 1919 RM Soewardi Soerjaningrat
adalah pemegang sertifikat LO (sarjana muda pendidikan) sementara Soetan
Goenoeng Moelia selain memiliki sertifikat LO juga sertifikat MO (sarjana
pendidikan Mr).
Sutan Goenoeng Moelia meminta dengan hormat mengundurkan diri dari berbagai
jabatan karena ingin sekolah dan dikabulkan terhitung 1 Desember 1929 (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 18-01-1930). Soetan Goenoeng Moelia ingin melanjutkan
studi doktoral untuk memperoleh gelar doktor (Ph.D) di bidang pendidikan. Kemungkinan
alasan Soetan Goenoeng Moelia melanjutkan studi doktoral karena untuk bidang
pedagogi ini, belum ada pribumi yang berpendidikan doktor, mungkin dilihatnya,
kebutuhan ini sangat diperlukan dalam pembangunan pendidikan pribumi dan
diperlukan orang pribumi. Boleh jadi ini yang menjadi alasan pertama mengapa
Soetan Goenoeng Moelia masih bertekad untuk sekolah sekalipun umurnya tidak
muda lagi dan jabatannya sudah lebih dari cukup. Ini mirip dengan apa yang
dialami Soetan Casajangan ketika melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1905.
![]() |
De Sumatra post, 27-04-1933 |
Sementara Soetan Goenoeng Moelia
studi doktoral (Ph.D) di bidang pendidikan ke Belanda, sekolah Taman Siswa yang
digagas Ki Hadjar Dewantara telah meluas tidak hanya di Jawa tetapi sudah ada
di Sumatra paling tidak di Kota Medan. Kualitas Taman Siswa di Medan dapat
dikatakan cukup kompetitif. Ini dapat dilihat pada surat kabar De Sumatra post,
27-04-1933 (Hasil ujian masuk HBS, salah?): ‘Ada berita kejutan dan
controversial di Pewarta Deli kemarin. Isinya diskusi perihal hasil dalam ujian
masuk HBS yang disorot. Artikel ini menyebutkan hasil yang menakjubkan dari
Taman Siswa dan angka yang sangat buruk untuk HIS (pemerintah). Artikel ini
mengutip daftar perolehan masing-masing sekolah yang siswanya diterima di MULO:
Taman Siswa lulus 50 persen, HIS pemerintah nol persen dan Institute Josua
lulus 80 persen. Kami telah mengkonfirmasi kepada Direktur HBS bahwa informasi
tersebut salah tempat. Bahwa artikel itu diambil selama dua tahun terakhir,
bukan hasil tahun ini. Tahun sebelumnya berhasil sembilan persen. Institute
Josua gagal tahun ini tetapi berhasil 80 persen dalam dua tahun terakhir.
Berbeda dengan lembaga lain. kami hanya perlu melihat hasil tahun ini ketika
lima calon Taman Siswa tidak ada yang cukup berhasil. Daftar lengkap hasil
sekolah lihat tabel.
sekolah (perguruan) swasta di Medan tidak kalah sama sekolah-sekolah
pemerintah. Sebagaimana Taman Siswa didirikan Ki Hadjar Dewantara di Jiogjakarta,
di Medan juga GB Josua (Gading Batubara Josua) mendirikan perguruan (institute(
sesuai dengan namanya. GB Josua lahir di Sipirok (Afdeeling Padang Sidempoean)
pada tanggal 10 Oktober 1901 (10-10-01). Setelah lulus sekolah dasar di Sipirok,
GB Josua melanjutkan sekolah guru di Fort de Kock. Setelah lulus Kweekschool
Fort de Kock, Gading Batoebara melanjutkan sekolah ke Hogere Kweekschool di
Poeworedjo dan lulus 1923. Setelah lulus, Gading Batoebara pulang kampung dan
menjadi guru sementara di HIS swasta Sipirok (kampung halamannya). Kemudian GB
Josua merantau dan menjadi guru di Tandjoengpoera (Langkat). Tidak lama di
Tandjongpoera, GB Josua tertarik atas tawaran untuk memajukan sekolah HIS
swasta di Doloksanggoel. Kehadirannya membuat sekolah HIS Doloksanggoel maju
pesat hingga akhirnya diakuisisi oleh pemerintah menjadi HIS negeri. Sukses GB
Josua merancang HIS di Doloksanggoel membuat namanya diperhitungkan oleh
pemerintah Nederlansch Indie. Dalam perkembangannya, GB Josua diangkat menjadi
guru pemerintah dan ditempatkan di Medan tahun 1928 (lihat De Sumatra post,
17-09-1928). Pada tahun 1929 GB Josua melanjutkan pendidikannya ke Negeri
Belanda di Groningen. Setelah mendapat akte Lager Onderwijs (LO) GB Josua
kembali ke tanah air 1931 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
01-12-1931). Di Medan GB Josua mendirikan sekolah HIS. Sekolah yang didirikan Haji
GB Josua ini hingga ini hari masih eksis di Medan dengan nama Perguruan Josua.
