*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Aceh dalam blog ini Klik Disini
Pemerintah
Hindia Belanda telah menyatukan semua wilayah kerajaan-kesultanan di Nusantara.
Kesultanan Atjeh terbilang yang terakhir disatukan. Meski masih ada perlawanan
di Tanah Batak (yang dipimpin Sisingamangaradja) dan di Tanah Gayo (yang
dipimpin Teuku Oemar) sejak jatuhnya kota Atjeh pada tahun 1873, Pemerintah
Hindia Belanda langsung membentuk cabang peerintahan di Atjeh dengan ibu kota
di Kota Radja (pengganti nama Kota Atjeh). Sejak dari kota inilah secara
bertahap wilayah Atjeh diadministrasikan dan dibentuk cabang-cabang
pemerintahan yang lebih kecil hingga kampong (gampong).

Atjeh 1873), Pemerintah Hindia telah membentuk cabang-cabang pemerintahan di
pantai barat dan pantai timur Sumatra. Residentie Tapanoeli dibentuk tahun 1845
dengan ibu kota di Sibolga yang mana menjadi salah satu residentie di Province
Sumatra’s Westkust. Salah satu afdeeeling di Residentie Tapanoeli adalah
Afdeeling Singkil. Sementara itu Residentie Sumatra’s Oostkust dibentuk sejak
1863 dengan ibu kota di Bengkalis. Salah satu afdeeling di Residentie Sumatra’s
Oostkust yang dibentuk terakhir adalah afdeeling Tamiang.
Lantas
bagaimana sejarah awal terbentuknya province Atjeh? Seperti disebut di atas sudah lebih awal dibentuk di
Singkil baru di Atjeh (Groot Atjeh) dan kemudian disusul di Tamiang. Lalu
bagaimana sejarah dintegrasikannya Singkil dan Tamiang masuk administrasi
province Atjeh? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya
ada permulaan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika
sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh
penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal
itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan
artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel
saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah
pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk
lebih menekankan saja*.
Terbentuknya Afdeeling Groot
Atjeh: Afdeeling Singkil di Residentie Tapanoeli
Dalam
rangka untuk membentuk cabang pemerintahan di wilayah yang masih independen di
Atjeh, Pemerintah Hindia Belanda mengangkat KF Swieten sebagai Komisaris
Pemerintah untuk Atjeh sejak 30 September 1872 (lihat Almanak 1874). Entah
secara kebetulan, Gubernur Jenderal James Loudon mengangkat Jan van Swieten
sebagai Komandan dalam ekspedisi militer ke Atjeh pada tahun 1873.
Jenderal Jan van Swieten sesungguhnya sudah
lama ‘pensiun’ dan kembali ke Belanda. Entah mengapa Jan van Swieten dipanggil
lagi ke Hindia Belanda untuk memimpin ekspedisi ke Atjeh. Besar dugaan karena
permintaan atau rekomendasi KF Swieten. Apakah ini pertaruhan nama keluarga
(marga) van Swieten? Boleh iya, boleh
tidak. Namun Jan van Swieten bukanlah orang yang tidak berkompeten. Karir van
Swieten bermula dan sukses di pantai barat Borneo sebagai komandan ekspedisi
masih berpangkat Kapitein. Ketika Jenderal AV Michiels, Gubernur pantai barat
Sumatra sejak 1838 setelah sukses dalam Perang Padri dan menaklukkan Tuanku
Imam Bondjol, diminta memimpin ekspedisi
Bali tahun 1849, posisi Gubernur pantai barat Sumatra dan merangkap komandan
militer dipromosikan Kolonel Jan van Swieten. Sebagai Gubernur pantai barat
Sumatra, pada tahun 1857 Jan van Swieten memimpin ekspedisi militer ke Atjeh
(ekspedisi pertama ke Atjeh). Hasil ekspedisi ini dibuat Tractaat pada bulan
Maret 1857 dengan Sultan van Atjeh.
Dalam
ekspedisi militer kedua ke Atjeh, Jenderal van Swieten melakukan tindakan yang
kontroversial. Banyak orang Belanda yang tidak setuju cara yang dilakukan van
Swieten, tetapi lebih banyak yang memakluminya. Tindakan apa yang dilakukannya.
