*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Suku
Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara Pulau
Kalimantan (Kalimantan Utara). Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah,
jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri
Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung. Tetapi
akhirnya punah.
Bahasa
Tidung atau Tidong adalah dipertuturkan oleh suku Tidung di Kalimantan Utara,
dan juga di Sabah, Malaysia. Di Indonesia, bahasa Tidung dituturkan di
Kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan, Provinsi
Kalimantan Utara. Sementara di Malaysia, bahasa Tidung dituturkan di Sabah. Di
sebar tutur bahasa Tidung, penuturnya juga berkonta dengan penutur bahasa lain
seperti bahasa Melayu, Punan, Tenggalan, dan bahasa-bahasa lainnya di Sabah. Bahasa
Tidung memiliki beberapa dialek: Nunukan, Penchangan, Sedalir (Salalir,
Sadalir, Saralir, Selalir) Tidung, Tarakan (Terakan), Sesayap, Sebuku. Sementara
menurut Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ada tiga dialek,
antara lain: Dialek Berusu, Dialek Sesayap, dan Dialek Tagul. Bahasa Tidung
memiliki perbedaan dengan bahasa-bahasa lainnya di Kalimantan Utara. Pada
penghitungan dialektrometri, bahasa Tidung memiliki perbedaan 90%—92% dengan
bahasa-bahasa tersebut, antara lain bahasa Tidung dengan bahasa Long Pulung
sebesar 90%; bahasa Lundayeh sebesar 91%; serta bahasa Tenggalan sebesar 92%. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Tidung di pantai
timur Kalimantan-Borneo? Seperti disebut di atas bahasa Tidoeng memiliki
beberapa dialek bahasa. Bagaimana kerajaan Tidoeng tempo doeloe dan dialek-dialek
bahasa Tidung? Lalu bagaimana sejarah bahasa Tidung di pantai timur
Kalimantan-Borneo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional,
mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Bahasa Tidung di Pantai Timur Kalimantan-Borneo;
Kerajaan Tidoeng dan Dialek-Dialek Bahasa Tidung
Tunggu deskripsi lengkapnya
Kerajaan Tidoeng dan Dialek-Dialek Bahasa Tidung:
Bahasa Melayu vs Bahasa Tidoeng
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah–agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
, Terimakasih telah mengunjungi Dului.com, semoga bermanfaat dan lihat juga di situs berkualitas dan paling populer Aopok.com, peluang bisnis online Topbisnisonline.com, pasang iklan gratis Iklans.com dan join di komunitas Topoin.com.