pendidikan doktoral Soetan Goenoeng Meolia di Belanda, ayah Sutan Gunung Mulia
bernama Mangaradja Hamonangan diberitakan telah meninggal dunia di Padang
Sidempuan. Jarak yang jauh antara Leiden dan Padang Sidempoean telah
menghalangi Soetan Goenoeng Moelia menghadiri pemakaman ayah tercinta.
‘Mangaradja Hamonangan, orang yang terkenal, pensiunan guru. Dalam pemakaman
Mangaradja Hamonangan di pemakaman keluarga di Sitamiang dihadiri oleh banyak
pejabat dan tokoh terkenal. Lebih dari prestasinya di bidang pendidikan,
almarhum Mangaradja Hamonangan dikenal sebagai ayah dari salah satu yang paling
berbakat di Tapanoeli, yaitu, anggota dewan rakyat (Volksraad) Todoeng gelar
Sutan Goenoeng Moelia. Mr Todoeng adalah guru dengan sertifikat akta utama yang
diperoleh di Belanda. Beberapa tahun yang lalu ia meninggalkan untuk kedua
kalinya pergi ke Belanda, dimana sebelumnya telah memperolah Mr, juga baru-baru
ini telah berhasil meraih gelar doktor (Ph.D) dalam pedagogi. Segera, Mr. TSG
Moelia kembali ke negara ini’
doktor dalam bidang sastra dan filsafat di Universiteit Leiden dengan desertasi
berjudul: ‘Het primitieve denken in de moderne wetenschap’, Mr. Todoeng Harahap
gelar Soetan Goenoeng Moelia, lahir di Padang Sidempoean (Algemeen Handelsblad,
09-12-1933).
sesuatunya beres di Belanda, Soetan Goenoeng Moelia kembali segera ke tanah air. Soetan Goenoeng Meolia
ingin segera ke kampung di Padang Sidempoean untuk berziarah ke makam sang
ayah. Dr. Mr. Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia tidak lam kemudian diberitakan
Bataviaasch nieuwsblad, 20-01-1934 akan ditempatkan di HIK Bandoeng segera
setelah tiba di negara ini dari Eropa.
Indische Kweekschool yang mana siswa yang diterima adalah lulusan MULO atau
Kweekschool. Lulusan HIK dapat diangkat menjadi pengajar di MULO atau
Kweekschool.
adalah anggota Bestuurs Academic. Dewan ini terdiri dari, presiden, Prof. R.
Hussein Djajadiningrat (anggota Volksraad), HA Loghem (Residen di West Java),
Dr GF. Piper (penasihat untuk Urusan Pribumi), RTA Hasan Soemadipradja (Bupati
Batavia) dan Dr. Mr. Todoeng Gelar Sutan Goenoeng Moelia (anggota Volksraad).
Dewan ini adalah dewan yang terbilang bergengsi (lihat Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indie, 30-07-1938). Namun terhitung dari tanggal 8 Maret
dikembalikan ke Departemen Pendidikan dan Agama. Soetan Goenoeng Moelia akan
kembali menduduki posisinya sebagai Inspektur Pendidikan Inlandsch. Sementara
fungsinya yang juga sebagai anggota dewan rakyat (Volksraad) tetap diangkat
oleh Pemerintah (lihat De Sumatra post, 25-02-1939).
