*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog Klik Disini
Dalam
konteks Sejarah Menjadi Indonesia, ada satu periode tentang Tiongkok dan China
yang overlap dengan sejarah Nusantara atau Hindia Timur (Indonesia). Periode
ini dapat dikatakan fase transisi era dinasti di Tiongkok dengan era China
modern (Sun Jat Sen, sejak 1912). Era China modern ini di Hindia Belanda
overlap dengan awal era Tionghoa di Indonesia (sejak 1936). Untuk mudahnya sebut
saja ke dalam tiga periode: Tiongkok (Zaman Kuno), China (Zaman Kolonial) dan
Tionghoa (Zaman RI). Era zaman kuno Tiongkok sudah dideskripsikan pada artikel
sebelumnya. Kini, deskripsinya difokuskan pada era kolonial. Era Tionghoa juga
sudah dideskripsikan pada artikel sebelumnya

(Nusantara), sudah eksis pengaruh India (era Hindoe Boedha) yang kemudian
diikuti pengaruh Tiongkok (era perdagangan). Era Hindoe Boedha ini telah
mewarnai terbentuknya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Namun pengaruh (pedagang-pedagang)
India semakin memudar sejak menguatnya kerajaan-kerajaan Nusantara yang telah
menggantikan peran para
pedagang-pedagang India. Ini seiring dengan semakin menguatnya pengaruh Islam
pada kerajaan-kerajaan yang ada. Diantara dua era ini (Hindoe Boedha dan Islam),
masuk pengaruh Tiongkok di nusantara. Pengaruh Tiongkok ini overlap dengan
kehadiran Eropa yang mana muncul introduksi baru nama Tiongkok yang mengacu
pada nama Sino (Portugis) dan nama China (Inggris).
Lantas apa pentingnya era China zaman kolonial ini? Seperti
disebut di atas, era Tiongkok adalah era yang mana sejak awal orang-orang
Tiongkok terkait nusantara tetapi belum hadir pengaruh Eropa. Pada fase
kehadiran Eropa ini berbeda dengan era Tiongkok. Lalu bagaimana sejarah China
pada era kolonial ini yang dapat dihubungkan dengan Hindia Timur dan Huidia
Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber
primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku
hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*
Nama Tiongkok Zaman Kuno: Kerajaan Aru di
Sumatra dan Pedagang-Pedagang Arab
Tiongkok pada awalnya tidak mengenal navigasi pelayaran
perdagangan. Awalnya pantai timur Tiongkok adalah wilayah terpencil Tiongkok
dan sebagian bahkan belum dimiliki Tiongkok. Satu pusat perdagangan yang
penting di pantai timur adalah pelabuhan yang kemudian disebut Annam. Pelabuhan
Annam adalah vassal dari Kerajaan Aru.
Sebelum muncul nama Annam, pelabuhan awal di
pantai timur adalah Kattigara, suatu nama kuno. Nama Kattigara sudah dicatat
oleh Ptolomeus (150 M) sebagai ‘portus Sinarura’ yang boleh jadi dalam bahasa
Batak Sinarura ini dapat diartikan Cina (Sina) dan lembah (rura) atau juga
dapat diasosiasikan dengan (kerajaan) Simamora. Dari catatan sejarah dinasti Tiongkok
Hou Han-Shu (yang disusun pada abad ke-5) diketahu bahwa pada tahun 132 M.
pesisir wilayah di timur laut Annam [nama Tiongkok adalah Jih-nan] sudah menjadi
titik terminal untuk navigasi dari Laut Selatan. Pada tahun itu di dalam catatan
itu disebut raja Yeh-tiao dari luar perbatasan Jih-nan sebuah kedutaan untuk
memberikan upeti. Kaisar memberikan Tiao Pien kepada raja Yeh-tiao segel emas
dan ungu. Yeh-tiao diduga kuat adalah Sumatra, sebab nama Jawa saat itu adalah Yawadwipa.
Kerajaan Yeh-tiao diduga kuat adalah Kerajaan Aru (bandingkan dengan prasasti
Vo Cahn abad ke-3). Sebab berdasarkan catatan Ptolomeus (150 M) disebutkan
bahwa bagian utara pulau Sumatra adalah sentra produksi kamper (komoditi utama
Kerajaan Aru di daerah aliran sungai Barumun di pantai timur Sumatra). Sejak
terjadinya invasi Tiongkok ke Annam, pengaruh Kerajaan Aru bergeser Kattigara.
