Pertemuan kali pertama Persija dan PSMS
terjadi pada tahun 1952 pada Kejuaraan Antar Perserikatan 1952. Namun demikian,
rivalitas Persija vs PSMS baru dimulai pada tahun 1954, tepatnya pada
pertandingan terakhir Kejuaraan Antar Perserikatan 1953/1954. Dalam
pertandingan Persija vs PSMS tersebut harus berakhir yang mana PSMS keluar dari
lapangan karena pihak PSMS merasa wasit tidak cermat dan tidak tegas. Kubu PSMS
menganggap tidak ada masalah dengan Persija, PSMS hanya bermasalah dengan
wasit.
Bukti tidak ada masalah antar tim, kubu Persija
menawarkan pertandingan revanche di Medan. Dalam pertandingan di Medan dengan
wasit asal Burma berjalan dengan baik. Dalam pertandigan tersebut PSMS berhasil
mengalahkan Persidja. Bukti lain, nyata-nyata Tim Nasional yang dibentuk PSSI
beberapa bulan kemudian justru dihuni dan didominasi oleh pemain-pemain PSMS (6
pemain) dan Persija (2 pemain) serta tiga pemain dari tim perserikatan lainnya.
Jelas bahwa kisruh pertandingan Persidja vs PSMS hanya masalah wasit yang
kurang cermat dan tidak tegas. Persoalan berada pada wasit.
Tidak diketahui secara pasti sudah berapa
kali tim Persija bertemu PSMS sepanjang masa. Setiap penyelenggaraan Kejuaraan
Antar Perserikatan (era perserikatan), sejak 1952 hingga berakhir tahun 1994 baik
Persija maupun PSMS selalu berpartisipasi. Berdasarkan data yang tersedia, paling
tidak Persija dan PSMS telah bertemu sebanyak 31 kali. Hasil yang paling banyak
terjadi adalah imbang (draw) sebanyak 14 kali. Persija menang 11 kali dan PSMS hanya
6 kali. Kedua tim pernah menjadi juara bersama. Di luar itu, Persija menjadi
juara 3 kali, sedangkan PSMS 4 kali. Jika ditambahkan di sini, Persija pernah 3
kali sebagai runner-up, sementara PSMS sebanyak 4 kali.
Antara Persija dan PSMS secara head to head Persija
unggul terhadap PSMS. Namun dalam pencapaian prestasi (baik juara maupun
runner-up) PSMS lebih unggul dari Persija. Satu hal yang menarik pertemuan
Persija dan PSMS sepanjang penyelengaraan Kejuaraan Antar Perserikatan hampir
separuhnya berakhir draw (imbang).
Dalam liga profesional (Liga Indonesia) yang
dimulai tahun 1994 klub Persija dan klub PSMS telah bertemu sebanyak 19 kali.
Persija menang 11 kali, PSMS menang 5 kali. Hasil imbang (draw) sebanyak 3
kali. Jumlah pertemuan antara Persija dan PSMS selama berlangsungnya Liga
Indonesia terbilang relatif sedikit jika dibandingkan dengan era perserikatan
(amatir). Hal ini karena beberapa tahun PSMS berada di liga kedua (kedua tim
tidak bertemu). Tidak bertemunya kedua tim juga karena liga sendiri ada yang
dibagi dua tiga wilayah (barat, tengah dan timur). Disamping itu, hasil
pertemuan kedua tim pada masa dualisme federasi (PSSI vs KPSI) tidak dicatat
dalam hal ini. Namun demikian, dari pertemuan yang dicatat di sini, Persija
unggul head to head dengan PSMS.
Rekor pertemuan yang dideskripsikan di atas, sesungguhnya
belum termasuk pertemuan antara Persija dan PSMS di luar Kejuaraan Antar
Perserikatan dan Liga Indonesia. Pertemuan antara Persija dan PSMS lainnya
terjadi pada berbagai turnamen di luar turnamen Marah Halim Cup di Medan. Dalam
Piala Indonesia tercatat Persija vs PSMS bertemu pada semi final 2005: leg-1
PSMS menang dengan skor 2-1 dan pada leg-2 Persija menang 3-1 dan perebutan
tempat ketiga 2006 Persija menang lawan PSMS dengan skor 2-0.