Jenderal van Swieten memerintahkan pasukannya menghancurkan kraton dan masjid
Atjeh hingga luluh lantak. Semua orang melongo. Apakah van Swieten puas atau
merasa tidak berdosa melakukan tindakan brutal itu? Entahlah. Yang jelas itu pertaruhan nama keluarga
mereka van Swieten. Boleh jadi Jenderal van Swieten yang berpengalaman dengan
orang Sumatra paham apa yang harus dilakukan, meski metode yang dipakai tidak
lazim.
Ketika orang-orang pribumi diam seribu bahasa tentang
kabar hancurnya kraton dan masjid Atjeh, seorang guru di Mandailing, Willem
Iskander mengkritik tindakan keji tersebut. Berita itu kemudian viral.
Orang-orang Belanda baru menyadarinya dan apa yang terjadi? Lalu muncul gagasan diantara orang-orang Belanda untuk
membentuk kepanitian untuk pengumpulan dana seluruh Hindia Belanda. Sangat
banyak terkumpul termasuk dari orang-orang pribumi. Buat apa dana itu? Dana tersebut sebagian besar diperuntukkan untuk
membangun kembali masjid Atjeh. Jadilah masjid Atjeh yang megah terbuat dari
beton (sebelumnya hanya terbuat dari kayu) yang arsiteknya seorang Belanda. Sisa
dana yang tidak terpakai kemudian dialokasikan untuk merehabilitasi masjid
Bandoeng. Mengapa masjid Bandoeng? Lihat serial artikel Bandung dalam blog ini.
Taktik
yang tak lazim yang digunakan Jan van Swieten tampaknya dperuntukkan bagi KF
Swieten yang sebelumnya menjadi Komisaris Pemerintah untuk Atjeh yang pertama.
Sebagaimana biasanya, dalam perang selalu dipimpin seorang komisaris yang juga
membawahi komandan militer. Komisaris Pemerintah adalah seorang pejabat sipil
yang mengurusi banyak hal termasuk logistik para militer dan juga yang terkait
dengan hubungan komunikasi dengan penduduk dan para pemimpin lokal.
Sebelum Jan van
Swieten dipanggil untuk memimpin ekspedisi militer ke Atjeh, KF van Swieten
selesai bertugas dan digantikan pada bulan Maret 1873 oleh FN Nieuwenhuijzen
sebagai Komisaris Pemerintah di Atjeh. Oleh karena tidak terjadi kesepakatan, lalu
pada 8 April dari pihak pemerintah diproklamirkan perang. Dalam perang ini
komandan militer Mayor Jenderal JHR Kohier tewas pada tanggal 14 April. Untuk
mengatasi situasi di Atjeh yang telah dirintis kembali oleh KF van Swieten,
tampaknya Jan van Swieten bersedia datang ke Hindia Belanda dan memakai seragam
militer kemmbli. Lebih-lebih Jan van Swieten pada tahun 1857 telah membuat
kesepakatan dengan Sultan Atjeh. Radja Belanda kembali melantik Letnan Jenderal
Jan van Swieten untuk menjadi komandan militer yang juga merangkap Komisaris
Pemerintah untuk Atjeh. Lalu Jan van Siewiten mengerahkan pasukan ke Atjeh pada
tanggal 14 hingga-21 November. Pada tanggal 9 Desember Jan van Swieten
memproklamasikan perang. Terjadilah perang brutal ala Jan van Swieten.
Pasca
jatuhnya kraton dan masjid Atjeh itu, Jan van Swieten yang
juga merangkap sebagai Komisari Pemerintah mulai intens untuk membentuk cabang
pemerintahan di Atjeh. Jan van Swieten ingin
mengakhiri apa yang telah dimulai oleh KF van Swieten. Inilah awal pemerintahan
di Atjeh. Setelah embrio pemerintahan di Atjeh terbentuk, pada tanggal 26 April
1874 Jan van Swieten meninggalkan Atjeh (kembali ke Belanda).
Dalam pembentukan cabang pemerintahan di Atjeh
ini, Sultan Atjeh digantikan oleh kerabat sultan yang bersedia bekerjasama
untuk membangun Atjeh. Perjanjian-perjanjian pun dibuat lalu diangkat para
pemimpin lokal untuk turut membina cabang-cabang pemerintahan yang baru. Cabang
pemerintahan yang baru dibentuk (masih) terbatas di sekitar eks kraton Atjeh
yang secara administratif dibentuk satu afdeeling yakni dengan membentuk
Afdeeling Groot Atjeh dengan ibu kota (Kota Radja). Catatan: Afdeeling Singkil
sudah lama terbentuk yang menjadi bagian dari wilayah Residentie Tapanoeli.