Dengan semakin berkembangnya pelabuhan Tiongkok di
Canton, wilayah Tiongkok yang kaya jalur navigasi pelayaran perdagangan mulai didatangi
oleh pedagang-pedagang asing seperti Arab, Dalam hal ini sebelum Tiongkok
mengenal navigasi pelayaran, pedagang-pedagang Arab adalah yang paling aktif
mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Tiongkok di pantai timur. Pada saat awal kehadiran
pedagang Arab ada dua pelabuhan yang bersaing di pantai timur yakni pelabuhan
Canton (kini Guangzhou) dan pelabuhan Annam. Kehadiran pedagang-pedagang Arab
di Tiongkok bahkan selagi umat Islam masih dipimpin oleh (nabi) Muhammad di
Madinah (tahun Hijrah dimulai tahun 622 M). Boleh jadi dari sejarah inilah diketahui adanya hadis yang menyatakan
‘tuntutlah ilmu itu walau jauh ke negeri Tiongkok’.
Kelak nama Annam berganti dengan nama Champa
(kini Vietnam). Sedangkan nama Kattigara kelak disebut Cochinchina (kini
Kamboja). Dari perubahan-perubahan nama inilah kemudian terbentuk etnik Champa
di Annam dan etnik Khmer di Kattinagara (Cochinchina). Nama Champa dan nama
Khmer diduga merujuk pada nama kamper (champer=champa; champer=khmer). Seperti
disebut di atas, kamper adalah komoditi utama berasal dari Kerajaan Aru.
Pedagang-pedagang Arab di Canton juga mendapat mata dagangan kamper, mata dagangan
yang berasal dari Kerajaan Aru yang ditransfer ke Kattigara dan Annam dan
kemudian diteruskan ke Canton,
Dalam catatan Tiongkok disebutkan bahwa antara 618 dan
626 empat murid Muhammad membawa Islamisme ke Tiongkok, satu mengajar di Canton,
satu di Yang-chow, dan dua lainnya di Ch’üan-chow. P’an-yü-hsien-chih bab 53 halaman 1 berkata: ‘Ketika perdagangan
laut dibuka pada dinasti T’ang, Muhammad, raja Muslim Medina mengunjungi koloni
Muslim di Canton, yang mereka sebut Khanfu. Juga disebutkan mengirim paman dari
pihak ibu, pendeta Su-ha-pai-sai ke Tiongkok untuk berdagang. Dia membangun
menara Kuangfe dan masjid Huai-shêng. Dia meninggal segera setelah menara dan
masjid selesai dibangun. Dabry de Thiersant, paman dari pihak ibu Muhammad,
Wahb-Abu-Kabcha, datang ke Tiongkok pada tahun 628 atau 629. Pada tahun-tahun ini pula diketahui peziarah
Tiongkok mulai berkunjung ke India.
Pada tahun 629, seorang yang terkenal
peziarah Hsüan-tsang memulai perjalanannya melalui Asia Tengah dan India. Para
peziarah yang pergi ke India setelah dia mengambil pada awalnya rute darat
melalui Balkh, Peshawar, Tibet dan Nepal, tetapi di paruh kedua abad ketujuh rute
laut menjadi lebih sering digunakan. Canton adalah pelabuhan embarkasi. Sangat
sering peziarah yang mampir di Jawa atau di Sumatera, tinggal disana untuk
beberapa waktu sebelum mereka melangkah lebih jauh, karena tempat-tempat ini adalah
juga pusat studi agama Buddha. Kemudian mereka melanjutkan lagi perjalanan melewati
Kepulauan Nicobar dan menuju Ceylon. Buddhis Tiongkok yang terkenal, Guru
Hui-ning pergi ke Java sengaja pada tahun 664-665, dan tetap disana tiga tahun
untuk bekerja dengan pendeta dari negara itu Jnanabhadra yang dengan cendekiawan
ini, dia menerjemahkan Nirvana. Sumatera juga disebut sebagai pusat besar untuk
studi agama Buddha. Di antara orang Tiongkok yang pergi untuk belajar disana
adalah I-tsing. Dia meninggalkan Canton pada tahun 671 dan menuju ke Sumatera Sriwijaya
dimana ia menghabiskan enam bulan studi tentang tata bahasa Sansekerta. Kemudian
dia pergi ke Malayu dimana dia tinggal selama dua bulan lainnya. Setelah
kembali dari India dimana dia menghabiskan sepuluh tahun di universitas Buddhis
Nalanda yang terkenal, dia kembali menetap di Sriwijaya selama kurang lebih 10
tahun dan bergerak di bidang penulisan dan penerjemahan. Dalam biografi I-tsing
disebutkan enam puluh peziarah yang melakukan perjalanan ke India, tiga puluh
tujuh di antaranya menempuh jalur laut.