Rekor pertemuan antara Persija dan PSMS sejak
1952 sepanjang masa (hingga hari ini) dalam berbagai label pertandingan sudah
cukup banyak. Dengan demikian, setiap pertandingan antara Persija dan PSMS pada
masa ini haruslah dipandang sebagai rivalitas yang berlabel pertandingan klasik
(el clasico). Ada dinamika dan romantisme diantara kedua tim. Oleh karenanya
pertandingan antara Persija dan PSMS, paling tidak selalu ditunggu oleh para
suporter masing-masing.
 |
Pertandingan Final Persib vs PSMS di stadion Senayan, 1985 |
Saya sesungguhnya pernah menjadi suporter Persib maupun
suporter PSMS dan suporter Persija. Saya menjadi suporter PSMS karena
permintaan para suporter Persib Bandung di Bogor. Ini bermula tahun 1985
(ketika saya masih kuliah), saya sebagai warga (KTP) Bogor tentu saya menjadi
suporter Persib ketika tiap kali warga RT/RW saya melakukan nonton bareng
Kejuaraan Antar Perserikatan 1985. Saat bersua Persib dan PSMS saya didaulat
untuk menjadi suporter PSMS (karena di RT tersebut hanya saya yang berasal dari
Sumatra Utara). Padahal saya sebelumnya tidak pernah menjadi suporter PSMS (karena BTL,
tidak pernah ke Medan). Atas desakan
ketua RT saya terima. Ketika Persib membobol gawang PSMS saya disuruh diam
sementara mereka berjingkrak-jingkrak. Sebalikya jika PSMS yang menyarangkan gol
ke gawang Persib, saya lalu di angkat ramai-ramai ke udara sambil teriak-teriak hidup PSMS, hidup PSMS. Lalu kemudian, hari
ketika Persib dan PSMS berjumpa lagi di final saya kedatangan empat teman kuliah sekampung alumni
SMA Medan mengajak nonton ke stadion Senayan, tetapi saya enggan karena saya
sudah ada agenda nonton bareng di rumah Pak RT. Akhirnya saya terus didesak dan
mengalah. Sebelum berangkat saya lapor ke Pak RT absen nonton bareng. Ada
kejadian aneh ketika berangkat dari terminal Bogor. Teman-teman rupanya sudah
menyiapkan spanduk. Ketika mau naik dekat pintu tol Jagorawi, teman-teman saya itu melakukan nego kepada kondektus bis (mungkin Lorena saya lupa-lupa ingat): ‘Kami hanya mau naik jika spanduk kami dibentangkan di
belakang bis’ demikian permintaan teman saya kepada kondektur (pembicaraan ini berada di luar bis, sambil bis merangsek dengan jalan pelan-pelan). Kondektur bis tampak sekali mati langkah, sebab ada lima calon penumpang tetapi
ingin bentangkan spanduk (sementara bis sudah mau memasuki jalan tol). Mungkin kondektur berpikir daripada bangku belakang kosong, tak apalah. Nego sepakat. Saya dan dua teman segera naik ke bangku kosong
di belakang sementara dua yang lain masih berada di luar berlari-lari mengikuti lajunya bis sambil mengulurkan tali spanduk dari luar. Spanduk yang sebelumnya telah disiapkan pemberat (air dalam
plastik di bagian bawah spanduk agar tidak terbang) terpasang di belakang bis, dua teman itu juga bergegas naik. Tarik!. Bis pun melaju kencang di jalan tol. Awalnya
tenang tenteram, tetapi jelang Sentul mulai ada yang meneriakkin kata-kata permusuhan dari bis
sebelah ke bis kami. Anggapan penumpang bis sebelah yang saya duga datang dari Bandoeng, Cianjur
dan Sukabumi yang notabene suporter Persib menganggap seisi bis kami adalah
semua suporter PSMS (padahal cuma lima orang toh!). Penumpang bis kami yang berada di bagian depan yang sebagian
besar tampaknya adalah suporter Persib asal Bogor merasa bingung mengapa bis-bis sebelah yang
melewati bis kami selalu teriak-teriak yang tidak terlalu jelas ngomong apa (karena banyaknya bis yang menuju Jakarta. Cilaka!. Saya mulai tidak nyaman, tetapi teman saya
bilang tenang saja: ‘Tenang saja lae, penumpang dalam bis ini tidak ada yang tahu apa yang ada di belakang bis,
hanya kondektur yang sempat lihat tadi’. Akhirnya bis kami sampai di terminal Cililitan (terminal