![]() |
Provinciale Geldersche en Nijmeegsche courant, 09-05-1939 |
Provinciale Geldersche en
Nijmeegsche courant, 09-05-1939: ‘Pengangkatan anggota Volksraad. Ada sebanyak
23 orang yang ditunjuk termasuk Soetan Goenoeng Moelia yang juga anggota
Volskraad pada periode sebelumnya. Sementara yang lainnya diangkat setelah
melalui pemilihan (dapil) antara lain Dr. Abdoel Rasjid (dapil Taopanoeli), Mangaradja
Soeangkoepon (dapil Oost Sumatra), Hermon Kartowisastro dan MH Thamrin.
Catatan: Soetan Goenoeng Moelia pada tahun 1921 juga ditunjuk sebagai anggota
Volksraad hingga sebelum berangkat studi doktoral ke Belanda pada tahun 1929.
Setelah meraih gelar doktor (Ph.D) tahun 1933 Soetan Goenoeng Moelia kembali
ditunjuk menjadi anggota Volksraad. Sementara Mangaradja Soangkoepon terpilih
sejak 1927 hingga tahun 1939 ini. Sedangkan Dr. Abdoel Rasjid yang juga adik
Mangaradja Soeangkoepon terpilih dari dapil Tapanoeli sejak 1931 (menggantikan
Dr. Ali Moesa Harahap). Sebagaimana Mangaradja Soangkoepon, Dr. Abdul Rasjid
selalu menang hingga tahun 1939. Hermon Kartowisastro adalah mantan ketua
Indische Vereeniging.
tertinggi di Kementerian Pendidikan yang dapat diraih oleh orang pribumi.
Fungsi Inspektur Pendidikan Pribumi adalah bidang yang mengawasi dan
mengevaluasi pelaksanaan pendidikan bagi pribumi baik yang diselenggarakan
pemerintah maupun swasta atau masyarakat. Dalam hal ini lengkap sudah karir
Soetan Goenoeng Moelia di bidang pendidikan. Jabatan ini seakan melengkapi
tingkat pendidikan yang tidak hanya bergelar master (Mr) di bidang pendidikan
juga pribumi pertama yang meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang pendidikan.
mertuanya meninggal dunia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 17-08-1939).
Disebutkan Bendoro Raden Ajoe Pangeran Ario Sasraningrat adalah istri dari Pangeran
Ario Sasraningrat. Secara tradisional, peti mati dibawa oleh putra dan menantu
dari rumah bagian dalam ke pendopo lali kemudian dilakukan prosesi ke gereja
Bintaran, dimana seorang pendeta sepupu dari almarhum melakukan upacara gereja.
Sesaat bergerak prosesi melaju ke biara Fransiskan, dimana mobil jenazah hanya
berhenti di depan portal, untuk memberikan biarawati kesempatan untuk membuat
salam terakhir kepada ibunya. Itu adalah Zr. M. Clara, seorang putri dari
almarhum yang sebelumnya dikenal dengan nama Raden Adjoe Soeki. Dari biara
dibawa ke Moentilan, dimana BRA Sasraningrat dimakamkan sesuai dengan
keinginannya di makam RK Kerkhof der Paters Jezuieten. Atas nama keluarga, Ki
Hadjar Dewantara, menantu dari almarhum, mengucapkan terima kasih kepada semua atas
partisipasi yang ditunjukkan’
Hadjar Dewantara dan Sekolah HIS dimana Soetan Goenoeng Moelia memiliki peran
penting yang menjadi pergumulan dalam mencari pendidikan yang ideal bagi bangsa
Indonesia. HIS dibentuk tahun 1914 sebagai solusi sulitnya anak-anak Indonesia
masuk ke sekolah Eropa (ELS). Janya segelintir yang mampu, tentu saja termasuk
RM Soewardi Soerjaningrat salah satu yang berhasil. Taman Siswa sendiri yang
diumumkan pada tanggal 3 Juli 1922 sebagai bentuk pendidikan yang berlawanan
dengan HIS.
pendekatan tradisional, swadaya, mandiri dan kurikulum yang berakar dari sosial
budaya setempat. Tdak mengikuti hasil pengetahuan (sains) dari Barat
juga bukan dari Modjopahit yang dibangkitkan (lihat De Indische courant, 09-05-1941:
TAMAN SISWA)). Sebuah sintesis ditemukan antara Timur dan Barat yang terdiri
dari beberapa prinsip: 1. Sistem Among; 2. guru harus mahir berada di depan; 3.