Dari berbagai keterangan yang berasal dari catatan
Tiongkok mengindikasikasikan bahwa di Tiongkok, sudah ada orang-orang Islam di
Canton, sebelum orang-orang Tiongkok melakukan kali pertama ziarah agama Boedha
ke India. Tentu yang paling menarik dari keterangan itu bahwa Nabi Muhammad
pernah berkunjung ke Canton dan juga kemudian oleh pamannya. Ketika
pedagang-pedagang Arab sudah melalui laut ke Tiongkok, peziarah Tiongkok ke
India masih melalui darat. Baru pada pertengahan abad ke-7 orang Tiongkok mulai
menggunakan jalur navigasi pelayaran, seperti Guru Hui-ning ke Java (664-665 M)
dan I’tsing ke Sumatra (671 M).
Dalam perkembangannya sehubungan dengan
semakin pentingnya pelabuhan Canton, pedagang-pedagang Arab di pelabuhan
diizinkan Kaisar Tiongkok untuk membentuk koloni (tidak hanya sekadar berdagang
tetapi juga untuk menetap). Berdasarkan catatan dinasti Tiongkok karena
orang-orang Arab berperilaku baik dan telah memiliki tertib hukum sendiri yang
bisa menjalankan pengadilan.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Navigasi Pelayaran Perdagangan Tiongkok: Sino
Era Portugis dan China Era VOC (Belanda)
Dalam sejarah (dinasti) Sung, selama periode (dinasti) Sung
Selatan (1127-1279) mulai dimunculkan gagasan menjemput bola dalam perdagangan,
tidak lagi hanya sekadar menunggu pedagang-pedagang asing datang seperti Arab
tetapi kaisar Tiongkok mendorong pedagang-pedagang Tiongkok untuk mengarungi
laut (selatan). Program ini dipromosikan antara tahun 984 dan tahun 987. Ini
ditindaklanjuti dengan delapan pejabat dikirim oleh Kaisar T’ai-tsung dengan
kredensial di bawah segel Kekaisaran ke luar negeri. Hasilnya segera tampak,
gudang-gudang perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok penuh dan mendapat
keuntungan yang lebih besar yang juga pada gilirannya meningkatkan porsi
penerimaan pemerintah. Selain ekspor produk Tiongkok, juga mendatangkan produk
dari luar seperti gading, cula badak, mutiara, giok, kayu wangi (gaharu), obat-obatan
dan barang berharga.
Tampaknya kebijakan baru Tiongkok ini telah mempengaruhi
pola perdagangan Kerajaan Aru di sekitar Laut China Selatan. Kawasan ini dari
selat Malaka hingga Filipina adalah kawasan tradisional navigasi pelayaran
perdagangan Kerajaan Aru sejak zaman kuno. Untuk memahaminya dapat diperhatikan
lagi isi prasasti Vo Cahn abad ke-3, prasasti Kedukan Bukit 682, prasasti Ligor
775 M dan yang terakhir prasasti Laguna Luzon 900 M.
Di bagian akhir abad kesepuluh, Tiongkok berdagang dengan
Semenanjung [Malaya], Jawa, Champa, Kalimantan, beberapa pulau du kepulauan
Filipina, Sumatra dan lain-lain. Juga dengan orang Arab. Meskipun daftar ini
dalam Sejarah Sung tidak menyebutkan secara khusus negara-negara di pantai
India, tidak terbayangkan bahwa tidak satupun dari mereka diperdagangkan dengan
Tiongkok. Ke dalam negara-negara ini harus menambahkan Jepang dan Kepulauan Liu
Kiu.
Mengapa tidak ada perdagangan Tiongkok hingga
pantai timur India, sebenarnya, meski tidak dijelaskan dalam sejarah Sung,
tetapi berdasarkan sumber lain dapat saja itu terjadi telah terjadi ketegangan
antara Tiongkok dengan negara-negara di India. Sebagaimana diketahui bahwa pada
tahun 1022 Kerajaan Chola di India selatan melakukan invasi ke ke pantai utara
bahkan hingga ke selat Malaka. Berdasarkan prasasti Tanjore 1030 nama-nama yang
diserang pasukan Chola di Sumatra antara lain Lamuri, Kadaram, Malayu dan Panai
(Kerajaan Aru).
Boleh jadi mulai melautnya pedagang-pedagang dari daratan
Tiongkok ke wilayah selatan dan dilakukannya invasi India (Chola) ke Hindia
Timur menjadi tonggal penting, yang dapat menjadi awal dari Tiongkok di Hindia
Timur dan akhir dari India di Hindia Timur.
Tunggu deskripsi lengkanya
Era China Kolonial: China (Hindia Belanda)
dan Tionghoa (Indonesia)
Kehadiran Eropa, dalam hal ini Portugis, di Tiongkok baru
terjadi pada tahun 1514 yang dipimpin oleh Fernao Peres. Ini setelah sebelumnya
pelaut-pelaut Portugis menaklukkan dan menduduki (kerajaan) Malaka.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di
blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.