kampung Rambutan belum ada). Alhmadulillah, tidak terjadi apa-apa di tengah perjalanan sepanjang jalan tol Jagorawi, Di terminal Cililitan, kami cepat turun dan segera spanduk dilipat
kembali, lalu kami naik ke bis jurusan Blok M dan memilih bis yang tampak dari jauh dipenuhi oleh suporter
PSMS yang datang dari berbagai tempat seperti Bekasi. Setiba di stadion
Utama Senayan (belum bernama SUGBK), wuh sangat luar biasa jumlah penonton. Kami mengambil tempat di tribun timur
bagian atas (tempat suporter PSMS). Menurut penyiar siaran pandangan mata (RRI) jumlah penonton yang hadir ditaksir 150.000 orang (kami bawa
radio ketika menonton itu, penyiarnya kalau tidak salah-salah ingat: Sambas, Abraham Isnan dan Syamsul Muin Harahap). Fantastik! Selanjutnya: Ketika saya sudah lulus kuliah, saya
pindah ke Jakarta, saya juga mengurus KTP DKI Jakarta. Pada penyelenggaraan
Liga Indonesia yang pertama (1994) saya menjadi suporter Persija yang berkandang di
stadion Menteng. Kala itu ada dua klub di Jakarta yakni Persija dan Pelita Jaya
yang bermarkas di Lebak Bulus yang terkenal dengan suporter fanatiknya
Commando. Oleh karena kantor saya di Jalan Salemba Raya 4, saya selalu menonton Persija ke
stadion Menteng. Dari Salemba cukup naik bajaj dan memilih pintu tribun timur (jarak terdekat dari Salemba).
Setiap saya menonton hanya beberapa orang yang mengisi tribun timur, karena
tribun barat sendiri tidak penuh-penuh amat. Begitulah kondisi suporter Persija
saat itu (sangat sedikit jika dibandingkan suporter Pelita Jaya, Commando (tentu saja Jakmania belum ada).
Meski sepi penonton saya tetap suka dan saya yang selalu hadir di tribun timur menjadi asik
sendiri. Saat itu, di Persija ada dua pemain yang bagus yang selalu saya perhatikan jika mengontrol atau menendang bola: Azhari Rangkuti dan Patar Tambunan. Jadilah saya suporter Persija. Sejak satu dekade yang lalu ketika anak-anak
saya sudah mulai remaja seakan mereka telah menggantikan saya menjadi suporter Persija (saya
pun lengser dan fokus menulis sejarah sepak bola). Saya tergolong suporter Persija zaman old, sedangkan anak-anak saya suporter zaman now. Sejak era anak-anak saya itulah suporter
Persija tampak pertumbuhan dan perkembangannya yang sangat pesat. Seperti yang
dapat dilihat di televisi sekarang, suporter Persija sudah puluhan ribu yang selalu memadati
stadion. Ini berbeda ketika saya menjadi suporter Persija pada tahun-tahun awal Liga
Indonesia (yang terkenal dengan marquee player Roger Milla dan Mario Kempes)
yang hanya terdiri dari segelintir orang saja. Romantisme saya: Tribun timur stadion Menteng, saking
sepinya seakan milik saya setiap klub Persija melakukan laga kandang. Ada beberapa kali saya menonton Persija pada saat laga tandang (ketika lagi kerja riset di luar kota). Satu kali apes: pada tahun 2004 saya dengar di warung bakal ada sore hari pertandingan PSMS vs Persija di stadion Teladan Medan. Untuk mengejar waktu, dari Sidikalang (Dairi) saya carter motor RX-King agar sampai tepat waktu (jangan tanya sewanya). Setiba di stadion Teladan yang bertanding bukannya Persij tetapi PSMS vs Persik. Oalah. Tetapi saya tonton juga. Saat itu Legimin Rahardjo kalau tidak salah-salah ingat sudah menjadi pemain PSMS. .
Prediksi Pertandingan Berikutnya Antara Persija vs PSMS
Pertandingan Persija dan PSMS dalam semi
final Piala Presiden 2018 yang akan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari ini (leg-1
dan tanggal 13 Februari leg-2) sudah sangat intens dibicarakan di berbagai
media. Bahkan intensitas pembicaraan Persija vs PSMS jauh lebih hingat bingar
jika dibandingkan dua kontestan lainnya di semi final antara Bali FC dan
Sriwijaya FC. Ini membuktikan bahwa fokus perhatian bukan pada semi finalnya tetapi
lebih pada pertemuan dua tim legendaris (pertandingan klasik).