Setelah
terbentuk cabang-cabang pemerintahan di Afdeeling Groot Atjeh, pada tahun 1875
dibentuk dewan (raad) di Atjeh (sesuai Pasal-9 Staatsblad 1875 No. 247.
Sedangkan untuk dewan pengadilan diintegrasikan dengan dewan pengadilan di
Padang (untuk pantai barat Atjeh) dan di Bengkalis (untuk pantai timur Atjeh).
Padang adalah ibu kota Province Sumatra’s Wesrkust dan Bengkalis adalah ibu
kota Residentie Sumatra’s Oostkust (pada tahun 1883 dipindahkan dari Bengkalis
ke Medan).
Dalam Staatsblad 1875 No. 247 juga dinyatakan
pengangkatan Letnan Cina untuk memimpin komunitas Cina di Atjeh yang digaji
oleh pemerintah. Seperti dideskripsikan oleh ahli geografi Belanda Prof PJ
Veth, sebelum perang di kota (stad) Atjeh terdapat orang Keling dan orang Cina
dan jumlah orang Cina cukup banyak di sekitar pasar. Sejak 22 Oktober 1875
diangkat Kapieten Cina Tjoe Tien Hin dan sejak 22 November diangkat Letnan Cina
Tjia Tjoen Seng di Penajoeng. Sejak 28 Juli 1877 Tjoe Tien Hin dan Lie A Sie disertakan
dalam dewan (raad) Atjeh. Selain perwakilan Cina juga diangkat Letnan Arab yang
juga disertakan dalam dewan (Habib Achmad bin Mohamad Sagaf). Untuk pemimpin
pribumi diangkat Teuku Kadli Malikoel Adil (penganti Sultan Atjeh).
Pada
tahun 1878 dibentuk struktur pemerintahan di Afdeeling Groot Atjeh (sesuai
Staatsblad 1878 No. 30). Sebelumnya sudah dibentuk struktur pemerintahan untuk
pribumi (sesuai Staatsblad 1877 No. 122). Dalam Staatsblad 1877 No. 122 wilayah
administrasi Groot Atjeh adalah Sagi XXV Moekim yang dibagi ke dalam empat
district, yaitu: IX Moekim, Moekim Misigit Raja, Marasa (Meuraxa) en de VI
Moekim; dan IV Moekims en de daar bezuiden liggende nederzettingen. Dalam Staatsblad
1878 No. 30 dinyatakan bahwa untuk kepala pemerintahan adalah Gubernur yang
juga merangkap sebagai komandan militer.
Sehubungan dengan terbentuknya peerintahan di
Atjeh ini, diumumkan bahwa diselenggarakan layanan angkutan laut dari Batavia
ke Atjeh via Telok Betoeng, Bengkoelen, Padang dan Analabo dua kali dalam satu
bulan. Layanan yang sama dari Batavia ke Atjeh via Muntok, Riouw, Singapore, Penang, Edi, Pedir,
Samalangan en Poelo-Bras. Juga diselenggarakan layanan jarak pendek satu kali
sebulan dari Padang ke Atjeh via Priaman, Ajer Bangis, Natal, Siboga, Baros,
Singkel, Troemon, Tampat Toean, Analaboe, Pati dan Rigas.
Untuk
posisi Gubernur adalah Majoor Jenderal K van der Heijden yang bertugas sejak 13
Januari 1878.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Terbentuknya Province Atjeh:
Integrasi Singkil dan Tamiang
Tunggu
deskripsi lengkapnya
*Akhir
Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok
sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan
Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti
di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi
berkebun di seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau.
Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu
senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah),
tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis
Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang
dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.