Nasional tanpa imitasi; 4. Pendidiak untuk semua; 5 tidak mengandalkan bantuan
dan dukungan orang lain; 6. Sistem jaminan diri; 7 bebas dari ikatan.
Prinsip-prinsip tersebut disebut melawan migrasi ke Barat dan mundur ke masa
lalu yang masih diterima.
sebagai puzzle terkenal: ‘berpajoeng boekannja radja, bersisik boekannja ikan’,
Dalam hal ini HIS memiliki timbangan sendiri: HIS bukan sekolah Eropa, juga bukan
penduduk asli. Ini adalah sekolah untuk anak-anak dari kelompok ‘istimewa’
orang Indonesia, dimana bahasa Belanda adalah bahasa resmi di empat kelas
teratas (lihat De Indische courant, 25-06-1941: DE HOLLANDSCH INLANDSCHE SCHOOL).
Tujuan sekolah HIS disebutkan adalah untuk membuka jalan ke Barat untuk orang
Indonesia. HIS dirancang secara berjenjang: HIS (7 tahun(: MULO (4 tahun); dan
AMS (3 tahun). Jenjang ini untuk mencapai pintu masuk ke sains dan budaya Barat
pendidikan HIS (Soetan Goenoeng Moelia) dan konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantara (Taman Siswa) sudah pernah terjadi pergumulan diantara orang Belanda
sendiri. Pada tahun 1818 pemerintah menerapkan pendidikan liberal. Pemerintah
memberi kesempatan kepada penduduk pribumi untuk diajar di sekolah-sekolah
Belanda. Pada tahun 1837 ada total 37 siswa Indonesia di ELS. Pada tahun 1848 orang
pribumi tidak lagi diizinkan berada diantara sekolah ELS.
pembentukan sekolah guru untuk pribumi (yang disebut Kwekschool) untuk penyediaan
guru-guru pribumi yang lebih banyak. Sekolah guru yang pertama dididirikan di
Soerakarta pada tahun 1851. Setelah itu menyusul didirikan Kweekschool di Fort
de Kock. Pada tahun 1862 seorang pemuda Mandailing yang baru pulang studi dari
Belanda dengan mendapat akte guru bantu (LO) mendirikan Kweekschool di
Tanobatoe, Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli. Salah satu
lulusan Kweekschool Tanobato ini adalah Maharadja Soetan (ayah Soetan
Casajangan). Sedangkan Soetan Casajangan sendiri sebelum melanjutkan studi ke
Belanda adalah lulusan Kweekschool Padang Sidempoean.
tahun 1863 pelarangan itu kembali dibuka yang memungkin anak-anak pribumi
bersekolah di ELS, Ini berarti kembali ke sistem pendidikan tahun 1818.
Alasannya bahwa penerimaan tidak boleh ditolak jika penduduk pribumi secara
tegas dan sukarela. Kebijakan ini bukan tanpa risiko. Sebab dapat menurunkan
kualitas pendidikan dan ketidakpuasan serius di antara orang-orang Eropa/Belanda.
Lalu pada tahun 1868 disetop lagi.
lagi dengan persyarataa anak Indonesia harus cukup tahu bahasa Belanda dan usia
tidak lebih dari 7 tahun. Pada tahun 1900 Abendanon mencoba mengusulkan
pembebasan persyaratan itu dibebaskan dan tiga tahun kemudian baru disetujui.
Pada tahun 1907 hambatan itu diberlakukan lagi tetapi dengan pengecualian
dengan jumlah kuota terbatas, Oleh karena meningkatnya kebutuhan orang
Eropa/Belanda untuk menghilangkan kuota pribumi muncul model sekolah baru
setara ELS yang kemudian pada tahun 1914 disebut sekolah Hollandsch Inlandsche
School (HIS). Hingga tahun 1941 sudah
ada 150.000 orang Indonesia berbahasa Belanda dari lembaga pendidikan dasar
Barat (ELS dan HIS).