Breaking News: Spirit Medan dengan semboyan baru suporter Ribak Sude
seakan muncul kembali pada awal tahun 2018. PSMS dan Persija sama-sama melaju
ke semifinal Piala Presiden 2018 dan harus bertemu setelah sekian waktu tidak
pernah bertemu. Pimpinan PSMS menyebut di media: ‘Ini nostalgia masa perserikatan.
Di babak grup Piala Presiden 2018 kami sudah menaklukkan tim-tim perserikatan,
Persib dan PSM, kemudian Persebaya di perempat final. Mengapa kami tak bisa
kalahkan Persija?’ demikian pengurus PSMS memulai psywar terhadap Persija.
Statement ini tampaknya mirip yang pernah terjadi pada tahun 1954.
Satu hal dari pertemuan antara Persija dan
PSMS kali ini adalah soal homebase ketika semi final Piala Presiden 2019 dilakukan
dengan format home and away. Kedua tim disebut tidak memiliki homebase.
Homebase PSMS di stadion Teladan Medan tengah renovasi; sedangkan homebase
Persija yakni Stadion Gelora Bung Karno (pengganti stadion Ikada) tempo doeloe,
meski baru habis renovasi tetapi tidak bisa digunakan karena ada test event
Asian Games 2018. Inilah nasib dua tim klasik, yang notabene dua tim pertama di
Indonesia yang memiliki stadion yang megah di masa lampau. Stadion Ikada
Djakarta yang dibangun jelang PON II (1952) menjadi homebase Persija dan stadion
Teladan Medan yang dibangun jelang PON
III (1954).
Breaking News: Dengan ketiadaan homebase, baik PSMS dan Persija telah
menetapkan homebase masing-masing di stadion Manahan Solo. Ini berarti
pertandaingan kandang dan tandang untuk Persija dan untuk PSMS akan terjadi di
stadion yang sama.
Bagaimana hasilnya, kita lihat saja nanti.
Selamat bertanding. Jangan lupa spirit sportivitas. Para suporter kedua tim
harus damai. Sebab pertemuan Persija dan PSMS akan terus berulang yang disebut
El Clasico.
Breaking News: Jelang pertandingan Persija vs PSMS muncul
statement-statement heroik: Persija Haram Lepas Laga Melawan PSMS Demi AFC Cup
2018; Persija Lebih Fokus Hadapi PSMS Ketimbang JDT (klub Malaysia); Ismed
Sofyan menghimbau Jakmania padati stadion Manahan.
Persija tampaknya tidak ingin mengabaikan
pertandingan melawan PSMS. Ini menunjukkan rivalitas Persija dan PSMS tidak ada
habisnya (klasik). Apalagi dengan mengalahkan PSMS akan membuka jalan bagi
Persija untuk juara (sportivitas). Bandingkan dengan PSM Makassar di fase grup,
hatinya mendua dan tidak jelas. Ini menunjukkan bahwa meski PSM klub legendaris
tetapi tidak ada rasa memiliki tradisi klasik dengan lawan-lawannya (di fase
gerup ada Persib dan PSMS). Cilakanya, PSM bahkan berdalih datang ke Bandung
hanya dengan tim klas dua dan hanya menganggap sebagai cara untuk menguji
pemain muda. Sedangkan yang senior difokuskan (yang bersamaan) untuk meraih
juara Super Cup Asia di Makassar (tidak resmi) yang diselenggarakan sendiri.
Akhirnya PSM juara se-Asia di Makassar dan tim PSM hancur lebur di Bandung. Bandingkan
dengan Persija, yang juga di waktu yang bersamaan bahkan harus bertanding di
Piala AFC di Malaysia (kujuaraan resmi yang diagendakan AFC) bahkan mengusung
dua tujuan: mengalahkan rivalitas PSMS dan melaju ke final, juga tak kalah
penting untuk mampu mengalahkan klub Malaysia. Inilah karakter Persija sejati yang
terpuji di dalam kancah sepak bola Indonesia. Saya suka ini. Cara kita menghargai sepak bola negeri sendiri, Ibndonesia. Semoga saja Persija sukses. Salam dari
Depok. Jasmerah.