berakhirnya kolonial Belanda belum berakhir. Berbagai bentuk usul masih terus
diapungkan. Sekolah yang digagas Ki Hadjar Dewantara (Taman Siswa) tetaplah
satu hal. Sedangkan usulan-usulan yang terus bergulir adalah hal lain.
pendidikan di Indonesia Soetan Goenoeng Moelia diangkat sebagai Inspektur
Pendidikan Pribumi. Selain itu, jabatan Mr. Sutan Goenoeng Moelia, Ph.D juga adalah
anggota Volkraad dari golongan pendidikan. Jabatan terakhir Soetan Goenoeng
Moelia di dewan sebelum perang adalah Wakil Ketua Volksraad (lihat Het
nieuwsblad voor Sumatra, 30-06-1949).
sebagai macan Pejambon, maka selalu terpilih dalam pemilu. Kini, Mangaradja
Soangkoepon untuk ketiga periode secara berturut-turut menjadi anggota
Volksraad. Pada periode ketiga ini Mangaradja Soagkoepon dan Sutan Gunung Mulia
bahu membahu untuk berjuang untuk kepentingan rakyat (lihat Het nieuws van den
dag voor Nederlandsch-Indie, 12-02-1940). Sutan Gunung Mulia terkesan kalem
terhadap pemerintah Belanda tetapi pemikiran dan substansinya sangat tajam
terutama di bidang pendidikan, sedangkan Mangartadja Soangkoepon terkesan galak
terhadap pemerintah Belanda (kadang tanpa kompromi).
di Indonesia selama era kolonial Belanda jelas sangat rumit. Untuk pendidikan
dasar saja ada sekolah Eropa (ELS) dan ada juga sekolah dasar bentuk baru (HIS)
dan sekolah pribumi (sekolah rakyat). Disamping itu ada sekolah yang dikelola
oleh pemerintah dan juga ada yang dikelola oleh masyarakat atau swasta
(termasuk yang dikelola oleh orang Tionghoa). Taman Siswa adalah sekolah rakyat
tetapi berbeda dengan sekolah rakyat yang dikelola oleh pemerintah. Namun
demikian, sekolah Taman Siswa tetap berada di bawah pengawasan Inspektur
Pendidikan Pribumi (Soetan Goenoeng Moelia).
kewalahan dengan situasi dan kondisi yang ada di dalam bidang pendidikan.
Sekolah Eropa (ELS) sudah barang tentu mengikuti kurikulum pendidikan Eropa
(yang kompatibel dengan sekolah-sekolah di Eropa). Sementara sekolah HIS hanya
ada di Indonesia dan harus mendapat pendidikan persamaan untuk bisa disetarakan
dengan ELS. Oleh karena HIS hanya ada di Indonesia dan memiliki kurikulum yang
seragam antara yang dikelola pemerintah maupun yang dikelola oleh swasta
pribumi atau swasta asing atau Taman Siswa. Sebagaimana diketahui sejak 1933 kurukulum
Taman Siswa sudah ada yang disesuaikan dengan kurikulum HIS sehingga lulusannya
bisa ke MULO/HBS. Dalam hal ini pemerintah membentuk Komite HIS yang mana salah
satu anggota komite tersebut adalah Soetan Goenoeng Moelia. Sementara untuk
sekolah pribumi belum terbentuk komite sekolah pribumi. Boleh jadi hal ini
karena kurikulum sekolah pribumi yang berada di bawah pengawasan Inspektur
Pendidik Pribumi (Soetan Goenoeng Moelia) dilakukan berbeda-beda seperti Taman
Siswa. Dengan demikian akan sangat sulit membentuk sekolah pribumi secara
nasional. Sekolah-sekolah Taman Siswa yang berada di bawah Yayasan Taman Siswa
yang seragam secara nasional tetapi
berbeda dengan kurikulum sekolah-sekolah pribumi yang dikelola pemerintah
secara nasional.
Jelas dalam hal ini sulit menyatukan sekolah pribumi
yang dikelola pemerintah (Soetan Goenoeng Moelia) dengan sekolah yang dikelola
oleh Ki Hadjar Dewantara (Taman Siswa). Satu-satunya cara untuk menyatukan itu
adalah menghilangkan faktor Belanda lalu memilih apakah konsep Taman Siswa yang
dipertahankan atau sebaliknya konsep pemerintah yang dipertahankan.